BAB 3

"Vania, cepetan!" teriak Azka dari depan rumahnya. Dia sudah menaiki motornya dan menghidupkannya tapi adik satu-satunya itu belum juga keluar dari rumah. Usia mereka yang hanya terpaut satu tahun, membuat mereka selalu berada di dalam satu sekolah yang sama, bahkan banyak yang mengira mereka kembar karena wajah mereka berdua memang sangat mirip.

"Iya, Kak. Sabar, ih! Ini juga masih pagi." Vania memakai helmnya lalu naik ke boncengan kakaknya.

Azka segera melajukan motornya menuju sekolah. Tapi di tengah jalan, tiba-tiba ban motornya kempes. Azka menghentikan motornya dan memeriksa ban depan motornya. "Bannya kempes lagi!" Azka berdengus kesal lalu turun dari motornya dan menendang ban yang bocor itu. "Kesel banget kalau ban motor pagi-pagi udah kempes gini."

"Kenapa, Ka?" tanya Tio. Dia menghentikan motornya di dekat motor Azka.

"Ban motor gue bocor. Lo bonceng adik gue ya ke sekolah, biar gue tambal ban dulu," kata Azka sambil menahan stang motornya dengan kedua tangannya.

"Kak Azka nanti bisa terlambat," kata Vania.

"Nggak apa-apa. Aku bisa loncat pagar."

"Ayo, adik manis," kata Tio sambil tersenyum menatap Vania.

"Tio, awas kalau kamu ganggu Vania!"

"Oke, oke. Gue pastikan sampai di sekolah dengan selamat." Setelah Vania naik ke boncengannya, Tio segera melajukan motornya menuju sekolah.

Sedangkan Azka menuntun motornya menuju tempat tambal ban terdekat. Untunglah tambal ban itu telah buka. Dia menunggu motornya selesai sambil memainkan ponselnya.

"Sebentar lagi sudah masuk," gumam Azka.

Beberapa saat kemudian, ban motornya telah selesai ditambal. Setelah membayarnya, Azka segera menaiki motornya lalu melajukannya dengan kencang menuju sekolah.

Azka kini menghentikan motornya di depan gerbang sekolahnya yang telah tutup. "Baru juga telat lima menit tapi sudah ditutup."

Azka memutar motornya, dia melihat seorang gadis yang memakai seragam putih abu-abu sama sepertinya sedang berlari ke arahnya.

"Yah, pintu gerbangnya kok sudah ditutup," kata Amira dengan kesal.

Azka membuka kaca helmnya dan melihat gadis yang baru dia kenal semalam. "Amira."

Amira kini menatap Azka. "Azka ya? Lo sekolah di sini juga?" tanya Amira.

"Iya."

"Ini hari pertama gue masuk, aduh, gimana nih? Pak satpamnya baik gak ya?" Amira akan mendekati pos satpam tapi dicegah oleh Azka.

"Lo ikut gue saja. Kita lompat tembok pagar. Gak mungkin dibukain sama Pak Edi," kata Azka.

Amira terdiam sejenak untuk berpikir.

"Ya udahlah kalau lo gak mau ikut. Gue bisa lompat sendiri." Kemudian Azka melajukan motornya ke belakang sekolah.

"Azka tunggu!" Amira akhirnya mengikuti Azka ke belakang sekolah dan berhenti di dekat warung kopi yang biasa digunakan Azka nongkrong bersama teman-temannya sepulang sekolah.

"Bu, titip motor ya. Nanti sepulang sekolah aku ambil," kata Azka sambil membuka helmnya lalu turun dari motor.

"Oke."

Setelah mengunci motornya, Azka mendekati pagar yang cukup tinggi itu. Kemudian dia mengambil bangku dan menumpuknya. "Gue naik dulu, terus lo naik nanti gue bantu," kata Azka sambil menaiki bangku itu. Setelah sampai di atas tembok, dia mengulurkan tangannya untuk membantu Amira.

Amira ragu meraih tangan Azka, tapi jika dia tidak melompati pagar itu, dia tidak akan bisa masuk sekolah di hari pertamanya bersekolah di tempat itu. Akhirnya Amira meraih tangan Azka dan naik ke atas pagar itu.

"Sekarang gue turun dulu, nanti gue tangkap. Awas, jangan teriak biar Pak Bakri tidak dengar." Azka melompat terlebih dahulu tapi Amira masih saja duduk di atas tembok sambil menahan roknya agar tidak terbuka.

"Ayo, turun!" kata Azka dengan suara yang pelan.

Amira ragu untuk turun ke bawah, tapi tiba-tiba dia jatuh ke tubuh Azka tanpa aba-aba seperti ada yang menariknya.

Azka yang belum siap menerima tubuh Amira terjatuh ke tanah.

Amira yang berada di atas tubuh Azka meringis kesakitan melihat tangannya yang tergores tembok. "Yah, tangan gue berdarah."

"Aduh, itu cuma luka sedikit. Cepat turun dari atas gue berat tahu!"

Amira menganggukkan kepalanya, kemudian dia buru-buru turun dari tubuh Azka. Dia kembali menatap Azka, dan lagi Amira ketakutan melihat Azka. Dia segera berlari meninggalkan Azka menuju ruang guru.

"Aneh tuh anak, udah gue bantuin, gak bilang makasih malah lari ketakutan. Emangnya gue hantu." Azka mengibaskan celananya yang kotor terkena tanah, kemudian dia segera berlari menuju kelasnya.

Untunglah belum ada guru yang masuk ke dalam kelas meskipun do'a sebelum belajar sudah selesai.

Azka kini duduk di belakang Nadia sambil mengatur napasnya yang ngos-ngosan.

"Kirain bolos lo!" kata Tio.

"Ya untung saja waktunya keburu, biasa gue lompat pagar," kata Azka sambil mengeluarkan bukunya.

"Rambut kamu berantakan sekali." Nadia menata rambut Azka yang berantakan itu. "Sorry, kemarin aku tiba-tiba membatalkan acara kita padahal aku yang buat janji sama kamu."

"Iya, it's ok," kata Azka dengan singkat. Dia masih kesal dengan Nadia. Lain kali dia tidak akan mengiyakan ajakan Nadia jika akhirnya berujung batal secara sepihak.

Beberapa saat kemudian, Bu Rita selaku wali kelas mereka dan yang mengajar mereka di jam pertama masuk ke dalam kelas dengan seorang murid baru.

"Selamat pagi, anak-anak."

"Pagi, Bu," jawab mereka semua dengan serempak.

Azka hanya menatap Amira. Sebenarnya dia sangat penasaran kenapa Amira ketakutan setiap berada di dekatnya.

"Hari ini kalian kedatangan murid baru. Ayo, perkenalkan nama kamu."

Amira tersenyum mengedarkan pandangannya tapi senyumannya memudar saat melihat Azka. "Perkenalkan namaku Amira. Aku pindahan dari Banyuwangi. Salam kenal semua."

"Iya ...." jawab mereka semua dengan serempak. Terutama para buaya jantan yang merasa mendapat mangsa karena paras Amira memang cantik dengan tubuh yang proposional.

"Silakan duduk di bangku kosong itu," tunjuk Bu Rita pada bangku kosong yang berada di sebelah Azka.

Amira menganggukkan kepalanya kaku. Bangku itu memang kosong, tapi tidak bagi Amira. Dia melangkah dengan kaki yang berat lalu berdiri di dekat meja itu. Dia menatap bangku kosong itu dengan takut dan tangan yang gemetar.

"Kenapa?" tanya Azka yang membuat Amira terkejut.

Amira hanya menggelengkan kepalanya lalu duduk di bangku itu dengan terpaksa. Dia mengambil bukunya dan mulai menyimak pelajaran hari itu.

Azka melihat tangan Amira yang berdarah dan belum dibersihkan, lalu dia mengambil plester luka di tasnya dan meletakkan satu plester luka itu di meja Amira. "Buat luka di tangan lo," bisiknya.

Amira hanya mengambil plester luka itu tanpa berani menatap Azka.

Melihat gelagat ketakutan Amira, Azka mengambil ponselnya lalu melihat pantulan dirinya di kamera depan.

Kenapa Amira takut lihat gue? Emang wajah gue nakutin?

Kemudian Azka kembali menyimpan ponselnya dan menyimak pelajaran hari itu.

"Nanti lo bisa gak pindah dari samping gue. Gue takut sama lo," kata Amira dengan lirih.

Azka hanya menganggukkan kepalanya. Dia benar-benar tidak mengerti kenapa Amira selalu takut jika berada di dekatnya.

💞💞💞

Like dan komen ya...

Terpopuler

Comments

StAr 1086

StAr 1086

next

2024-04-08

0

White Rose

White Rose

Azka mantan emaknya ngintilin terus sih

2024-02-21

0

Beti Hartati

Beti Hartati

amira seperti nya bisa lihat hantu dh

2024-02-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!