Seorang gadis remaja cantik berpamitan dengan kedua orangtuanya di depan gerbang sekolah. Gadis itu memeluk keduanya sebentar, lalu masuk ke dalam sambil melambaikan tangan.
Dia berjalan mengelilingi gedung sambil membaca peta. Sesampainya di salah satu bangunan menjulang yang dia tuju, dia melihat ada seorang wanita dewasa duduk di meja dekat pintu. Dia pun menuju ke wanita itu.
"Permisi. Apa benar ini asrama sekolah?" tanya gadis itu.
Wanita itu memandang sang gadis sejenak, dia menjawab sambil tersenyum ramah, "Benar. Ada yang bisa dibantu?" katanya.
"Ah, syukurlah. Saya Anggraini Ochiana, murid baru. Kemarin saya mengajukan berkas untuk tinggal di asrama dan sudah disetujui. Saya disuruh langsung kemari untuk mengambil kunci kamar" jawab gadis itu.
"Oh, kamu yang kemarin. Biar saya lihat dulu. A.. A... An.. Anggraini.. Anggraini.. Ini dia. Kamu di lantai dua, koridor dua, kamar nomor 212 B. Mari saya antar" kata wanita itu.
Gadis itu mengikuti sambil membawa barang bawaannya yang tidak terlalu banyak. Hanya tas dan satu koper.
"Tadi nama kamu siapa? Kamu dari kota sebelah? Tinggal di sini sendiri?" tanya wanita itu.
"Saya Anggraini Ochiana, biasa dipanggil Ochia. Benar, saya dari kota sebelah. Baru pindah hari ini. Ibu dan ayah tinggal di rumah, makanya saya mengajukan berkas di asrama." jawab gadis itu.
"Oh begitu." kata wanita itu sambil memimpin jalan.
"Semoga kamu betah di sini."
Mereka berjalan dalam diam, kemudian wanita itu menjelaskan tentang sekolah,
"Sekolah kami menyediakan asrama terpisah. Wilayah timur merupakan tempat khusus perempuan, sedangkan Barat tempat laki-laki." ucapnya wanita itu.
"Di asrama khusus perempuan, kami memakai sistem dua orang satu kamar, jadi nanti kamu akan punya satu teman sekamar. Semua peraturan dan hal apa saja yang harus dilakukan selama tinggal di asrama tertempel jelas di sebelah pintu kamar masing-masing, juga di mading asrama"
"Setiap lorong ada lima kamar, satu dapur bersama dan satu ruang berkumpul. Untuk masing-masing kamar disediakan dua tempat tidur, dua meja belajar, dua lemari pakaian kecil, dan satu kamar mandi. Kebersihan dan kerapian ditanggung masing-masing siswa. Alat kebersihan setiap kamar diberi satu, jadi harap dibagi sendiri. Di asrama tidak ada kantin, tapi ada kantin sekolah. Jaraknya tidak terlalu jauh, berada di dekat halaman yang memisahkan dua asrama."
" Di asrama kami juga memakai sistem pemimpin atau ketua, sekretaris dan bendahara asrama. Setiap tiga bulan sekali akan ada pertemuan dan penilaian masing-masing kamar. Akan ada pengurangan dan penambahan nilai yang berguna untuk nilai akademis."
" Sepertinya cukup. Aku terlalu banyak bicara. Menjadi tua benar-benar melelahkan.
"Baiklah, ini dia kamarmu nomor 212 B. Ada yang kurang jelas? Ada yang ditanyakan?" tanya wanita itu.
"Saya rasa tidak." jawab gadis itu.
"Jika ada yang ditanyakan atau diperlukan, kamu bisa menghubungi atau mendatangiku dibawah. Kamu bisa memanggilku Ibu Melati dan untuk kontak ada di berkas yang kami berikan."
"Semoga kamu betah di sini. Anggap saja rumah sendiri. Kamu bisa menganggapku sebagai ibu dan teman-teman lain sebagai saudara. Kita satu asrama merupakan keluarga." katanya sambil tersenyum.
Kemudian wanita itu mengetuk pintu kamar. Seorang gadis manis berambut pendek keluar dan menatap kami.
"Bu Melati, ada apa?" tanya gadis itu.
"Kamu punya teman satu kamar sekarang. Dia dari kota sebelah. Kalian bisa saling berkenalan dan membagi tugas. Karena dia baru datang hari ini, kamu bantu dia berkeliling asrama. Juga laporkan pada ketua asrama. Jika tidak ada pertanyaan aku akan kembali. Semoga kalian betah dan akrab." ucap Bu Melati kemudian berjalan menjauhi kedua gadis itu.
Keduanya masuk ke dalam dan mengunci pintu.
" Halo salam kenal, nama aku Chika Rowena, biasa dipanggil Chika." ucap gadis berambut pendek itu.
"Namaku Anggraini Ochiana. Salam kenal." jawab gadis itu.
"Aku sangat senang memilikimu di sini. Sudah dua minggu aku sendirian. Beberapa teman ku berada di kamar lain. Beruntungnya kamu ada bersamaku, hehe." kata gadis bernama Chika itu.
"Aku juga senang." balas Ochia.
"Aku yakin Bu Melati sudah menjelaskan ini dan itu kepadamu. Jadi aku tak perlu mengulanginya. Kamu bisa beristirahat dan menata barang-barangmu. Sore nanti aku akan menemanimu melapor ke ketua asrama. Jadi nikmati waktumu" kata Chika.
"Baiklah. Aku ingin tidur sebentar. Aku lelah menempuh perjalanan tadi." jawab Ochia.
......................
Aku terbangun mendengar suara berisik di luar pintu. Aku membuka mataku, lalu keluar melihat apa yang terjadi.
"Chika. Ada apa?" tanyaku.
"Ochia. Maaf membangunkanmu. Mereka benar-benar berisik bukan. Ikut dengan kami, dan kekenalkan kamu dengan mereka." kata Chika sambil menarik tanganku mengikutinya.
Aku berjalan mengikuti dan sampai di ruangan. Sepertinya ini ruang berkumpul yang dikatakan Bu Melati tadi. Aku kemudian duduk mengikuti yang lain.
Setelah kuperhatikan, ada lima orang termasuk aku yang berada di sini.
"Baiklah, perkenalkan mereka berdua dari kamar tepat di sebelah kita 211 B, Dhira dan Lina." Chika menunjuk gadis berambut kuncir kuda dan satunya berponi.
"Dan yang ini namanya Freya. Dia di kamar 215 B." lanjut Chika mengenalkan gadis berambut panjang.
"Kalian semua perkenalan, ini teman satu kamarku yang baru. Namanya Ochia." kata Chika dengan bangga.
"Halo, salam kenal aku Dhira, kelas 10-2, kamar 211 B." kata gadis berambut kuncir kuda itu sambil menggenggam tanganku.
"Aku Lina 10-4. Salam kenal. Semoga kita bisa akrab." kata gadis berponi juga menggenggam tanganku.
"Aku Freya 10-3. Salam kenal" kata gadis berambut panjang.
"Namaku Anggraini Ochiana kelas 10-1. Salam kenal semuanya." kataku.
"Kamu juga 10-1? Wah, aku sungguh beruntung hari ini. Tidak hanya mendapat teman satu kamar. Teman satu kamarku juga teman satu ruang kelas. Wah sungguh beruntung memilikimu di sini, Ochia." kata Chika sambil memelukku erat.
"Ugh Chi-Chika, bi-bisa tolong lepaskan aku." Aku tidak bisa bernafas.
"Ups maaf, hehe. Aku terlalu senang." kata Chika dengan wajah tanpa dosa.
"Oh ngomong-ngomong, kamu sudah melapor ke ketua asrama Ochia?" tanya Lina.
"Belum sempat." kataku.
"Kamu harus segera melapor. Ketua asrama kita sangat mengerikan." kata Dhira.
"Benar hari itu aku berada di kamar saat dia patroli. Di depan pintu kamarku ada satu bungkus permen terjatuh. Hari itu dia langsung memarahiku dan teman sekamarku. Dia membentak kami, mengatakan kami jorok dan pemalas. Padahal saat itu kami hanya terburu-buru sehingga ada yang terjatuh saat membuang sampah. Aku dan Laras dihukum, didenda dan diberi pengurangan poin. Benar-benar mengerikan." kata Freya menceritakan pengalamannya.
"Aku dan Dhira datang ke asrama pada hari yang sama. Dhira langsung melapor, sedangkan aku yang saat itu masih sibuk belum sempat melapor. Aku masih sibuk membereskan barang dan melengkapi berkas, jadi aku melapor dua hari setelahnya. Kamu tau apa yang terjadi? Dia membentakku. Mengatakan aku orang yang tidak disiplin, tidak tertib dan tidak taat aturan. Aku diberi pengurangan poin saat itu juga. Huhuhu." cerita Lina sambil menangis memeluk Freya.
"Aku dibentak hanya karena lupa mematikan lampu. Saat itu Lina pulang ke rumahnya mengambil berkas. Dia juga mengurangi poinku." kata Dhira sedih.
"Dia benar-benar mengerikan. Kamu tau apa julukannya. Ular hitam. Kakak kelas yang memberikan nama itu." kata Chika.
"Kalau begitu, haruskah aku langsung melapor sekarang?" tanyaku sedikit cemas mendengar cerita mereka.
"Benar langsung saja. Daripada kamu kena denda. Kita belum resmi bersekolah tapi sudah diberi pengurangan poin. Sungguh mengerikan." kata Dhira.
"Baiklah. Aku pergi dulu." kataku beranjak.
"Ayo Ochia. Aku akan mengantarmu. Kamu belum tau tempatnya kan." kata Chika sambil menggandeng tanganku.
"Oh iya, kami mau memasak mi instan. Apa kamu mau Ochia?" tanya Freya.
"Tentu. Jika tidak merepotkan aku mau." jawabku.
"Kalian hanya menawari Ochia. Bagaimana denganku?" tanya Chika.
"Kau masak sendiri sana. Aku tak mau memasakkkanmu. Hari itu aku sudah memasakkkanmu, tapi kau masih menghabiskan milikku." kata Dhira.
"Apa maksdumu? kapan aku begitu?" tanya Chika mengelak dengan muka tidak bersalah.
"Kau juga menghabiskan macaroni yang aku bawa dari rumah untuk satu minggu. Aku tak mau memasakkanmu." kata Lina kesal
"Keterlaluan. Huhuhu" kata Chika sambil menangis.
"Masak sendiri ya masak sendiri. Memang kalian pikir hanya kalian yang bisa. Aku juga bisa masak, huh!" lanjut Chika kesal.
"Iya iya. Chika bisa masak" kata Freya sambil meledek Chika, membuat Chika mengembungkan pipinya, lucu.
"Hahahaha..." Mereka tertawa mengejek Chika.
"Keterlaluan! Ayo Ochia!" kata Chika marah, menjauh dari mereka.
...----------------...
"Ochia, apa rumahmu jauh? Dimana kamu tinggal?" tanya Chika.
"Aku dari desa S di kota sebelah. Jaraknya cukup jauh dari sini. Sekitar empat jam lebih menggunakan mobil." jawabku.
"Jadi kamu sendirian di kota ini." kata Chika.
"Benar sekali." jawabku.
"Menyedihkan. Tenang saja, kamu masih punya aku." kata Chika sambil memeluk pundahku.
"Oh ayolah. Aku bukan anak kecil" kataku.
"Ahaha.. Ini dia ruangan anggota pengurus asrama." kata Chika.
