Di toilet sekolah, saat Andrea baru saja keluar dari bilik kloset, seseorang tiba-tiba menghadangnya dengan menjulurkan kaki. Andrea berhenti seketika, dan menatap tajam orang di depannya.
Nampak seorang siswi yang kemarin membuat keributan dengan laporan kehilangan, yang tak lain adalah Jennifer yang menghadang jalan Andrea.
Putri Emily itu lalu melihat bahwa Jennifer tak sendiri. Ada seseorang yang berjaga di depan pintu depan, sementara di dalam hanya ada mereka berdua.
Dia lalu kembali menatap Jennifer dengan tajam tanpa sorot takut sedikitpun dengan intimidasi yang coba diberikan oleh gadis tersebut.
"Kau masih ada urusan denganku," ucap Jennifer.
"Singkirkan kakimu, atau kau harus merangkak keluar dari sini," sahut Andrea dengan sorot mata tajamnya.
Seketika, Jennifer yang dari awal terlihat langsung menarik kakinya, dan Andrea pun segera berjalan melewati gadis tersebut.
Dia menuju ke arah wastafel untuk mencuci tangannya. Sementara Jennifer, dia berusaha untuk kembali menekan Andrea.
"Sebaiknya kau tidak usah berlagak di sekolah ini. Ingat, kau itu hanya siswa program belas kasihan orang tua kami saja," ejek Jennifer.
Andrea terlihat tak peduli dan terus membasuh kedua tangannya hingga bersih. Melihat hal itu, Jennifer merasa kesal karena diabaikan oleh Andrea.
Dengan tiba-tiba, gadis yang akrab dipanggil Jenny itu pun menjambak rambut Andrea dengan kuat, hingga membuat gadis tersebut mendongak ke atas.
Andrea nampak mendengus kesal. Dia lalu balik meraih rambut panjang Jennifer yang terkuncir, lalu menariknya tak kalah kuat hingga gadis tersebut melepaskan rambut Andrea.
"Aaahhhh... lepaskan... sakit... apa kau gila? Ini kekerasan... aaahhh...," keluh Jennifer.
Andrea menoleh sekilas ke arah pintu dimana ada orang yang berjaga untuk Jennifer. Namun sepertinya mereka tak menyadari bahwa situasi telah berbalik.
"Harusnya kau berpikir dulu sebelum bertindak. Aku hanya membalas apa yang coba kau lakukan padaku. Kau ingin aku mendapat masalah dengan ruang konseling, maka kubuat kau yang mendapatkannya. Apapun itu, akan ku kembalikan semuanya pada kalian. Ingat itu," ucap Andrea penuh penekanan.
Dia kemudian menghempaskan begitu saja saja rambut Jennifer hingga gadis itu terhuyung. Andrea pun lalu berbalik dan berjalan pergi meninggalkan Jennifer yang masih mencoba menyeimbangkan kakinya yang goyah.
Saat Andrea keluar, terlihat beberapa siswi senior anggota cheerleader yang heran melihat Andrea keluar dalam kondisi baik-baik saja. Sementara dari dalam, terdengar jeritan Jennifer yang membuat semuanya masuk dan melihat kondisi gadis tersebut.
Andrea tak peduli dan pergi begitu saja dari sana.
...🌓🌓🌓🌓🌓...
Sejak kejadian korek api waktu itu, Jennifer semakin terlihat terang-terangan ingin membuat masalah dengan Andrea. Hal itu pun lalu dimanfaatkan oleh Ivanka untuk membuat saingannya itu kapok.
"Apa kau yakin kali ini akan berhasil? Ingat, kau sudah dua kali kalah darinya," ucap Lola.
Saat itu mereka sedang berkumpul di sebuah klub malam eksklusif, dengan private room yang sudah dipesan oleh mereka.
"Kau harus ingat. Aku, Jennifer Kyra, calon kapten cheers sekolah Petra, tidak akan pernah menyerah sampai anak itu hancur. Akan ku buat hari-harinya di sekolah seperti neraka," ucap Jennifer.
