Hidden Love

Hidden Love

Mobil Oleng

Clara Amelia seorang Mahasiswi yang terkenal pintar di Angkatan nya. Parasnya yang cantik, kulitnya yang putih bersih, setiap orang akan menyangka Clara lahir dari keluarga konglomerat. Hidup di keluarga yang sangat sederhana, tidak pernah membuat gadis cantik itu merasa kekurangan. Dia selalu tercukupi dengan keadaannya.

Setiap hari Clara menghabiskan waktu sore hingga malam nya untuk bekerja di restoran Chinese. Malam ini Clara masih sibuk mencuci piring di restoran. Ia memang bekerja paruh waktu sebagai pencuci piring dan mengecek stok barang di gudang. Baginya tidak masalah selagi itu halal dan tidak mengganggu waktu kuliahnya.

"Ra, kamu mau puding coklat nggak? Nih aku ambilkan buat kamu. Tadi Chef Juan membuatnya siang hari." Ujar Dinda menyodorkan piring kecil berisi puding coklat pada Clara yang masih mencuci piring.

"Wah, pasti sangat enak rasanya. Terima kasih ya Din, kamu memang sahabat ku yang baik." Buru-buru Clara mencuci tangannya yang masih ada sabun dan menerima piring puding itu.

Dinda bekerja sebagai pelayan di restoran Xiaojun. Restoran mewah itu selalu ramai dan jarang sepi pengunjung. Apa lagi saat akhir pekan, di pastikan ruangan VIP pun penuh bookingan.

"Ra, nanti pulang kerja balik nya sama aku lagi saja. Shift ku hari ini kan sama pulangnya dengan kamu." Ajak Dinda yang masuk shift siang hingga malam.

"Apa tidak merepotkan kamu Din, aku naik ojek online juga nggak apa-apa kok. Hmmm,,,,, tuh kan enak banget puding coklatnya, Din." Jawab Clara sambil menikmati puding coklat di tangannya.

"Nggak kok, kan memang searah rumahku dengan rumahmu. Ya sudah aku ke ruangan istirahat dulu ya Ra." Clara mengangguk pada Dinda.

"Makasih ya Din.."

"Habiskan pudingnya ya!" Jawab Dinda lalu pergi meninggalkan Clara di dapur.

"Ehem.. Enak nggak pudingnya Ra?"

Tiba-tiba suara bariton dari arah belakang gadis itu mengejutkan dirinya. "C-chef Juan? I-iya pudingnya lezat sekali." Jawab Clara malu-malu.

Bahkan Clara tidak berani menatap Juan lama-lama. Pria tampan itu tersenyum melihat tingkah Clara yang selalu bersikap lugu.

"Masih ada kok di kulkas pudingnya. Kamu bisa memakannya lagi kalau mau Ra." Juan berdiri di sebelah Clara.

Clara semakin di buat gugup oleh Juan yang berdiri di dekatnya. "I-iya Chef terima kasih." Jawab nya sambil menunduk.

"Hm, kalau gitu saya mau lanjutkan cuci piringnya lagi ya Chef." Clara tidak sanggup berdekatan dengan Juan lama-lama. Bisa-bisa ia mati kutu tak berkutik sama sekali.

"Okay, saya juga mau masak untuk tamu VIP yang sebentar lagi datang." Juan beralih mengambil pisau dan mulai bertempur dengan bahan masak yang sudah siap di atas meja. Ada asisten Juan yang menyiapkan semua itu.

"Kalau perlu sesuatu, bilang saja ya Chef." Ujar Clara tersenyum kecil. "Iya Clara." Juan pun sedikit senang melihat gadis itu tersenyum padanya.

Juan adalah pemilik restoran Xiaojun, restoran mewah itu dia bangun hasil usahanya sendiri. Juan juga mendapatkan gelar di berbagai manca Negara atas keberhasilannya mengikuti lomba memasak, dan bekerja di berbagai Negara sebagai Chef sebelum adanya Xiaojun Restaurant.

Di sebuah Hotel ternama bintang lima di Kota S. Seorang pria masih berkutat di kantornya, lebih tepatnya di ruang kerja nya yang beraksen mewah dan modern.

"Malam Pak Morgan, ada berita yang baru saja muncul. Ini mengenai anda Pak, coba Bapak lihat dulu" Ujar Sekretaris Morgan yaitu Jihan.

"Singkirkan berita sampah ini. Dasar wartawan, tidak tahu kebenarannya. Berani-beraninya membuat berita murahan seperti ini!" Morgan membantah berita itu dengan suara datar dan dinginnya.

"Baik Pak, tapi keluarga Bapak sudah mengetahuinya. Tadi Nyonya Besar Ana sempat menghubungi saya." Jawab Jihan dengan fakta.

Jihan berusia 35 tahun. Lebih tua 5 tahun dari usia Morgan. Sekretaris yang sudah berkeluarga itu orang kepercayaan Morgan di perusahaan nya yang bergerak di bidang Perhotelan.

Morgan memijit keningnya yang terasa lelah. "Sudah itu biar saya yang urus, kau pulang saja Jihan!" Pria itu menutup laptop di mejanya dengan kasar. Lalu berdiri di kaca besar ruangan kerjanya yang memperlihatkan suasana Kota S dari lantai 39.

"Baik Pak, kalau gitu saya permisi dulu"

"Hm"

Morgan menghela nafasnya dengan kasar. "Apa tidak bisa hidupku ini jauh dari berita-berita sampah seperti itu?!" kesalnya memandangi kota malam dari atas gedung hotelnya.

Malam harinya Clara bersiap untuk pulang bersama Dinda. "Din, aku traktir minum kopi kenangan ya? Kita mampir dulu ke outlet nya yang searah sama jalan pulang nanti" Ajak Clara sambil memakai helmet di kepalanya.

"Cie,,, aku mau di traktir minum kopi. Nggak malam minggu saja Ra traktir nya? Sekalian kita malam mingguan gitu, he he"

"Kamu mau nya malam minggu saja? Aku terserah kamu saja sih. Kalau malam ini juga nggak apa-apa. Tapi kita take away saja, minum nya di rumah he he" Gantian Clara yang tertawa.

"Malam minggu saja deh"

"Ya sudah malam minggu kalau gitu. Yuk pulang Din, biar aku saja yang bawa motornya." Tawar Clara yang memang suka bergantian menjadi driver dengan Dinda.

"Aku saja deh, aku nggak terlalu capek banget hari ini" Akhirnya mereka pulang menggunakan scooter matic nya Dinda.

Clara selalu tahu bagaimana cara membalas budi temannya yang selalu mengantarnya pulang. Dinda tidak pernah mau di belikan bensin sama Clara. Baginya, teman tidak harus perhitungan. Dia tulus berteman dengan Clara.

Dinda mengendarai motornya pelan. Tapi begitu di pertigaan jalan yang sudah sepi, dia langsung berbelok saja tanpa melihat sisi kanannya. Sebuah mobil jadi oleng akibat tindakan Dinda.

Tin.....

Motor Dinda limbung dan berhenti di tepi jalan, kemudian jatuh karena hilang keseimbangan.

Brugghh...

"Aduh..." keluh mereka berdua.

Bersyukur tidak ada yang lecet pada keduanya. Mobil yang di kemudikan Morgan pun berhenti dan membuka kaca mobilnya.

"Hei!! Kalau jalan lihat-lihat! Kamu pikir ini jalanan punyamu sendiri, membahayakan orang saja!" kesalnya pada Clara dan Dinda.

Clara menatap wajah Morgan sekilas, begitu datar dan dingin sekali. Kemudian pria itu menutup kembali kaca mobil nya dan pergi.

"Dasar Bapak-bapak! Bawa mobil saja sudah belagu!" ujar Dinda membangunkan motornya di bantu Clara.

"Husss,,, sudah jangan di ributkan. Dia sudah pergi, kamu nggak apa-apa kan Din?" sahabatnya menggeleng pelan. "Nggak kok. Maaf ya Ra."

"Nggak apa-apa. Musibah nggak ada yang tahu, lain kali kita lebih hati-hati lagi ya"

"Iya Ra."

Mereka berdua pun kembali melajukan motornya untuk pulang.

Clara membuka pintu rumahnya dengan kunci duplikat yang ia miliki. Karena ia selalu pulang hampir jam 10 malam, sebab itu Clara tidak ingin menganggu waktu istirahat orang tua dan adiknya, Fadil.

"Loh, kok Ibu belum tidur?" Ia mendapati Ibunya masih di ruang tamu. "Ibu belum ngantuk Ra. Kamu sudah pulang, mau Ibu buatkan teh hangat?"

Dengan cepat Clara menggelengkan kepalanya. "Tidak Bu, Clara mau langsung bersih-bersih diri saja sehabis ini."

Gadis itu duduk di samping Rahmi, Ibunya. "Ya sudah kalau gitu Ra. Kamu capek yah, habis kuliah selalu langsung kerja sampai malam. Sini Ibu pijitin"

"Hm, nggak kok Bu. Clara sudah terbiasa mengerjakan semuanya. Kalau capek, nanti tidur besoknya juga langsung segar lagi." Gadis itu memang tidak pernah menunjukkan dirinya lelah atau sedang sakit pada Rahmi.

Clara memang gadis yang mandiri selama ini. Di usianya yang masih 20 tahun, dia sudah memikul beban kehidupan dengan sangat tangguh.

"Ibu lagi ada masalah ya? Cerita dong sama Clara, Bu." Clara merasa ada sesuatu yang di pikirkan Ibunya.

"Nggak ada Ra. Ibu nggak ada masalah apa-apa kok."

"Fadil nggak nakal kan Bu? Dia nggak bikin ulah kan sama Ibu?" Clara khawatir adik laki-lakinya itu membuat ulah yang membuat Ibunya menjadi kepikiran.

"Nggak Ra, Fadil anak yang pintar dan baik kok. Adik kamu itu nggak pernah buat masalah. Sudah, kamu istirahat saja ya. Ibu juga mau tidur" Jelas Rahmi mendapat helaan nafas lega dari Clara.

"Hmm, iya Bu."

Clara hidup bertiga dengan keluarganya. Yaitu Ibu dan Adiknya, Fadil. Ayah Clara sudah lama meninggal sejak Clara masih berumur 12 tahun.

Maka itu, Clara menjadi sosok yang mandiri dan sejak duduk di bangku SMA dia sudah membantu ekonomi keluarganya dengan berjualan kue, menitipkannya di warung ke warung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!