Manusia Rendah & RS Sanmora

Morgan masih terdiam di balik kaca transparan ruang kerja nya. Dia mengamati kota S dari balik kaca sambil memikirkan ancaman dari Ana.

"Sepertinya Nenek tidak main-main dengan ucapannya. Tapi aku sangat tidak ingin menikah. Wanita hanya menyusahkan saja!" Gumamnya sendiri.

TOK... TOK... TOK...

"Maaf Pak mengganggu, ada yang ingin bertemu dengan Bapak."

"Siapa, saya sedang tidak ingin di ganggu." Jawab Morgan tanpa membalik badannya.

"Dia Nona Agnes, anak dari perusahaan kapal ferry, Pak." Jawab Jihan. Mendengar nama itu Morgan menjadi tidak mood.

Pasalnya ia pernah mengencani wanita itu karena hal bisnis saja. Tidak memakai hati apa lagi tertarik dengannya.

"Suruh saja dia pulang. Saya tidak ingin di ganggu!"

"Baik Pak"

Jihan baru ingin keluar dari ruangan Morgan, tapi wanita bernama Agnes sudah menyelonong masuk ke dalam.

"Maaf Nona Agnes, tapi Pak Morgan sedang tidak ingin di ganggu" Ucap Jihan memberitahunya.

"Kau boleh keluar, aku ingin bicara dengan Morgan"

"Kau yang harus keluar!" Ucap Morgan dingin tanpa membalik badannya.

Agnes sedikit kesal dengan pria tampan itu, tapi dia tetap kekeh berada di sana. "Maaf Nona, tapi anda harus keluar."

"Tidak mau!! Minggir sana!" Agnes mendorong Jihan dengan bahu nya. Dia menghampiri Morgan di kaca jendela.

"Untuk apa kau datang kesini?!" Tanya pria kutub es itu dengan sangat dingin dan datar.

"Aku datang kesini menghadiri acara pernikahan temanku. Lalu aku ingin bertemu denganmu" Jawab Agnes dengan nada sensual nya.

"Pergilah, aku sedang tidak ingin bicara."

"Tapi Morgan, aku datang kesini untuk menemui mu. Tidak bisa kah kita bicara sebentar." Agnes terus berusaha.

Wanita berbalut dress biru benhur itu menggoda Morgan dengan dekat.

"Tidak ada yang perlu kita bicarakan!"

Morgan menatap Agnes dengan tatapan datarnya. Dia kemudian keluar dari ruangannya.

"Morgan tunggu, kamu nggak bisa seperti ini sama aku!" Agnes mengejar Morgan di belakangnya.

"Aku tidak peduli"

"Morgan!!"

Agnes tidak bisa mengejar Morgan, karena ponselnya berdering. Dia melihat panggilan itu sangat penting.

Pintu lift terbuka, Morgan langsung keluar dan memastikan acara pernikahan di Hotelnya berjalan dengan baik.

"Kau sudah memastikan semuanya berjalan lancar?" tanya nya pada pria yang berpakaian rapi sepertinya.

"Sudah Pak, saya akan memantau acara ini hingga selesai."

"Bagus, beri tahu Jihan jika ada kendala."

"Baik Pak Morgan."

Morgan menyusuri lorong Hotel. Dia melihat Clara yang tengah mengangkat telepon.

"Cih, karyawan seperti itu kenapa harus di pekerjakan, menelpon saat sedang kerja. Sangat tidak profesional!" Cibirnya begitu ketus.

Pria itu terus berjalan, tanpa sadar Clara langsung berbalik dan menabrak tubuh tegap Morgan.

BRUGHH!!

"Kau sengaja ya?!"

Morgan menahan tubuh Clara yang hampir jatuh, tapi ada yang aneh dengan raut wajah Clara.

"Ma-maaf Tuan, saya tidak sengaja." Clara belum melihat siapa yang ia tabrak. Dia langsung berdiri, menunduk dan meminta maaf.

"Dasar gadis aneh! Pasti dia menangis karena putus cinta."

Morgan melihat Clara yang pergi begitu saja dengan mata yang berkaca-kaca. Terlihat gerakan tangan gadis itu mengusap pipinya sambil berjalan.

"Suara itu, seperti aku pernah mendengarnya." gumam Morgan merasa kenal dengan suara Clara.

"Maaf Chef Juan, dengan sangat berat hati saya ingin mengatakan sesuatu. Ini sangat penting Chef" Clara mengajak Juan berbicara di sudut ruangan.

"Ada apa Clara, kenapa wajahmu terlihat panik dan sedih?" Ya, Juan juga merasakan ada yang aneh dari diri Clara.

"Chef saya benar-benar minta maaf. Tapi saya harus izin pergi sekarang" Pintanya dengan sangat memohon.

"Iya, tapi bisa kamu jelaskan ke saya apa yang sudah terjadi?" Juan sangat penasaran. Dia memegang kedua bahu Clara.

"Katakan saja Ra, tidak apa-apa."