"Apa kau masih akan bertindak bod*h dengan memakai tanganmu sendiri?" tanya Ivanka yang juga berada di sana.
"Ivanka, kau tenang saja. Kali ini aku tidak akan membuat diriku terlihat konyol di depan semua siswa. Lihat saja, dia pasti akan berhenti berulah," ucap Jennifer percaya diri.
Ketiga gadis dibawah umur itu pun lalu kemudian bersulang minuman beralkohol di tangan masing-masing, yang seharusnya masih dilarang untuk mereka.
Namun, kekuasaan uang benar-benar mengerikan, hingga para gadis itu bisa bertingkah sejauh ini.
...🌓🌓🌓🌓🌓...
Keesokan harinya, ruang kelas ramai seperti biasa di pagi hari. Terlihat Andrea sedang duduk di mejanya, dengan kedua telinga yang tersebut earphones.
Tangannya sibuk membaca buku, dan matanya berlarian menelan setiap huruf yang ada di halaman tersebut.
Dia seolah tak terganggu dengan kebisingan dibuat oleh teman-temannya yang sejak tadi bergurau di sekelilingnya.
Saat itulah, Ivanka dan kedua temannya datang. Mereka bertiga melihat aneh ke arah Andrea yang begitu tenang, dan kemudian Jennifer serta Lola saling pandang.
Sementara Ivanka, dia tak peduli dan langsung duduk di tempatnya. Kedua pengikut itu pun lalu turut duduk. Namun, tiba-tiba Jennifer menjerit dan membuat seisi kelas langsung hening.
Fokus mereka beralih ke arah gadis berambut ikal yang diikat ke atas.
Nampak sesuatu terjatuh dari dalam laci mejanya, dan berhamburan di lantai.
"Aaaarrgghhh...," seorang siswi lain ikut menjerit saat melihat benda apa itu.
"Bukankah itu bangkai tikus?"
"Menjijikan sekali,"
Lola yang duduk di samping Jennifer sampai bersembunyi di balik punggung Ivanka yang duduk di depannya karena takut.
Jennifer berbalik dan melihat ke arah Andrea yang nampak masih tetap tenang meski keributan sedang berlangsung.
Dia berjalan ke arah teman sekelasnya itu, dan serta merta menggebrak meja Andrea dengan keras.
BRAK!
Andrea nampak menegakkan punggungnya. Gadis itu mengangkat pandangannya dan menatap Jennifer dengan tajam.
"Kau... kau kan yang meletakkan benda itu di dalam laci meja ku, hah?" tuduh Jennifer.
Semua siswa pun berkerumun melihat kejadian tersebut. Bahkan siswa dari kelas samping yang mengetahui keributan itu, turut melihat dari balik pintu dan jendela.
Andrea nampak tenang. Dia melepas earphones dari telinganya, dan berdiri berhadapan dengan Jennifer yang sudah terlihat sangat marah.
"Apa kau punya bukti dengan tuduhanmu itu, hem?" tanya Andrea menantang.
"Siapa lagi? Bukankah kau ingin membalasku karena kejadian tempo hari?" ucap Jennifer.
"Ah... tempo hari? Bukankah terbalik. Kau yang mendapat masalah karena mengaku sendiri sebagai pemilik korek api yang ditemukan di dalam tasku, bukan? Apa sekarang kau ingin bermain playing victim, dan membuat seolah aku sudah merundungmu?" tuduh Andrea.
"Kau...," sanggah Jennifer.
"Kau membuat keributan dengan mengaku kehilangan barang milikmu, hingga satu kelas harus menjadi tertuduh dan kami rela membiarkan para guru menggeledah tas kami semua."
"Tapi anehnya, saat guru memeriksa tasku dan bertanya atas benda yang ditemukan, kau langsung mengaku itu milikmu, bahkan sebelum guru mengeluarkannya dari sana."
