"Azka, kamu sedang apa? Boleh Mama masuk?" tanya Airin sambil mengetuk pintu kamar putranya sore hari itu.
"Iya, Ma." Azka membuka pintu kamarnya. Dia melihat mamanya sedang membawa sesuatu di dalam sebuah kardus.
"Mama lihat kamu muram saja sedari tadi. Ada apa? Bukannya kamu berhasil menunjukkan bahwa kamu bisa memenangkan pertandingan," kata Airin yang kini duduk di samping putranya di tepi ranjang.
"Apa menurut mama aku keluar saja dari tim basket sekolah?" tanya Azka. Setelah apa yang dia alami tadi siang, dia semakin ragu untuk bertahan di tim basket sekolahnya karena dia benar-benar merasa bukan dirinya sendiri yang memenangkan pertandingan itu.
"Kanapa? Bukannya kamu ingin menjadi pemain basket profesional. Kamu tadi sudah ikut bertanding dan berhasil memenangkannya, itu tandanya pemainan basket kamu semakin berkembang."
Azka hanya terdiam. Dia juga tidak bisa menjelaskan apa yang sudah dia alami.
Airin membuka satu kotak kardus itu lalu mengeluarkan satu kaos basket dengan nama Azka di punggung kaos itu.
"Azka? Ini punya siapa? Ini kan kaos basket timnas basket Indonesia. Tapi desain dan logo sponsor sepertinya sudah lama sekali." Azka meraih kaos basket yang masih tersimpan rapi itu. Dia kini menatapnya sambil meraba nama Azka di punggung kaos itu.
"Kaos ini sudah berumur dua puluh tahun," kata Airin yang membuat Azka terkejut. "Azka adalah sahabat Mama dan Papa. Dia seorang pemain basket yang hebat, tapi sayang sekali saat akan mewakili Indonesia bertanding di Spanyol, dia kecelakaan dan meninggal. Impiannya sudah berada di depan matanya, tapi dia sudah pergi untuk selamanya."
Kemudian Azka mengambil handban yang bertuliskan captain itu. "Dia kapten basket?"
Airin menganggukkan kepalanya. "Iya, selalu menjadi kapten basket sejak SMP."
"Kenapa Mama memberiku nama Azka? Apa Azka mantan Mama?"
Seketika Airin tertawa. "Iya, ada kisah spesial di masa lalu kita. Tapi selain itu, Mama ingin mewujudkan mimpi Azka."
"Mama, aku payah. Aku tidak bisa bermain basket." Azka kembali memasukkan barang-barang itu ke dalam kardus.
"Ya sudah, Mama tidak memaksa kamu. Tapi Mama yakin, kamu pasti bisa menjadi yang terhebat." Kemudian Airin meletakkan kardus itu di dekat meja belajar Azka. "Ini untuk kamu, sebagai motivasi."
Azka hanya menganggukkan kepalanya.
Setelah Mamanya keluar, Azka merebahkan dirinya dan menatap langit-langit kamarnya. "Menjadi pemain basket profesional," gumamnya lirih.
...***...
"Azkaaa ...." Teriakan dari para penonton semakin keras memenuhi GOR. Seorang kapten basket melewati musuhnya dengan mudah sambil memantulkan bola basketnya, lalu memasukkan bola basket itu tepat masuk ke dalam ring.
Berbagai penghargaan dan piala terus diraihnya. Alur cerita itu berjalan begitu cepat hingga akhirnya sebuah mobil menabrak tubuhnya dengan keras yang membuat tubuh itu terpental jauh dan semua gelap. Dunianya telah berakhir.
Azka terbangun dari tidur singkatnya. Dia menarik napas panjang dan menghembuskannya. Baru saja dia bermimpi tentang seorang pria bernama Azka. Apa dia Azka masa lalu mamanya?
Azka mengusap wajahnya lalu beranjak dari tempat tidur dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh wajahnya. "Apa pria dalam mimpi aku itu Azka yang Mama maksud?"
Setelah itu, dia keluar dari kamar mandi dan mengambil ponselnya. Ada sebuah pesan masuk dari Nadia.
Azka, kita ke taman yuk! Untuk merayakan keberhasilan kamu.
Tanpa pikir panjang Azka membalas pesan singkat itu dan mengiyakan ajakan Nadia. Dia segera berganti pakaian lalu memakai jaket bombernya. Dia sisir rambutnya singkat dan keluar dari kamar.
"Kak Azka mau kemana?" tanya Vania yang baru saja keluar dari kamarnya juga.
"Mau keluar sebentar." Azka menuruni tangga dengan cepat. "Papa, aku mau keluar sebentar," kata Azka berpamitan pada Papanya yang sedang berada di teras rumah.