"Maaf Chef, saya belum bisa mengatakannya sekarang. Tapi saya harus pergi, sekali lagi maaf Chef." Clara menunduk dan langsung pergi setelah berpamitan dengan Juan.

"Apa yang terjadi dengan Clara? Semoga dia baik-baik saja." Lirih Juan menatap punggung Clara yang mulai menghilang.

Buru-buru Clara langsung pulang dengan bus dari halte. Sesampainya di rumah Clara langsung masuk ke dalam.

"Fadil,, Fadil.." Panggilnya.

"Kak, Ibu di sini" Fadil yang masih duduk di bangku SMA itu merasa sedih.

"Gimana sama Ibu?"

Clara masuk ke dalam kamar Rahmi. "Ya Tuhan, Ibu..." Clara langsung terduduk lemas melihat wajah Ibunya pucat pasih.

"Apa yang sudah terjadi sama Ibu, Dil?".

"Tadi Fadil juga baru pulang sekolah Kak, aku lihat Ibu sudah tergeletak pingsan di dapur. Bu Neneng tadi sudah panggil keponakannya untuk memeriksa Ibu."

Fadil menjelaskan kejadian yang terjadi pada Rahmi. "Bu Neneng tahu kalau Ibu pingsan?"

"Iya Kak, tadi Bu Neneng lagi lewat depan rumah. Dan dengar Fadil yang sempat teriak Ibu. Terus dia panggil Bidan Suci kesini buat meriksa keadaan Ibu."

Clara menghela nafasnya yang sedikit sesak, air matanya tak bisa ia bendung lagi. Dia meneteskan air mata menatap Rahmi terbaring lemah.

"Lalu keadaan Ibu gimana Dil?"

"Kata Bidan Suci, Ibu pingsan karena kelelahan Kak. Kalau sore ini Ibu belum juga sadar. Kita suruh membawa Ibu ke rumah sakit."

Tangis Clara semakin deras, air matanya tak henti menetes. "Kak, kita harus bagaimana? Fadil takut Ibu kenapa-kenapa Kak."

Kecemasan Fadil sama dengan Clara. "Kita bawa Ibu ke rumah sakit saja ya. Kakak akan panggil taksi online nya dulu. Nanti kamu bantu angkat Ibu."

"Iya Kak"

Satu jam berlalu, kini Clara dan Fadil sudah berada di rumah sakit Sanmora. "Bagaimana Dok, apa Ibu saya baik-baik saja?" Tanya Clara pada Dokter yang memeriksa Ibunya di IGD.

"Ibu kamu mengalami syok ringan, jantung nya sangat lemah. Kami menyarankan pasien untuk menginap di rumah sakit ini." Saran Dokter pada Clara.

"Syok ringan Dok? I-iya baik Dok, jika Ibu harus menginap. Tolong bantu sembuhkan Ibu saya" Clara pasrah, ia ingin yang terbaik untuk Ibunya.

"Baik, ada Suster Mia yang akan membantu selanjutnya."

"Iya Dok terima kasih."

"Mari Mbak ikut saya, Mbak harus mengisi data pasien di bagian administrasi terlebih dulu."

"Iya Suster."

Dengan langkah gontai, Clara mengikuti Suster Mia di belakangnya. "Fadil, kamu jaga Ibu dulu ya"

"Iya Kak"

Clara mengisi data Ibunya di bagian administrasi. "Ini Mbak, saya sudah mengisi semuanya lengkap."

"Baik, saya masukkan data pasien ke dalam rumah sakit ini dulu ya. Untuk biaya di awal Mbak bisa melihat rinciannya di sini."

Staff Administrasi itu memberikan selembar rincian tagihan yang harus Clara bayar di awal.

"Ya Tuhan, biaya obat dan pemeriksaan tadi sudah habis satu juta. Ini belum membayar ruang inap Ibu. Semoga tabunganku cukup untuk membayar ini semua."

Clara akhirnya membayar tagihan pertamanya pada rumah sakit. Ia kembali ke ruangan IGD.

"Fadil, kamu kalau mau pulang duluan nggak apa-apa. Kakak akan jaga Ibu di sini, Ibu harus menginap dulu."

"Aku nggak apa-apa kok Kak ikut jaga Ibu di sini."

Clara menggenggam tangan adiknya. "Kamu kan besok masih harus sekolah. Biar Kakak saja yang jaga Ibu. Besok setelah pulang sekolah, kamu bisa balik kesini lagi."

"Iya Kak, aku akan pulang kerumah. Kakak juga istirahat ya meskipun harus jaga Ibu di sini."

"Iya, ya sudah Kakak pesan ojek online ya untuk kamu pulang" Fadil mengangguk paham.

Di dalam ruang kerjanya, Morgan duduk sambil menatap layar PC di atas meja kerjanya.

"Dia tidak bisa menepati ucapannya sendiri! Bilang mau bertanggung jawab. Tapi dia tidak melakukannya. Dasar manusia rendah!" gumamnya enteng, lalu bersandar di kursi kebesarannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!