"Bukankah itu semua sudah jelas, bahwa kau mencoba menjebakku," sela Andrea panjang lebar.
Sontak semua siswa pun mengarahkan pandangan mereka kepada Jennifer yang tersudut oleh perkataan dari Andrea tadi.
Dasar bodoh, ucap Ivanka dalam hati.
Dia lalu berdiri dan membuat fokus semuanya tertuju pada anak kepala yayasan tersebut.
"Apa kalian tidak bisa tenang? Benar-benar menyebalkan," ucap Ivanka.
Gadis itu memilih berjalan keluar, diikuti Lola yang tak mau berada di kelas, dengan bangkai tikus yang membuatnya jijik.
Mereka sama sekali tak peduli pada Jennifer yang sedang terpojok, tapi justru cuci tangan dan memilih menghindar.
Hal itu membuat Jennifer pun kebingungan karena dia ditinggal sendirian, sementara semua siswa mulai berbisik tentang kelicikannya tempo hari.
Melihat tatapan mata Jennifer mulai goyah, Andrea lalu melipat kedua lengannya di depan dada.
"Di sini banyak teman-teman yang melihat kedatanganku. Bukan aku yang pertama datang ke kelas. Saat aku datang, aku selalu lewat pintu belakang, dan duduk di tempatku dengan tenang. Mereka bisa jadi saksi bahwa aku sama sekali tak mendekati mejamu," ucap Andrea.
"Benar. Aku juga menyapanya tadi saat dia datang,"
"Iya, aku yang datang paling awal. Tapi bukan aku juga yang meletakkan bangkai tikus itu,"
"Mana ada orang waras yang membawa hal-hal semacam itu ke sekolah,"
"Bisa saja tikus itu memilih mati di sana,"
Para siswa mulai berbisik membenarkan perkataan Andrea, yang semakin membuat Jennifer tak bisa berkata-kata lagi.
Seringai samar muncul di bibir gadis itu, melihat musuhnya tak berkutik, dan semua orang pun bahkan ikut memojokkannya.
"Jennifer, sebagai ketua kelas di sini, aku minta kau untuk membereskan kekacauan ini, atau ku adukan kau ke guru agar kembali masuk ke ruang konseling," seru Andrea tegas.
Semua siswa mendukung perkataan sang ketua kelas, dan membuat Jennifer hampir menangis.
Sementara Andrea, dia kembali duduk dan memasang earphones ke telinganya lagi. Tangannya sudah meraih buku sebelumnya, namun dia kemudian mendongak dan melihat Jennifer yang masih berdiri di depannya dengan wajah tertunduk dan tangan mengepal.
"Pergilah, dan jangan buat masalah lagi. Mengerti?" lanjut Andrea.
Jennifer pun berbalik dan berlari keluar dari kelas, menerobos kerumunan teman-temannya sambil menyeka wajah dengan punggung tangan. Dia menangis melewati lorong yang sudah ramai oleh para siswa.
Sementara sorak sorai terdengar dari dalam ruang kelas, memuji ketegasan dari sang ketua kelas.
"Kau hebat, Andrea. Dia sampai tak bisa berkutik,"
"Orang jahat memang akan selalu terlihat kebusukannya,"
"Kau memang keren, ketua,"
Puji teman-teman sekelasnya Andrea. Namun, gadis itu hanya tersenyum menanggapi hal tersebut, dan kembali sibuk dengan bukunya.
Tak ada yang sadar jika tangannya yang nampak sedang memegang pinggiran buku, sebenarnya tengah mengepal kuat menahan marah.
Bukankah kalian semua sama saja? Dulu kalian juga ikut mengolok-olok ku, menuduhku, mengucilkan ku karena hasutan mereka. Benar-benar memuakkan, batin Andrea.
.
.
.
.
Wah... keseruan apa lagi yah yang akan dilakukan Andrea si ketua kelas?
TUNGGU NEXT BAB, JANGAN LUPA LIKE DAN DUKUNGANNYA ☺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments