Story Of My Life
Seorang gadis remaja cantik berpamitan dengan kedua orangtuanya di depan gerbang sekolah. Gadis itu memeluk keduanya sebentar, lalu masuk ke dalam sambil melambaikan tangan.
Dia berjalan mengelilingi gedung sambil membaca peta. Sesampainya di salah satu bangunan menjulang yang dia tuju, dia melihat ada seorang wanita dewasa duduk di meja dekat pintu. Dia pun menuju ke wanita itu.
"Permisi. Apa benar ini asrama sekolah?" tanya gadis itu.
Wanita itu memandang sang gadis sejenak, dia menjawab sambil tersenyum ramah, "Benar. Ada yang bisa dibantu?" katanya.
"Ah, syukurlah. Saya Anggraini Ochiana, murid baru. Kemarin saya mengajukan berkas untuk tinggal di asrama dan sudah disetujui. Saya disuruh langsung kemari untuk mengambil kunci kamar" jawab gadis itu.
"Oh, kamu yang kemarin. Biar saya lihat dulu. A.. A... An.. Anggraini.. Anggraini.. Ini dia. Kamu di lantai dua, koridor dua, kamar nomor 212 B. Mari saya antar" kata wanita itu.
Gadis itu mengikuti sambil membawa barang bawaannya yang tidak terlalu banyak. Hanya tas dan satu koper.
"Tadi nama kamu siapa? Kamu dari kota sebelah? Tinggal di sini sendiri?" tanya wanita itu.
"Saya Anggraini Ochiana, biasa dipanggil Ochia. Benar, saya dari kota sebelah. Baru pindah hari ini. Ibu dan ayah tinggal di rumah, makanya saya mengajukan berkas di asrama." jawab gadis itu.
"Oh begitu." kata wanita itu sambil memimpin jalan.
"Semoga kamu betah di sini."
Mereka berjalan dalam diam, kemudian wanita itu menjelaskan tentang sekolah,
"Sekolah kami menyediakan asrama terpisah. Wilayah timur merupakan tempat khusus perempuan, sedangkan Barat tempat laki-laki." ucapnya wanita itu.
"Di asrama khusus perempuan, kami memakai sistem dua orang satu kamar, jadi nanti kamu akan punya satu teman sekamar. Semua peraturan dan hal apa saja yang harus dilakukan selama tinggal di asrama tertempel jelas di sebelah pintu kamar masing-masing, juga di mading asrama"
"Setiap lorong ada lima kamar, satu dapur bersama dan satu ruang berkumpul. Untuk masing-masing kamar disediakan dua tempat tidur, dua meja belajar, dua lemari pakaian kecil, dan satu kamar mandi. Kebersihan dan kerapian ditanggung masing-masing siswa. Alat kebersihan setiap kamar diberi satu, jadi harap dibagi sendiri. Di asrama tidak ada kantin, tapi ada kantin sekolah. Jaraknya tidak terlalu jauh, berada di dekat halaman yang memisahkan dua asrama."
" Di asrama kami juga memakai sistem pemimpin atau ketua, sekretaris dan bendahara asrama. Setiap tiga bulan sekali akan ada pertemuan dan penilaian masing-masing kamar. Akan ada pengurangan dan penambahan nilai yang berguna untuk nilai akademis."
" Sepertinya cukup. Aku terlalu banyak bicara. Menjadi tua benar-benar melelahkan.
"Baiklah, ini dia kamarmu nomor 212 B. Ada yang kurang jelas? Ada yang ditanyakan?" tanya wanita itu.
"Saya rasa tidak." jawab gadis itu.
"Jika ada yang ditanyakan atau diperlukan, kamu bisa menghubungi atau mendatangiku dibawah. Kamu bisa memanggilku Ibu Melati dan untuk kontak ada di berkas yang kami berikan."
"Semoga kamu betah di sini. Anggap saja rumah sendiri. Kamu bisa menganggapku sebagai ibu dan teman-teman lain sebagai saudara. Kita satu asrama merupakan keluarga." katanya sambil tersenyum.
Kemudian wanita itu mengetuk pintu kamar. Seorang gadis manis berambut pendek keluar dan menatap kami.
"Bu Melati, ada apa?" tanya gadis itu.
"Kamu punya teman satu kamar sekarang. Dia dari kota sebelah. Kalian bisa saling berkenalan dan membagi tugas. Karena dia baru datang hari ini, kamu bantu dia berkeliling asrama. Juga laporkan pada ketua asrama. Jika tidak ada pertanyaan aku akan kembali. Semoga kalian betah dan akrab." ucap Bu Melati kemudian berjalan menjauhi kedua gadis itu.
Keduanya masuk ke dalam dan mengunci pintu.
" Halo salam kenal, nama aku Chika Rowena, biasa dipanggil Chika." ucap gadis berambut pendek itu.
"Namaku Anggraini Ochiana. Salam kenal." jawab gadis itu.
"Aku sangat senang memilikimu di sini. Sudah dua minggu aku sendirian. Beberapa teman ku berada di kamar lain. Beruntungnya kamu ada bersamaku, hehe." kata gadis bernama Chika itu.
"Aku juga senang." balas Ochia.
"Aku yakin Bu Melati sudah menjelaskan ini dan itu kepadamu. Jadi aku tak perlu mengulanginya. Kamu bisa beristirahat dan menata barang-barangmu. Sore nanti aku akan menemanimu melapor ke ketua asrama. Jadi nikmati waktumu" kata Chika.
"Baiklah. Aku ingin tidur sebentar. Aku lelah menempuh perjalanan tadi." jawab Ochia.
......................
Aku terbangun mendengar suara berisik di luar pintu. Aku membuka mataku, lalu keluar melihat apa yang terjadi.
"Chika. Ada apa?" tanyaku.
"Ochia. Maaf membangunkanmu. Mereka benar-benar berisik bukan. Ikut dengan kami, dan kekenalkan kamu dengan mereka." kata Chika sambil menarik tanganku mengikutinya.
Aku berjalan mengikuti dan sampai di ruangan. Sepertinya ini ruang berkumpul yang dikatakan Bu Melati tadi. Aku kemudian duduk mengikuti yang lain.
Setelah kuperhatikan, ada lima orang termasuk aku yang berada di sini.
"Baiklah, perkenalkan mereka berdua dari kamar tepat di sebelah kita 211 B, Dhira dan Lina." Chika menunjuk gadis berambut kuncir kuda dan satunya berponi.
"Dan yang ini namanya Freya. Dia di kamar 215 B." lanjut Chika mengenalkan gadis berambut panjang.
"Kalian semua perkenalan, ini teman satu kamarku yang baru. Namanya Ochia." kata Chika dengan bangga.
"Halo, salam kenal aku Dhira, kelas 10-2, kamar 211 B." kata gadis berambut kuncir kuda itu sambil menggenggam tanganku.
"Aku Lina 10-4. Salam kenal. Semoga kita bisa akrab." kata gadis berponi juga menggenggam tanganku.
"Aku Freya 10-3. Salam kenal" kata gadis berambut panjang.
"Namaku Anggraini Ochiana kelas 10-1. Salam kenal semuanya." kataku.
"Kamu juga 10-1? Wah, aku sungguh beruntung hari ini. Tidak hanya mendapat teman satu kamar. Teman satu kamarku juga teman satu ruang kelas. Wah sungguh beruntung memilikimu di sini, Ochia." kata Chika sambil memelukku erat.
"Ugh Chi-Chika, bi-bisa tolong lepaskan aku." Aku tidak bisa bernafas.
"Ups maaf, hehe. Aku terlalu senang." kata Chika dengan wajah tanpa dosa.
"Oh ngomong-ngomong, kamu sudah melapor ke ketua asrama Ochia?" tanya Lina.
"Belum sempat." kataku.
"Kamu harus segera melapor. Ketua asrama kita sangat mengerikan." kata Dhira.
"Benar hari itu aku berada di kamar saat dia patroli. Di depan pintu kamarku ada satu bungkus permen terjatuh. Hari itu dia langsung memarahiku dan teman sekamarku. Dia membentak kami, mengatakan kami jorok dan pemalas. Padahal saat itu kami hanya terburu-buru sehingga ada yang terjatuh saat membuang sampah. Aku dan Laras dihukum, didenda dan diberi pengurangan poin. Benar-benar mengerikan." kata Freya menceritakan pengalamannya.
"Aku dan Dhira datang ke asrama pada hari yang sama. Dhira langsung melapor, sedangkan aku yang saat itu masih sibuk belum sempat melapor. Aku masih sibuk membereskan barang dan melengkapi berkas, jadi aku melapor dua hari setelahnya. Kamu tau apa yang terjadi? Dia membentakku. Mengatakan aku orang yang tidak disiplin, tidak tertib dan tidak taat aturan. Aku diberi pengurangan poin saat itu juga. Huhuhu." cerita Lina sambil menangis memeluk Freya.
"Aku dibentak hanya karena lupa mematikan lampu. Saat itu Lina pulang ke rumahnya mengambil berkas. Dia juga mengurangi poinku." kata Dhira sedih.
"Dia benar-benar mengerikan. Kamu tau apa julukannya. Ular hitam. Kakak kelas yang memberikan nama itu." kata Chika.
"Kalau begitu, haruskah aku langsung melapor sekarang?" tanyaku sedikit cemas mendengar cerita mereka.
"Benar langsung saja. Daripada kamu kena denda. Kita belum resmi bersekolah tapi sudah diberi pengurangan poin. Sungguh mengerikan." kata Dhira.