"Mau kemana? Jangan pulang larut malam."
"Iya, Pa. Hanya ke taman sebentar." Azka menaiki motornya dan menghidupkannya, lalu dia mulai melajukan motornya meninggalkan halaman rumahnya. Dia melajukan motornya pelan untuk menikmati udara malam hari itu yang tidak begitu dingin.
Beberapa saat kemudian, dia telah sampai di taman yang berada di tengah kota. Dia memarkir motornya lalu masuk ke dalam taman itu. Dia berjalan menuju air mancur dan duduk di bangku taman seperti biasanya saat dia membuat janji dengan Nadia.
Sampai hampir sepuluh menit, Nadia tak juga datang. Azka mengambil ponselnya dan berniat menghubungi Nadia tapi ternyata Nadia sudah mengirim pesan singkat untuknya.
Maaf ya Azka, aku tidak jadi ke taman. Aku harus antar Mama.
Azka berdengus kesal. Tidak sekali dua kali Nadia seperti itu. Dia hanya membacanya tanpa membalasnya.
"Udah terlanjur ke sini. Males banget gue mau balik." Azka menyandarkan punggungnya sambil menatap air mancur yang bergerak tertiup angin dan terkadang membasahi wajahnya.
Beberapa saat kemudian, ada seorang gadis yang duduk di sampingnya dengan kasar. Azka hanya menatap wajah kesal gadis itu. Dari samping saja gadis itu terlihat cantik dengan memakai gaun floral selutut.
"Ih, pakai mati segala nih hp. Terus gue pulangnya gimana?"
Azka mengulurkan ponselnya pada gadis itu yang membuat gadis itu terkejut. "Pakai hp gue saja."
Gadis itu tak juga menerima ponsel Azka. Dia menggelengkan kepalanya dengan cepat lalu mengalihkan pandangannya dari Azka.
"Kenapa? Lo mau hubungi siapa?" tanya Azka.
"Sorry, gue gak tahu kalau lo ada di sini."
"Tidak apa-apa. Nih, lo pakai saja." Azka masih saja memberikan ponselnya pada gadis itu.
Gadis itu memberanikan diri menatap Azka. Berulang kali tatap matanya memandang ke sebelah Azka yang tidak ada siapa-siapa itu.
"Hei, lo lihat apa?" Azka menoleh ke samping tapi tidak ada apa-apa. "Nih, pakai saja. Tidak apa-apa."
"Lo ada aplikasi ojek online?" tanya gadis itu.
"Tidak ada. lo instal saja kalau butuh." Azka memberikan ponsel itu padanya.
Baru kali ini ada seorang pria yang percaya meminjamkan ponsel itu pada gadis yang baru dikenal. Dia menekan playstore tapi aplikasi ojek online itu tak juga berhasil dia instal karena ruang penyimpanan ponsel Azka penuh.
"Tidak bisa." Gadis itu mengembalikan ponsel Azka.
"Rumah lo dimana? Gue antar saja," kata Azka.
Gadis itu hanya terdiam tak menjawabnya. Dia kembali mengalihkan pandangannya.
"Gue gak akan macam-macam sama lo."
Gadis itu akhirnya menganggukkan kepalanya. "Gue tinggal di Perumahan Bulan Terang."
"Gue juga tinggal di sana. Lo di blok mana?" tanya Azka.
"Gue di blok F."
"Gue di blok E, depan blok F. Tapi gue gak pernah lihat lo."
"Gue baru pindah."
Azka mengulurkan tangannya dan mengajak gadis itu berkenalan. "Gue Azka."
Gadis itu ragu menjabat tangan Azka. "Gue Amira." Amira akhirnya menyentuh tangan Azka. Seketika angin dingin bertiup menerpa tubuhnya, buru-buru Amira melepaskan tangannya. Dia kini menatap takut Azka.
"Hey, kenapa?"
Amira hanya menggelengkan kepalanya. "Gue bisa pulang sendiri, terima kasih tawarannya." Kemudian Amira berlari meninggalkan Azka.
"Ck, aneh. Dia takut apa?" Azka melihat sekelilingnya lagi. "Ya, mungkin saja dia sudah punya pacar, sama kayak gue," gumam Azka kemudian dia berdiri dan pergi meninggalkan taman itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
StAr 1086
apa Amira bisa lihat hantunya Aska....
2024-04-08
1
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Pasti hp nya penuh dgn game 🤣🤣🤣
2024-01-16
0
Karin Nurjayanto
kasihan ymai azka yg sudh meninggl,, pdhal dia baik banget,
2024-01-12
1