"Nad, nanti kamu duduk di sebelah Amira saja. Biar aku duduk di belakang," kata Azka sambil memindah tasnya ke belakang.
Nadia hanya menganggukkan kepalanya dan memindahkan tasnya di samping Amira. "Hai, perkenalkan nama gue Nadia." Nadia mengulurkan tangannya mengajak Amira berkenalan.
"Amira," kata Amira sambil membalas uluran tangan Nadia.
"Lo sudah kenal sebelumnya sama Azka?" tanya Nadia.
"Kebetulan kita satu kompleks perumahan. Semalam gue sempat bertemu juga sama Azka. Hmm, lo mau nemenin gue ke kantin gak?" tanya Amira.
"Tentu saja, yuk!" Mereka berdua berdiri dan berjalan keluar dari kelas.
Saat berjalan menuju kantin, mereka berdua melihat ada keramaian di lapangan basket, lalu mereka mendekat dan melihat Azka yang sedang berseteru dengan teman tim basketnya.
"Azka, lo jangan sok jagoan! Siapa pemain inti yang mau lo geser kalau lo jadi pemain inti! Udah bagus lo menjadi pemain cadangan daripada lo keluar dari tim," kata Rendi. Dia teman dekat Ezra yang jelas tidak suka dengan Azka jika Azka mengungguli Ezra.
"Kalian semua itu buta, jelas-jelas kemarin Azka sangat hebat!" kata Tio membela Azka.
"Oke, kita buktikan saja!" Rendi melempar bola basket itu pada Azka sambil tertawa meremehkan Azka.
Azka menerima bola basket itu. Dia memantulkan bola basket itu beberapa kali lalu menembaknya ke ring, tapi tembakannya gagal.
"Satu kali gagal. Kemarin itu cuma kebetulan saja. Gue yakin, dia gak ada skill sama sekali. Dia pantasnya jadi kacung tim basket kita." Rendi kembali melempar bola basket itu pada Azka.
Keringat Azka sudah mengalir di pelipisnya. Dia semakin nervous ditantang seperti ini. Dia akui, skillnya bermain basket memang dibawa rata-rata teman-temannya. Dia kini menembak ke dalam ring tapi gagal lagi. Sampai ketiga kalinya dan gagal lagi. Dia semakin ditertawakan teman-teman yang lainnya.
"Penghuni bangku cadangan abadi mau maju ke tim inti. Mana bisa?"
Azka mengepalkan tangannya. Ingin dia membela dirinya sendiri tapi apa yang dikatakan teman-temannya itu memang benar. Dia kembali menangkap bola yang dilempar Tio.
"Gue yakin lo bisa!" kata Tio memberinya semangat.
Azka menatap ring basket itu. Beberapa temannya semakin bergerombol menyaksikannya. Tiba-tiba kekuatan itu kembali menguasai tubuhnya. Dia melempar bola basket itu dan tepat masuk ke dalam ring. Kemudian dia mengambil bola basket itu lagi dan memasukkannya lagi.
Dia tersenyum miring menatap Rendi. "Lo salah nantang gue!" Kemudian Azka membalikkan badannya sambil menyugar rambutnya.
"Itu Azka bukan sih?"
"Kenapa bisa keren banget gitu?" Teman-teman perempuannya terpesona dengan gaya keren Azka yang tiba-tiba berubah drastis.
Amira hanya mematung menatap Azka. Dia sama sekali tidak bisa melangkahkan kakinya pergi. Semua peristiwa itu sangat mencekam baginya. Apalagi saat Azka semakin mendekatinya.
"Amira ...."
Suara itu semakin membuatnya takut. Dia sedang berada di tengah keramaian tapi tubuhnya seolah tertarik masuk ke dalam ruang yang gelap dan hanya ada Azka di hadapannya. Detak jantungnya semakin cepat dan dadanya terasa sesak. Dia akan berteriak tapi mulutnya terkunci.
"Azka," tepukan tangan Nadia di bahu Azka membuat kondisi kembali normal seperti semula.
Amira segera membalikkan badannya dan mengusap keringat dingin yang mengalir di pelipisnya. Kemudian dia berlari meninggalkan lapangan basket.
"Nad, sebentar ya." Azka melepas tangan Nadia lalu berlari mengejar Amira. "Amira, apa yang lo lihat?" Azka menahan tangan Amira agar tidak pergi lagi.
Tapi Amira hanya menggelengkan kepalanya. "Gue gak lihat apa-apa."
"Amira, pasti ada sesuatu yang lo lihat. Kenapa lo selalu ketakutan lihat gue? Apa lo tahu apa yang terjadi sama gue barusan?" tanya Azka, karena hanya Amira yang menatapnya aneh di antara teman-temannya.
Amira masih saja menggelengkan kepalanya. Dia menarik tangannya lalu pergi meninggalkan Azka.
Azka kini duduk di dekat taman sambil mengusap wajahnya. Dia baru saja merasakan kekuatan itu lagi. Kekuatan yang mengambil alih tubuhnya dan mengendalikannya.
"Apa yang sebenarnya terjadi sama gue?"
Dia menatap kedua tangannya yang tiba-tiba menjadi hebat dalam sekejap dan semua itu diluar kendalinya.
"Azka ...."
Azka mencari suara itu. Dia menoleh ke belakang dan hanya ada pohon besar di taman itu. "Suara siapa?"
Tiba-tiba angin dingin bertiup menerpa tubuhnya. Entah mengapa firasatnya kali ini tidak enak. Kemudian Azka segera pergi dari tempat itu.
...***...
"Kak Azka, aku hari ini mau mengerjakan tugas di rumah Nia. Nanti aku pulang sendiri," kata Vania sepulang sekolah hari itu. Dia sengaja menemui kakaknya di depan kelas.
"Ya udah, selesai mengerjakan langsung pulang," pesan Azka.
"Oke." Vania membalikkan badannya dan berjalan cepat melewati koridor kelas tapi langkahnya berhenti saat melihat Ezra sedang berusaha mengemasi buku-bukunya yang terjatuh dari tas. Kaki Ezra yang masih sakit membuatnya kesulitan untuk berjongkok.
Vania segera membantu Ezra dan memasukkan buku-buku itu ke dalam tas. Setelah menutup resleting tas Ezra, dia juga membantu Ezra memakai tasnya.
"Makasih Van, gue bisa."
"Iya, Kak." Vania hanya tersenyum lalu melangkahkan kakinya jenjang meninggalkan Ezra.
Ezra hanya menatap punggung Vania yang kian menjauh.
"Ezra, gimana kaki lo?" tanya Azka yang kini berjalan di dekat Ezra.
"Hanya terkilir. Satu minggu lagi juga sudah sembuh. Untuk sementara latihan kita off dulu," kata Ezra sambil berjalan terpincang.
Azka tak menimpali perkataan Ezra. Latihan maupun tidak, baginya sama saja karena Ezra seringkali menjadikannya kacung saat latihan.
"Gue duluan," kata Azka sambil mendahuluinya ke tempat parkir. Dia mencari motor Nadia tapi sudah tidak ada di tempat parkir.
"Gue curiga sama Nadia, apa dia sudah bosan sama gue? Dia ada waktu sama gue kalau mendekati masa pertandingan saja dengan alasan mau membantu gue latihan. Mencurigakan."
Setelah berpikir sejenak, Azka berjalan keluar dari gerbang sekolahnya menuju ke belakang sekolah karena motornya masih terparkir di sana.
"Amira." Azka segera menyusul langkah kaki Amira saat melihat Amira berjalan seorang diri.
Amira terkejut saat Azka tiba-tiba berjalan di sampingnya. "Ada apa?"
"Ayo, bareng gue. Rumah kita kan dekat," tawar Azka.
Amira menggelengkan kepalanya dan mengalihkan pandangannya dari Azka.
"Amira, kenapa lo selalu takut tiap dekat sama gue? Apa ada sesuatu di diri gue?" tanya Azka sambil menahan tangan Amira.
Amira semakin ketakutan. Dia berusaha melepas tangannya. Kemudian dia berlari menyeberang jalan tanpa menoleh ke kiri dan kanan.
"Amira, awas!" Azka melihat mobil box melaju dengan kencang mendekati Amira. Dia segera berlari dan mendorong Amira.
Azka berhasil mendorong tubuh Amira tapi dia tidak berhasil menghindar dari tabrakan mobil box itu yang membuat kepalanya terbentur aspal cukup keras.
"Azkaaa ...."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
StAr 1086
kejadian azka dulu terulang sama Azka sekarang....
2024-04-08
0
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
waduh 😣
2024-01-19
0
Karin Nurjayanto
nahhh yg indigo disini amira, bisa jd setelah ini azka koma trus tubuhnya di huni azka hantu untuk memenangkan pertandingan basket, tp gk tau jg yaaa,,
2024-01-13
1