"Baiklah. Aku pergi dulu." kataku beranjak.
"Ayo Ochia. Aku akan mengantarmu. Kamu belum tau tempatnya kan." kata Chika sambil menggandeng tanganku.
"Oh iya, kami mau memasak mi instan. Apa kamu mau Ochia?" tanya Freya.
"Tentu. Jika tidak merepotkan aku mau." jawabku.
"Kalian hanya menawari Ochia. Bagaimana denganku?" tanya Chika.
"Kau masak sendiri sana. Aku tak mau memasakkkanmu. Hari itu aku sudah memasakkkanmu, tapi kau masih menghabiskan milikku." kata Dhira.
"Apa maksdumu? kapan aku begitu?" tanya Chika mengelak dengan muka tidak bersalah.
"Kau juga menghabiskan macaroni yang aku bawa dari rumah untuk satu minggu. Aku tak mau memasakkanmu." kata Lina kesal
"Keterlaluan. Huhuhu" kata Chika sambil menangis.
"Masak sendiri ya masak sendiri. Memang kalian pikir hanya kalian yang bisa. Aku juga bisa masak, huh!" lanjut Chika kesal.
"Iya iya. Chika bisa masak" kata Freya sambil meledek Chika, membuat Chika mengembungkan pipinya, lucu.
"Hahahaha..." Mereka tertawa mengejek Chika.
"Keterlaluan! Ayo Ochia!" kata Chika marah, menjauh dari mereka.
...----------------...
"Ochia, apa rumahmu jauh? Dimana kamu tinggal?" tanya Chika.
"Aku dari desa S di kota sebelah. Jaraknya cukup jauh dari sini. Sekitar empat jam lebih menggunakan mobil." jawabku.
"Jadi kamu sendirian di kota ini." kata Chika.
"Benar sekali." jawabku.
"Menyedihkan. Tenang saja, kamu masih punya aku." kata Chika sambil memeluk pundahku.
"Oh ayolah. Aku bukan anak kecil" kataku.
"Ahaha.. Ini dia ruangan anggota pengurus asrama." kata Chika.
Dia lalu mengetuk pintu.
Seorang gadis tinggi berkacamata keluar membuka pintu, "Ada apa?" tanyanya.
"Uh, saya mau melapor. Saya Anggraini Ochiana, siswa baru. Hari ini mulai tinggal di asrama." kataku gugup.
"Masuklah!"perintahnya.
Gadis berkacamata itu memandangku sejenak lalu memandang Chika tajam, "Kau perlu apa?" tanyanya pada Chika.
"Uh ti-tidak. A-aku hanya mengantar Ochia. Aku tunggu di luar" kata Chika lalu menjauh dari pintu.
Aku masuk ke dalam. Di sana ada banyak barang dan benda, hampir seperti ruangan osis. Aku duduk di salah satu meja dan mengisi berkas. Sepertinya biografi, aku membaca seksama dan karena tidak ada yang aneh, aku mengisi semuanya. Setelah selesai menulis data, seorang kakak kelas lain mendekat membawa metelin. Dia lalu mengukur tubuhku, sepertinya untuk seragam.
"Baiklah. Seragam akan jadi dalam seminggu. Kau dapat mengambilnya dengan temanmu yang tadi. Kau boleh kembali." katanya kemudian.
"Baiklah terimakasih." kataku keluar dari ruangan itu.
Ceklek
Pintu terbuka dan aku melihat Chika masih di sana.
"Ayo kembali ke kamar." kataku.
"Sudahkah. Oh iya, kamu bawa handphone?" tanya Chika.
"Umm. Bawa. Kenapa?" tanyaku heran.
"Kenapa, apa maksudmu. Kita belum bertukar kontak. "kata Chika sambil menyerahkan handphone.
"Benar juga" kataku lalu menscan handphonenya.
Kami mengobrol sepanjang jalan. Chika menjelaskan tentang beberapa tempat yang kami lewati hingga sampai di ruang berkumpul. Kami lalu makan mi instan yang telah matang dan sesekali bercanda.
"Baiklah sudah malam. Kita harus tidur. Sampai jumpa besok." kata Lina.
"Bye semuanya." kata Freya.
"Sampai besok" jawabku.
Aku dan Chika masuk ke kamar. Chika langsung berbaring di kasur, sambil bermain handphone, sedangkan aku menuju kamar mandi mencuci kaki, wajah dan menggosok gigi.
Ceklek, "Kau tidak menggosok gigi?" tanyaku.
"Nanti dulu" jawab Chika.
"Baiklah. Selamat malam. Aku tidur duluan. Aku lelah" kataku sambil mematikan lampu.
"Tentu. Mimpi indah Ochia." kata Chika.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments