Azka: The Basketball Captain Ghost
Kecelakaan beberapa tahun lalu membuat raga ini mati, tapi tidak dengan jiwa ini. Rasa cinta itu membuatku tersesat di dunia ini. Kamu yang sekarang telah bahagia bersamanya, hanya mampu aku lihat tanpa aku bisa menyentuhmu.
"Azka, sini sayang ...."
Tapi aku bahagia setiap kali mendengar suaramu menyebut namaku. Ya, meskipun aku tahu kamu sedang memanggil nama putra pertamamu yang kamu beri nama Azka, sama seperti namaku.
Aku tidak tahu, untuk apa aku berada di dunia ini? Apa ada sesuatu yang belum aku selesaikan? Atau aku diutus untuk menemani anak yang bernama Azka ini? Aku hanya bisa berada di sisi Azka, tanpa ada yang bisa melihatku.
...***...
Azka duduk dengan resah di bangku cadangan. Dia hanya bisa melihat tim basket sekolahnya bertanding di liga antar sekolah. Dia sudah satu tahun bergabung di tim basket sekolah, tapi skillnya masih jauh di bawah standar. Dia selalu saja berada di bangku cadangan setiap kali ada pertandingan. Tapi hal itu tak menyurutkan dirinya untuk berlatih dan tetap bertahan di tim basket sekolahnya.
Tinggal dua babak lagi, tapi skor mereka masih imbang. Tim sekolah Azka belum juga berhasil menyusul tim basket lawan. Hingga akhirnya kapten basket yang bernama Ezra terjatuh dan mengalami cidera pada kakinya.
"Aduh, bagaimana ini? Kita tinggal dua babak lagi." Pak Zaki selaku pelatih tim basket itu berpikir sesaat untuk mencari solusi. Dia melihat Azka yang sedang berdiri sambil menatap serius pemain lawan. "Azka, kamu masuk lapangan!" suruh Pak Zaki dengan terpaksa. Meskipun dia tidak yakin dengan skill yang dimiliki Azka.
Azka tak percaya dengan perintah Pak Zaki. Dia sempat me-loading beberapa saat, hingga akhirnya lengannya ditarik oleh Tio saat peluit telah ditiup.
"Azka, ayo!"
Azka menggantikan posisi Ezra sebagai pemain kunci. Dia sebenarnya ragu dengan kemampuannya, tapi saat bola basket itu mengarah padanya tiba-tiba tubuhnya dikuasai oleh satu kekuatan. Permainan Azka menjadi sangat hebat dan dia seperti seorang pemain basket profesional.
Baru saja dia mendrible bola, dia sudah berhasil memasukkan bola basket di garis triple poin.
Teman-teman Azka semakin bersorak mendukung tim basket sekolahnya.
"Azkaaa! Hebat sekali. Azka ...."
Tatapan mata tajam Azka sangat berbeda, dia mengintai bidikan lawan dan menggagalkannya, lalu dengan cepat dia masukkan bola itu ke dalam ring.
Akhirnya tim basket sekolah Azka unggul dan mereka memenangkan pertandingan itu.
"Azka, gila! Lo hebat banget sekarang!" Tio menepuk bahu Azka.
Seketika kekuatan itu menghilang dan Azka merasa tubuhnya sangat lelah. Dia bingung dengan suara sorakan yang memenuhi lapangan basket itu dan juga pelukan dari teman satu timnya.
Apa yang sudah aku lakukan? Aku tidak merasakan apapun barusan. Seperti ada yang mengendalikan tubuh ini.
"Hebat juga lo! Anak bawang yang biasanya berada di bangku cadangan bisa menggantikan Ezra di posisi playmaker," kata Raka, kapten basket dari tim lawan. "Gue kira cuma Ezra yang hebat dari tim basket SMA 1, ternyata lo jauh lebih hebat. Harusnya gue gak menganggap remeh lo!"
Azka hanya terdiam, dia tidak menimpali perkataan Raka. Dia kini berjalan ke pinggir lapangan dan duduk di bangku pemain.
Ezra yang masih berada di tempat itu sambil meluruskan kakinya hanya menatap Azka. Sepertinya dia takut jika posisi kapten basket tahun ini akan direbut Azka.
"Azka, kamu hebat sekali." Nadia duduk di sebelah Azka sambil memberikan sebotol air mineral. Nadia adalah pacar Azka. Dia sedikit tomboy dan juga pintar bermain basket. Azka seringkali bermain basket dengan Nadia saat latihan.
Azka hanya menganggukkan kepalanya. Dia masih seperti orang linglung.
"Minum dulu. Kamu kenapa tidak senang begini?" Nadia membuka tutup botol itu lalu diberikan pada Azka.
Azka segera meminumnya. Dia seperti hidup dalam mimpinya. Apakah benar dia bisa bermain basket sehebat itu? Menjadi pemain basket profesional memang impiannya tapi entah mengapa skill yang terus dia asah tidak juga berkembang.
Setelah menghabiskan satu botol air mineral itu, Azka mengambil tasnya lalu berdiri.
"Kita makan-makan dulu yuk merayakan kemenangan kita," ajak Tio.
"Nanti sajalah, setelah Ezra sembuh," kata Azka. Dia memang setia kawan, jika ada salah satu yang tidak bisa ikut, lebih baik ditunda saja.
"Iya, setuju. Nunggu Ezra sembuh saja," kata teman lainnya.
Ezra hanya terdiam. Dia berdecak pelan karena dia sangat kesal dengan kondisi saat ini. "Gue duluan," kata Ezra yang kini duduk di kursi roda lalu didorong Pak Zaki keluar dari lapangan basket. Dia segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan.
"Kak Azka!" panggilan itu menghentikan Azka saat akan melangkah. Dia melihat adik perempuan satu-satunya yang berlari ke arahnya.
"Vania, dari tadi kamu lihat pertandingan?"
Vania yang hanya selisih satu tahun dengan Azka kini bergelayut manja di lengannya. "Iya, aku tadi sama teman-teman. Kak Azka langsung pulang kan?"
Azka menganggukkan kepalanya lalu memakai jaketnya. "Nad, kamu bawa motor sendiri kan?" tanya Azka pada Nadia.
Nadia menganggukkan kepalanya. "Bawa kok."
"Ya sudah, aku duluan ya sama Vania."
"Oke." Nadia mengikuti langkah Azka dan Vania keluar dari GOR menuju tempat parkir.
Setelah Vania naik ke boncengannya, Azka segera melajukan motornya menuju rumah. Selama perjalanan dia masih memikirkan apa yang sudah terjadi padanya. Benarkah ada kekuatan asing yang menguasai tubuhnya? Semua itu benar-benar di luar logikanya.
"Kak Azka, tadi hebat banget loh. Akhirnya Kak Azka bisa bermain dan memenangkan pertandingan dengan tangan Kak Azka sendiri."
Azka tak menyahuti perkataan adiknya itu. Dia masih memikirkan apa yang sudah terjadi di dirinya. Hingga dia menghentikan motornya di depan rumahnya, Azka masih saja terdiam.
"Kak Azka kenapa sih? Harusnya senang dong sudah berhasil memenangkan pertandingan." Vania kini turun dari motor kakaknya.
"Ya, aku senang. Aku lagi banyak pikiran, kamu jangan banyak bertanya dulu." Azka melepas helmnya lalu masuk ke dalam rumah.
"Mama, Kak Azka hari ini ikut bertanding dan menang," teriak Vania membuat laporan pada mamanya.
"Iya? Mama ikut senang dengarnya." Ibu dua anak yang masih terlihat muda itu tersenyum saat kedua anaknya mencium tangannya.
"Iya, hebat sekali Ma. Sudah seperti pemain basket profesional," kata Vania lagi.
Azka tak menyahutinya karena pada kenyataannya dia memang tidak sehebat itu.
"Azka kamu kenapa?" tanya Airin yang melihat putranya hanya diam saja.
Azka hanya menggelengkan kepalanya. "Aku tidak sehebat apa yang dikatakan Vania. Itu semua hanya kebetulan." Kemudian Azka masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu itu.
Dia kini duduk di tepi ranjang sambil menatap kedua tangannya. "Sebenarnya kekuatan apa yang aku rasakan barusan? Baru kali ini muncul dalam diriku. Tubuhku seperti dikuasai dan ingatanku memudar."
💞💞💞
Azka versi baru sudah up ya...
Jadikan favorit. Like dan komen ya biar rajin up... 🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
StAr 1086
mampir
2024-04-08
0
Mbuu Farhan
mampir Thor😍
2024-02-04
0
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Azka dari dunia lain 👻
2024-01-16
0