"Azkaaa ...." Amira berlari menghampiri Azka yang sudah terkapar di tengah jalan. Dia meraih kepala Azka yang telah berlumuran darah. "Azka, maafkan aku. Azka!"
Azka sudah tidak merespon sama sekali teriakan-teriakan Amira. Dia langsung tak sadarkan diri saat kepalanya terbentur aspal jalanan dengan keras.
Beberapa orang yang berada di lokasi sudah berkerumun dan juga ada beberapa teman-teman sekolah.
"Azka!" Setelah melihat kondisi Azka, Tio segera memanggil ambulance milik puskesmas yang berada di dekat sekolahnya agar membawa Azka ke rumah sakit dan segera mendapat penanganan.
Beberapa saat kemudian, tubuh Azka sudah berada di dalam ambulance bersama Amira yang menemani.
"Azka, seharusnya lo biarkan saja gue yang tertabrak. Kenapa sih selamatkan hidup gue segala. Biarkan gue saja yang kecelakaan," gumam Amira. Air matanya terus mengalir di pipinya karena luka di kepala Azka cukup parah.
Di belakang ambulance itu ada Tio dan juga Zain yang mengikuti dengan sepeda motornya.
Setelah sampai di depan rumah sakit, Azka segera masuk ke dalam IGD. Sedangkan Amira hanya bisa menunggu di depan IGD.
"Amira, gue sudah menghubungi kedua orang tua Azka," kata Tio.
Amira hanya terdiam. Dia tidak tahu bagaimana menjelaskan kepada kedua orang tua Azka. Apakah nanti orang tua Azka akan memarahinya dan menuntutnya karena semua ini adalah kesalahannya.
Amira juga menghubungi kedua orang tuanya dan menceritakan apa yang dia alami dengan isak tangisnya. Setelah mematikan panggilannya, Amira hanya menundukkan kepalanya menunggu dokter menangani Azka.
Beberapa saat kemudian kedua orang tua Azka yang bebarengan dengan kedua orang tua Amira sudah tiba di rumah sakit.
"Amira."
Seketika Amira memeluk mamanya dan semakin menangis. "Ma, ini semua salahku. Harusnya aku yang tertabrak."
"Iya, iya, semoga semua baik-baik saja."
Sedangkan Airin hanya memeluk suaminya sambil menangis. Bayangan-bayangan masa lalu tentang Azka kembali terlintas dibenaknya. Dia sangat takut kehilangan Azka. "Papa, aku takut sekali kalau Azka ...."
"Sssttt, sudah. Jangan berpikiran yang tidak-tidak. Semua pasti baik-baik saja," kata Revan berusaha menenangkan istrinya.
Beberapa saat kemudian Dokter yang menangani Azka keluar dan berbicara pada kedua orang tua Azka. "Dengan keluarga pasien?"
"Iya, kami kedua orang tua Azka."
"Ada pendarahan di otak putra Anda dan harus segera dilakukan operasi. Silakan urus administrasi dan surat persetujuannya."
"Baik, Dok." Revan segera mengurus semuanya dan meninggalkan Airin yang duduk dengan lemas di kursi tunggu.
Amira mendekati Airin dan duduk di sebelahnya. "Tante, maafkan saya. Ini semua salah saya. Seharusnya Azka tidak perlu menolong saya."
Airin memeluk Amira dan mengusap punggungnya. Dia sangat mengerti bagaimana perasaan Amira saat ini karena dulu dia pernah berada di posisi itu. "Jangan merasa bersalah. Ini kemauan Azka sendiri untuk menyelamatkan kamu."
"Tante tidak marah sama saya?"
"Tidak. Azka pasti punya alasan sendiri menyelamatkan kamu. Kita berdo'a saja, semoga operasi berjalan dengan lancar."
"Iya, pasti saya akan terus berdo'a untuk Azka."
...***...
Setelah operasi dilakukan, kondisi Azka semakin menurun dan Azka dinyatakan koma. Hal itu membuat kedua orang tua Azka semakin terpukul.
Airin dan Revan hanya menatap Azka yang lemah tak berdaya di atas brangkar dengan peralatan medis yang terpasang di tubuhnya.
Kejadian dua puluh tahun lalu seolah dejavu, dimana Azka di masa lalu Airin mengalami koma dan akhirnya tiada. Mengingat hal itu, Airin semakin menangis dan memeluk suaminya. "Aku tidak mau kejadian Azka terulang lagi."
"Sayang, itu tidak mungkin. Azka kita kuat."
"Tapi, kapan Azka sadar?"
"Sebentar lagi pasti sadar." Meskipun Revan sendiri juga tidak tahu bagaimana nasib Azka selanjutnya. Dia hanya bisa memberi keyakinan pada istrinya agar tidak larut dalam kesedihan.
Airin kini mendekati brankar Azka dan menggenggam tangan Azka. "Azka, cepat bangun sayang."
Tiba-tiba saja kedua mata Azka terbuka, dia duduk dengan cepat sambil menatap Airin.
"Azka ...." Airin tersenyum menatap Azka meski air mata itu masih terurai di pipinya. "Azka, akhirnya kamu sadar." Kemudian Airin memeluk tubuh Azka. "Mama takut sekali kehilangan kamu."
Azka hanya terdiam merasakan pelukan mamanya. "Mama .... Airin ...."
💞💞💞
Like dan komen ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
StAr 1086
yang bangun Azka yang mana nih....
2024-04-08
0
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
wah 🤔
2024-01-19
0
Karin Nurjayanto
kan kan kannnn,,, dn yg ini azka yg lamaaa,,
2024-01-14
1