Dia lalu mengetuk pintu.
Seorang gadis tinggi berkacamata keluar membuka pintu, "Ada apa?" tanyanya.
"Uh, saya mau melapor. Saya Anggraini Ochiana, siswa baru. Hari ini mulai tinggal di asrama." kataku gugup.
"Masuklah!"perintahnya.
Gadis berkacamata itu memandangku sejenak lalu memandang Chika tajam, "Kau perlu apa?" tanyanya pada Chika.
"Uh ti-tidak. A-aku hanya mengantar Ochia. Aku tunggu di luar" kata Chika lalu menjauh dari pintu.
Aku masuk ke dalam. Di sana ada banyak barang dan benda, hampir seperti ruangan osis. Aku duduk di salah satu meja dan mengisi berkas. Sepertinya biografi, aku membaca seksama dan karena tidak ada yang aneh, aku mengisi semuanya. Setelah selesai menulis data, seorang kakak kelas lain mendekat membawa metelin. Dia lalu mengukur tubuhku, sepertinya untuk seragam.
"Baiklah. Seragam akan jadi dalam seminggu. Kau dapat mengambilnya dengan temanmu yang tadi. Kau boleh kembali." katanya kemudian.
"Baiklah terimakasih." kataku keluar dari ruangan itu.
Ceklek
Pintu terbuka dan aku melihat Chika masih di sana.
"Ayo kembali ke kamar." kataku.
"Sudahkah. Oh iya, kamu bawa handphone?" tanya Chika.
"Umm. Bawa. Kenapa?" tanyaku heran.
"Kenapa, apa maksudmu. Kita belum bertukar kontak. "kata Chika sambil menyerahkan handphone.
"Benar juga" kataku lalu menscan handphonenya.
Kami mengobrol sepanjang jalan. Chika menjelaskan tentang beberapa tempat yang kami lewati hingga sampai di ruang berkumpul. Kami lalu makan mi instan yang telah matang dan sesekali bercanda.
"Baiklah sudah malam. Kita harus tidur. Sampai jumpa besok." kata Lina.
"Bye semuanya." kata Freya.
"Sampai besok" jawabku.
Aku dan Chika masuk ke kamar. Chika langsung berbaring di kasur, sambil bermain handphone, sedangkan aku menuju kamar mandi mencuci kaki, wajah dan menggosok gigi.
Ceklek, "Kau tidak menggosok gigi?" tanyaku.
"Nanti dulu" jawab Chika.
"Baiklah. Selamat malam. Aku tidur duluan. Aku lelah" kataku sambil mematikan lampu.
"Tentu. Mimpi indah Ochia." kata Chika.
...****************...
Sreek, sreek, sreek.. tuk. tuk... bruk..
Aku membuka mata mendengar suara yang entah apa itu. Aku mengerjapkan mataku, membiasakan cahaya dan mencoba mengumpulkan nyawa. Kulihat Chika sedang mengotak-atik barang bawaannya.
"Ugh. Jam berapa ini?" kataku sambil mengambil handphone.
"Eh! Ochia udah bangun. Maaf ya, aku bangunin kamu. Ini baru jam lima pagi sih." jawab Chika merasa bersalah.
Aku mencoba duduk, lalu merenggangkan ototku, "Kamu nyari apaan sih?",tanyaku.
Chika melihatku dengan mata memelas, kemudian menjawab, "Aku lupa bawa ikat rambut. Kemarin pas aku baca peraturan, hari pertama rambut harus diikat" katanya.
"Eh? Apa iya? Aku belum lihat." kataku sedikit heran.
"Iya. Nih kamu baca." kata Chika memperlihatkan handphonenya padaku.
"Aduh gimana dong. Nanti kalau engga pakai pasti dihukum, dapat pengurangan poin. Huhuhu. Gimana dong?" kata Chika memelas.
"Udah udah tenang. Seingatku aku punya beberapa ikat rambut. Bentar aku cariin dulu." jawabku menenangkan.
"Beneran? Makasih lho, Ochia. Untung ada kamu. Aku engga enak bangunin temen-temen yang lain. Huhuhu." kata Chika mendramatisir.
"Emm. Nah ini dia. Nih, buat kamu aja." kataku.
"Beneran Ochia? Makasih banget" balas Chika sembari memelukku erat.
"U-ugh. Chika. S-stop, stop! A-aku, aku, aku engga bisa nafas." kataku mencoba melepaskan.
"Hehe. Maaf." kata Chika tak merasa bersalah.
"Kamu udah mandi?" tanyaku.
"Belum. Ini mau mandi." jawab Chika.
"Yaudah. Kamu mandi duluan sana. Aku nyoba ngumpulin nyawa dulu." balasku.
"Oke." jawab Chika.
Chika lalu masuk ke kamar mandi. Tak lama kemudian terdengar suara air mengalir.
Aku mengambil handphoneku dan melihat-lihat postingan di sosial media. Lalu aku mengirim pesan untuk mama. Setengah jam kemudian, Chika keluar dari kamar mandi.
Ceklek.
"Um? Udah?" tanyaku.
"Udah, kamu mau mandi sekarang atau nanti?" balas Chika.
"Iya nih sekarang." kataku bergegas mengambil perlengkapan mandi.
......................
Satu jam kemudian Aku dan Chika selesai bersiap. Hari ini adalah hari pertama sekolah. Kami membawa tas sekolah dan baju olahraga lama. Kami keluar dari kamar, tak lupa mengunci pintu.
"Hai guys." kata Lina.
"Kalian udah siap? Nungguin kami?" tanya Chika.
"Engga. Kami nungguin Ochia, haha" jawab Dhira.
"Ngapain nungguin kamu, haha" lanjut Freya.
"Ih. Dasar jahat!" kata Chika, berjalan dengan menghentakkan kakinya.
"Hahaha.." Mereka tertawa meledek Chika, sungguh lucu persahabatan mereka.
Kami berjalan sambil sesekali bercerita menuju gedung sekolah. Lina sesekali menjelaskan beberapa bangunan padaku. Aku masih asing dengan tempat ini, tapi sudah memiliki beberapa gambaran.
Tak lama kemudian kami sampai di gedung pertemuan. Kami langsung mengambil tempat duduk, sedangkan aku menuju kearah lain. Sebenarnya aku diminta menjadi perwakilan kelas 10 untuk berpidato, tapi aku tidak mengatakan apapun pada teman-temanku.
Aku duduk di kursi paling kiri, dan disampingku sesuai kelas masing masing. Kulihat tempat duduk di sampingku masih kosong. Tak lama kemudian muncul seorang pemuda tampan, yang membuat para siswa berteriak kencang, menggila.
Aku melihat sekilas lalu mengabaikannya. Aku bisa bertanya pada Chika nanti, pikirku.
Upacara dimulai dengan kata sambutan dari Kepala sekolah, Ketua dewan sekolah, dilanjut perwakilan kelas 10, 11 dan 12.
Saat giliranku berpidato, jujur aku sedikit gugup. Aku bukan orang yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi, dan sejujurnya aku sedikit pemalu. Tapi aku berusaha menghilangkan kegugupanku.
Satu jam kemudian acara pembukaan selesai. Kami diminta untuk berganti seragam olahraga.
Setelah selesai, aku bergegas mencari teman-temanku. Seperti biasa mereka sangat berisik dan eksentrik. Saat sampai di depan mereka, mereka mulai membanjiriku dengan banyak pertanyaan.
"Ochia!!!" seru mereka bersmaan, membuat kami menjadi pusat perhatian.
"Ugh. Teman-teman. Jangan berteriak" kataku malu.
"Hehe, maaf. Ini salahmu sendiri. Kenapa kamu ngga bilang kamu yang jadi perwakilan kelas 10 buat pidato?" kata Chika.
"Benar. Masa kami sebagai sahabat engga tau apa-apa sih." lanjut Lina.
"Benar, kamu sungguh keterlaluan Ochia!" kata Freya.
"Ngomong-ngomong, bagaimana rasanya berpidato di depan banyak orang?" tanya Dhira
"Yah. Kamu bisa menebaknya. Aku sangat gugup. Sampai rasanya lututku mau copot." jawabku.
"Tapi tadi kamu hebat Ochia. Aku sungguh bangga padamu sebagai sahabat." kata Freya.
"Benarkah? Terimakasih, hehe" balasku.
"Eh iya, tadi kamu duduk di samping Senior kelas 11 yang keren itu kan, kamu sungguh beruntung." kata Lina tiba-tiba.
"Benar, siapa namanya? Aku lupa. Aku hanya ingat wajahnya saja." lanjut Dhira.
"Namanya Ki-..." perkataan Chika terpotong panggilan dari suara di tengah lapangan.
"Semua berkumpul!!!" ucap inspektur itu.
"Masing-masing berbaris menurut kelas dan ruangan." lanjut inspektur.
"Baiklah, hari ini kita akan mengadakan latihan kebugaran selama satu jam."
"Semuanya perhatian!!!"
"Jalan di tempat!!"
"Satu..dua... Satu... dua... Satu dua.. "
"Kiri kanan.. kiri kanan... kiri kanan... Berhenti!!!"
Bruk bruk bruk bruk bruk bruk.. suara kaki bersentuhan dengan tanah di lapangan.
......................
Tak terasa satu jam pun selesai. Kami diberi waktu istirahat setengah jam sebelum dilanjut acara berikutnya.
"Haa~ Panas~.." kata Lina sambil mengipas-ipas topinya.
"Sungguh~ Aku berharap hujan turun di saat seperti ini." lanjut Dhira.
"Mau beli ice?" tanya Chika.
"Aku malas bergerak." jawabku.
Kamipun terdiam.
Tiba-tiba seorang gadis datang menemui kami, "Freya mau ikut beli ice engga?" tanyanya.
"Kamu mau beli? Aku ikuut~" jawab Freya.
"Kalian mau ikut?" tanya Freya pada kami.
"Engga ah. Malas~" kataku.
"Aku juga. Cape banget." kata Dhira.
"Yaudah, sini nitip aku aja. Nanti aku beliin." kata Freya.
"Wah beneran? Makasih Freya." kata Lina.
"Makasih"
"Makasih, Freya."
Kami berempat duduk di bawah pohon sembari menunggu Freya kembali. Tak ada yang bersuara. Kami benar-benar kelelahan.
Lima menit kemudian, Freya datang membawa ice untuk kami. Kami lalu meminumnya sampai habis. Setelah itu kami berganti seragam.
Acara berikutnya adalah perkenalan. Kami diarahkan kembali menuju ruangan pertemuan. Ada beberapa guru, juga beberapa kakak senior yang berada di depan panggung. Aku ingat salah satunya adalah senior ketua dewan siswa yang ikut berpidato pagi tadi.
Mereka mulai memperkenalkan diri. Para guru tersebut adalah wali kelas kami. memberikan arahan sejenak mereka lalu kembali.
Sekarang giliran para senior. Senior-senior itu memakai ikat lengan di bajunya. Mereka mulai membicarakan maksud dan tujuan mereka. Ternyata mereka ketua klub. Mereka menjelaskan tentang kewajiban mengikuti setidaknya satu klub di sekolah.
Ada banyak klub di sekolah. Namun yang memberikan pengarahan hanya Ketua Dewan Sekolah dan sepuluh klub. Yang lain tidak datang.
Para senior memberikan kami sejenis brosur yang berisi berbagai klub dan kegiatannya. Itu sangat terperinci. Bahkan dibelakang brosur ada denah ruangan klub berada. Jadi kami tidak akan mudah tersesat.
Selesai para senior memberikan brosur, Ketua dewan kembali berbicara, "Yak! Saya ulangi lagi ya, saya Ketua Dewan Siswa tahun ini. Nama Putra Nugraha, kelas 12-3 angkatan 1029, ingat jangan sampai salah nama. Tapi kalian bebas mau manggil gimana."
"Saya cuma mau mengingatkan agar kalian segera memilih klub yang ingin dimasuki, kemudian menyerahkan ke wali kelas masing-masing. Jika ada yang berniat ikut Dewan siswa silahkan hubungi pihak kami di ruang Dewan. Itu saja. Sekian untuk semuanya. Kalian boleh kembali ke ruang kelas masing-masing. Terimakasih."
Kamipun langsung bubar. Beberapa siswa sudah berjalan menurut kelas masing-masing. Aku dan Chika langsung menuju 10-1, dan yang lain menuju kelas mereka.
Tak lama wali kelas kami datang dan memperkenalkan diri lagi.
"Baiklah semuanya, selamat datang di U Senior High School. Saya Annie Margareth, biasa dipanggil Bu Annie. Saya mengajar kelas bahasa inggris. Karena hari ini hari pertama saya belum berniat memberi pelajaran. Jadi kalian bisa berkenalan dan saling mengenal. Kalian bisa memilih pengurus kelas, dan nanti serahkan datanya pada saya. Semoga kalian nyaman dan betah di sekolah." kata bu Annie.
Bu Annie keluar meninggalkan kelas. Kami pun mulai berbicara dan berkenalan.
Seorang gadis maju ke depan dan meminta perhatian.
"Baiklah teman semua. Perkenalkan Namaku Hilda. Kita akan mulai saling berkenalan menyebutkan nama dan tanggal lahir, lalu setelahnya kita dapat melanjutkan pemilihan pengurus kelas. Jika ada yang ingin mencalonkan diri silahkan angkat tangan." katanya.
Kamipun mulai berdiskusi.
Satu jam kemudian, kami sudah memiliki calon pengurus. Ketua kelas kami adalah William dan wakilnya Allea. Hilda yang tadi memimpin pemilihan, terpilih sebagai sekretaris. Sedangkan bendaharanya adalah Chika. Aku ditawari menjadi ketua tapi tidak mau, jadi hanya sebagai menjadi anggota seksi.
"Baiklah sekarang kalian bisa memilih klub yang akan dimasuki. Kalian bisa mengisi data pengajuan klub, dan menyerahkan padaku." kata William.
Aku masih bingung harus masuk klub apa. Banyak sekali klub dan aku ingin masuk semuanya. Kulihat Chika sudah menulis beberapa klub yang ingin dia ikuti. Haa~ Aku bingung.
"Chika. Kamu mau ikut klub apa?" tanyaku.
"Ada banyak sih tapi yang pasti klub cheerleaders." jawab Chika.
"Emang ada klub cheerleaders?" tanyaku.
"Ada kok, hehe." jawab Chika.
"Terus apalagi?" tanyaku.
"Berkebun, klub musik terus.. " kata Chika sambil berfikir.
"Aku masih bingung. Tapi aku ingin ikut Dewan sekolah." kataku.
"Hooo. Itu bagus juga. Ada yang lain?" tanyanya.
"Aku ingin menyesuaikan jadwal. Klub basket, Klub drama sepertinya seru. Terus sama klub karate. Itu tidak bertabrakan." jawabku.
"Benar begitu saja. Aku juga ingin ikut klub drama, kita bisa masuk bersama." kata Chika.
"Baiklah kalau begitu."
Aku menulis dewan siswa dan tiga klub. Yah semoga lancar.
......................
Kelas masih kosong sampai jam berikutnya. Jadi kami berkenalan dan mengobrol.
Seorang gadis dibelakang melakukan menepukku, "Kamu Ochia kan? Salam kenal aku Leona dan dia Azzara. Semoga kita bisa akrab ya." katanya.
"Benar aku Ochia. Salam kenal juga." balasku.
"Tadi kamu sungguh keren saat dipanggung" kata Azzara.
"Benar aku takjub perwakilan kelas 10 berasal dari kelas kita." kata Leona.
Aku malu mendengar mereka, "Makasih,hehe." kataku.
Kami lanjut mengobrol sampai tak terasa waktu berjalan.
Pukul 15.00 bell sekolah berbunyi. Kami semua bubar menuju rumah masing-masing.
Aku, Chika, Leona dan Azzara berjalan keluar bersamaan sambil sesekali mengobrol.
"Kalian berdua tinggal di asrama ya?" tanya Leona.
"Benar. Rumahku jauh jadi aku tinggal di asrama." jawabku.
"Aku tak terlalu jauh dibanding Ochia, tapi kalau perjalanan pulang pergi lumayan memakan waktu." balas Chika.
"Rumah kami tidak terlalu jauh. Kapan-kapan kalau kalian mau ayo main ke rumahku." kata Leona.
"Tentu." jawabku dan Chika serempak.
Tak terasa kami sampai di gerbang sekolah.
"Baiklah. Sampai besok teman-teman. Bye Leona. Bye Azzara." kataku.
"Bye Ochia, bye Chika." balas Leona.
"Bye kalian semua, sampai besok." balas Azzara.
"Bye bye.. " kata Chika.
Hari ini sungguh lelah. Tapi juga menyenangkan. Semoga besok dapat menyenangkan juga. Aku tertidur karena kelelahan.
...****************...
Pagi itu Ochia dan Chika berniat berangkat ke sekolah lebih awal. Setelah bersiap, mereka menghubungi sahabat mereka, memberitahu agar tidak perlu menunggu.
Mereka berjalan beriringan sembari bercanda dan bercerita. Ochia melihat jam ditangannya. Waktu baru menunjukkan pukul 06.00, masih terlalu pagi. Kelas pertama dimulai pukul 07.30, karena itu mereka mencoba melihat-lihat sekolah, menyesuaikan diri.
Tujuan pertama mereka adalah kantin. Mereka berjalan sembari sesekali melihat beberapa tanaman dan bangunan. Sungguh sekolah yang sangat megah.
Sesampainya di kantin, ada beberapa orang yang sedang makan. Para senior dan juga guru. Mereka segera memesaan makanan dan bergegas mencari tempat duduk.
Ada wajah familiar di salah satu dari orang yang makan. Dia adalah ketua dewan sekolah. Ternyata dia juga tinggal di asrama sama seperti mereka.
Ochia ingin menyapa, namun dia tak berani. Dia belum terlalu mengenal ketua dewan itu. Selain itu, Ketua sedang bersama dengan teman-temannya.
Tiba-tiba Chika berjalan mendekati Ketua Dewan, "Ketua senior. Ketua sarapan di sini juga." kata Chika dengan nada ceria.
Ketua dan teman-temannya mendongak melihat Ochia dan Chika, lalu ketua menjawab pelan, "Yah. begitulah. Kalian sendiri juga sarapan di sini?" balas ketua.
"Biasanya kami masak sendiri, tapi kemarin kami kelelahan sehingga bangun kesiangan. Karena itu kami belum sempat memasak. Solusi satu-satunya ya beli di sini." jawab Chika sambil tersenyum.
"Sepertinya kalian sudah akrab dengan sekolah ini? Kalian bahkan bisa sampai di kantin ini." kata ketua dewan.
" Sebenarnya masih belum. Tapi kantin adalah tempat nomor satu untuk dituju. Jadi tentu saja harus hafal, haha." balas Chika.
Ochia hanya mendengar percakapan antar keduanya. Sebenarnya dia sedikit lelah karena sejak tadi mereka masih berdiri. Tapi dia diam saja, tak berani menyela.
"Kalian duduk di sini saja bersama kami." kata teman ketua dewan tiba-tiba. Sepertinya menyadari keadaan Ochia.
"Bolehkah? Kalau begitu terimakasih." jawab Ochia.
"Kau yang kemarin mewakili kelas 10 kan. Siapa namamu?" tanya teman ketua dewan yang lain.
"Em, benar. Saya Anggraini Ochiana. Biasa dipanggil Ochia." jawab Ochia.
"Kau lumayan juga. Kemarin lancar dan tidak terlihat gugup sama sekali. Nugi sampai tak henti-hentinya membicarakanmu. Hahaha." kata senior itu.
"Nugi?" kata Ochia.
"Maaf senior, siapa Nugi?" tanya Chika.
"Oh kalian belum tau. Nugi itu nama panggilan Ketua dewan kita. Sejak kecil dia berteman denganku. Karena aku kesulitan memanggilnya nugraha atau nugra, aku memberi julukan Nugi. Panggilan yang mudah diingat dan mudah diucapkan. Tapi aku tak menyangka yang lain ikut memanggilnya Nugi juga, hahaha." kata senior itu menjelaskan.
"Nama panggilan yang lucu." kata Ochia spontan.
"Wkwk dengar itu Nugi. Dia memujimu lucu, hahaha" kata senior satunya.
Mendengar ucapan senior itu membuatku malu. Chika yang ikut mendengarkan hanya tersenyum meledek, sedangkan ketua dewan diam tidak menanggapi.
"Oh benar aku belum memperkenalkan diri. Namaku Riku dan dia Diaz." kata senior teman ketua dewan itu.
"Aku Chika, dan ini Ochia. Salam kenal senior." balas Chika.
"Baiklah, aku sudah selesai. Kalian mau lanjut di sini atau ikut aku kembali." kata Ketua Dewan sembari membereskan tempat makan miliknya.
"Kami ikut~." balas senior Riku.
"Sampai jumpa lagi, Ochia, Chika." kata senior Diaz.
"Iya senior." jawab Chika.
Melihat para senior pergi Ochia mulai berbicara pada Chika, "Kamu sungguh pemberani Chika, sangat berbeda denganku" kata Ochia tiba-tiba.
"Kenapa?" tanya Chika.
"Yah, padahal kamu ngga kenal sama para senior itu, tapi kamu bisa ngobrol santai sama mereka." kata Ochia.
"Umm. Mungkin emang udah sifat aku gitu sih. Meskipun sekarang engga kenal, kan nanti bisa kenal juga." balas Chika.
Ochia hanya diam tidak menjawab. Dalam pikirannya dia membenarkan tapi juga tak bisa menyamakan dengan dirinya.
Mereka melanjutkan sarapan tanpa suara.
Selesai sarapan waktu baru menunjukkan pukul 06.30, masih satu jam lagi. Mereka memutuskan untuk melihat-lihat sekolah. Berjalan dan terus berjalan, mereka sampai di perpustakaan sekolah. Mereka memutuskan untuk singgah dan membaca buku sambil menghabiskan waktu.
...----------------...
Ding. ding. ding.. ding... Ding. ding.. ding. ding..
Bel masuk berbunyi, Aku dan Chika segera mengembalikan buku dan bergegas menuju kelas. Kelas kami berada di lantai pertama, sedangkan perpustakaan di lantai dua. Kami berjalan cepat agar tidak terlambat.
Beruntung kami tiba sebelum guru memasuki ruangan. Kami langsung menuju meja masing-masing dan mempersiapkan diri memulai pelajaran.
"Kalian dari mana saja? Kenapa baru datang?" tanya Azzara.
"Kami dari perpustakaan. Terlalu fokus membaca sampai lupa waktu, hehe." jawabku.
"Gurunya belum datang kan?" tanya Chika.
"Kalian tenang saja, gurunya belum datang. Tadi aku dengar dari kelas sebelah ada pertemuan guru sebentar, jadi kita bebas sekarang." jawab Leona.
"Eh ngomong-ngomong, kalian jadinya ikut klub apa?" tanya Azzara tiba-tiba.
"Aku yang pasti cheerleaders, pilihan kedua musik, tapi pengen berkebun juga. Drama bareng Ochia kelihatannya juga seru." jawab Chika.
"Aku kemarin nyoba mendaftar ikut Dewan Siswa tapi belum ada pemberitahuan, moga aja bisa masuk. Katanya persaingan masuk Dewan Siswa cukup ketat." kataku.
"Benar, dari kelas kita ada Hilda yang udah pasti daftar juga. Yang lainnya aku belum tau, belum nanya." balas Leona.
"Kalian sendiri mau ikut klub apa?" tanya Chika.
"Aku mau ikut klub musik." jawab Azzara.
"Kalau aku ikut klub Volley." kata Leona.
"Ikut satu klub doang?" tanyaku.
"Iya kami belum memutuskan. Tapi yang jelas baru satu klub yang kami tuju." jawab Leona.
"Tapi aku dengar klub mading cukup bagus juga. Aku suka update berita, hehehe." kata Azzara.
"Yaudah daftar aja. Pendaftaran klub terakhir masih besok kok." kataku meyakinkan.
"Nanti deh aku nyoba daftar. Tetangga aku kebetulan salah satu anggotanya. Istirahat nanti aku mau ke kelasnya buat nanya tentang klub mading." balas Azzara.
"Yup. Makin banyak klub makin bagus. Kita jadi makin banyak pengalaman, haha." kata Chika.
Pintu kelas dibuka dan muncullah seorang pria dewasa. Kami satu kelas kembali ke tempat masing-masing untuk memulai pelajaran. Beliau memperkenalkan diri dan mulai pelajaran. Beliau adalah guru sejarah.
Akankah beliau akan mendongeng seperti guru Junior High Schoolku? Semoga saja tidak.
......................
Ding. ding.. ding. ding.. ding.. ding... ding.. ding...
Bel pergantian pelajaran berbunyi. Pak guru albert menjelaskan tentang sejarah dengan ceria. Kami satu kelas menikmati pelajaran dan tak ada yang mengantuk.
Kami mengikuti pelajaran berikutnya dengan tertib. Aku senang karena guru-guru di sini mengajar dengan cara yang menyenangkan dan tidak monoton. Semua pelajaran dapat keterima dengan baik berkat para guru.
Pagi hari ini ada empat mata pelajaran dan empat guru sudah kami ketahui namanya. Aku juga mulai akrab dengan teman satu kelasku dan ini menyenangkan.
Ding. ding. ding. ding.. ding. ding.. ding ding...
Akhirnya waktu makan siang. Bu guru mengakhiri pelajaran dan melangkah keluar pintu diikuti beberapa teman satu kelasku. Para laki-laki berebut ingin segera keluar, sepertinya mereka kelaparan.
Aku dan Chika menunggu sepi baru keluar menuju kantin sekolah. Aku malas jika harus berebut. Lebih baik menunggu luang saja.
Setelah kelihatan tidak ramai aku dan Chika langsung menuju ke kantin dan membeli makan siang. Aku memesan Nasi kare, sedangkan Chika membeli nasi goreng. Kantin sekolah menyediakan bermacam-macam menu, sehingga para siswa tidak cepat bosan.
Kami langsung mencari tempat duduk dan menghabiskannya. Kami makan terpisah dari Dhira, Lina dan Freya. Mereka makan bersma teman sekelas masing-masing.
Aku membawa air minum dari asrama untuk sedikit berhemat, tapi rasanya ada yang kurang. Aku ingin minum yang manis-manis.
"Chika mau beli minum engga?" tanyaku.
"Aku bawa minum kok." jawab Chika.
"Aku pengen beli jus coklat nih. Kamu mau beli engga?" tanyaku lagi.
"Err. Engga deh kamu aja. Aku tungguin kamu di sini." jawab Chika.
"Beneran? Oke. Bentar ya." kataku.
Aku segera membeli jus coklat. Tapi, di jalan kembali aku dihadang tiga orang senior. Aku sedikit takut melihat mereka. Seingatku aku tidak pernah berbuat salah, kenapa aku dihadang begini.
"Kau Ochiana kan? Yang acara pembukaan sekolah kemarin menjadi perwakilan kelas 10?" tanya senior laki-laki yang sangat tinggi dan besar dengan nada mengintimidasi.
"Umm. Be-benar. Ada apa kak?" balasku sedikit grogi.
plak!!
Mendengar suara keras aku melihat mereka. Salah satu senior perempuan memukul senior laki-laki tadi, "Jangan kasar Sam! Kau menakutinya!" kata senior perempuan itu.
Seorang lagi hanya berdecak sebal, menatap sinis senior laki-laki yang dipanggil Sam itu.
"Kami tak bermaksud menakutimu. Namaku Yuuki. Kami anggota dari klub multimedia." kata senior yang berdecak itu.
Senior perempuan yang memukul tadi lalu menggenggam tanganku dengan erat kemudian berkata, "Ochiana! Ikutlah dengan kami!"
Mendengar itu aku kebingungan. Apa maksudnya? Ikut dengan kami? Ikut apa? pikirku.
"Kyara, katakan dengan jelas! Dia tidak mengerti" kata senior Yuuki.
"Ekhm! Sebenarnya sekarang ini klub Multimedia sedang krisis anggota. Setelah kakak kelas sebelumnya lulus, hanya kami bertiga yang tersisa. Aku dari kelas 11 dan mereka kelas 12. Kami sudah mencoba merekrut anggota baru tapi tak ada yang mau. Guru pembimbing mengatakan akan membubarkan klub multimedia jika tak ada anggota minimal lima orang." kata senior Yuuki menjelaskan.
"Karena itu bisa kau membantu kami?" tanya senior Yuuki padaku.
"Tapi, kenapa aku aku senior? Kan ada banyak siswa yang lain." tanyaku heran.
"Karena kau adalah siswa yang menonjol setelah menjadi perwakilan kelas 10 kemarin. Jika kau ikut masuk klub kami, pasti beberapa siswa yang tertarik padamu ikut masuk. Sekali dayung dua pulau terlewati, hahaha." jawab senior bernama Sam itu.
"Tapi aku sudah mendaftar banyak klub." kataku.
"Sistem sekolah ini mengizinkan siswa untuk berpartisipasi dalam banyak klub. Jadi kau bisa mencobanya." balas senior Yuuki.
"Karena itu tolonglah Ochiana. Hanya kau harapan kami." kata senior Kyara dengan muka memelas.
Aku tak tega melihatnya tapi aku sudah mendaftar banyak klub. Masih bisakah menambah satu lagi?
"Ee, itu.. " kataku ragu.
Senior Yuuki melihat jam tangannya, "Masih setengah jam sebelum pelajaran selanjutnya. Mau ikut kami melihat ruang klub?" tanyanya.
Melihat wajah mereka, akupun mengiyakan. Aku menemui Chika dan menceritakan semuanya. Chika memutuskan ikut denganku melihat ruang klub Multimedia.
Ruang Multimedia terletak di lantai tiga di ujung lorong. Pantas saja banyak yang menolak, pasti alasannya karena jarak yang jauh untuk datang ke ruang klub.
Kami masuk ke dalam dan melihat-lihat. Di dalamnya banyak berceceran benda-benda. Sepertinya kebanyakan karya dari para anggota terdahulu. Kulihat ada brosur, print gambar, lukisan dan beberapa gelas yang dicetak gambar. Menurutku klub Multimedia sangat kreatif.
Aku melihat mengelilingi ruangan, dan menemukan kamera tergeletak. Dari kecil aku suka memotret benda-benda dan pemandangan di sekitar. Dan menurutku hasil potretku lumayan.
Aku melihat apa saja isi kamera itu dan menemukan banyak hal di dalamnya. Ada foto para senior anggota klub, ada foto saat pembuatan karya, dan ada foto hasil karya.
Semua menunjukkan ketekunan dan keceriaan. Aku menjadi bersemangat melihatnya. Kulihat para senior menatapku dengan penuh rasa berharap. Haruskah aku ikut klub ini?
"Senior, aku mungkin bisa ikut klub Multimedia. Jika jadwalnya tidak bersamaan dengan klub lain yang akan kuikuti, aku akan masuk klub." kataku akhirnya.
"Benarkah? Kita masih harus menunggu besok untuk mengetahui jadwal klub. Besok saat sudah ada jadwalnya akan kuberitahukan padamu." kata senior Yuuki.
"Bagaimana denganmu Chika. Kau mau masuk klub Multimedia juga?" tanya senior Kyara.
"Aku bisa ikut kalau jadwalnya tidak bertabrakan dengan yang lain senior." balas Chika.
"Bagus kalau begitu. Em, aku lupa memperkenalkan diri, aku Kyara ketua klub Multimedia, kalian bisa memanggilku kak Kyara, begitu juga dengan mereka berdua. Panggil kak saja biar akrab." kata senior Kyara.
Kami mengangguk mengiyakan ucapan kak Kyara.
"Baiklah kalian bisa kembali. Pelajaran berikutnya segera dimulai" kata kak Sam.
"Baiklah kami permisi." balas Chika.
Kamipun keluar dan menuju ke kelas mengikuti pelajaran sampai habis.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Keesokan harinya Bu Annie yang mengajar kami. Beliau datang membawa selembar kertas.
"Ini adalah daftar buku yang kalian butuhkan. Kalian bisa mengambilnya di ruang tata usaha secara bergiliran. Kalian cacat apa saja yang kalian butuhkan, lalu setelah mengambil buku kalian tulis sudah di samping catatan kalian. Setelah itu kumpulkan ke ketua kelas dan serahkan ke bu guru. Kalian mengerti." jelas Bu Annie.
"Mengerti bu!" jawab kami serempak.
"Sekertaris ambil dan catat di depan. Ibu tinggal dulu." kata bu Annie meninggalkan kelas.
Kami mencatat dan setelahnya menuju ruang tata usaha bergiliran mengambil buku.
Setelah selesai mengambil buku kami menamai dan melihat-lihat isi di dalamnya sambil menunggu Bu Annie kembali.
Tok tok, suara ketukan jendela mengalihkan perhatianku. Kulihat ada kak Kyara di luar. Dia mengisyaratkan agar aku keluar menemuinya.
Akupun keluar, "Ada apa kak?" tanyaku.
"Jeng jeng jeng! Lihat ini. Jadwal kegiatan Klub sudah ada. Kau bisa melihatnya bersama Chika. Nanti kabari aku saat istirahat. Aku kembali dulu, guru kami hari ini sangat galak." kata kak Kyara menyerahkan kertas jadwal dan langsung berlari keatas.
Aku melihat sejenak lalu masuk ke dalam.
"Ada apa Ochia?" tanya Leona melihatku keluar.
"Ini dari kak Kyara. Katanya jadwal kegiatan Klub." jawabku.
"Oh begitu" balas Leona.
Aku kembali ke tempat dudukku dan memanggil Chika. Aku menunjukkan kertas itu padanya.
"Ini jadwal klub?" tanyanya.
"Iya. Mau lihat bersama." kataku.
"Tentu." balas Chika.
"Hari senin Perkumpulan anggota dewan, membaca, musik. Hari selasa Volley, sepakbola, Basket, baseball, tenis, Cheerleaders. Kamu jadi masuk klub musik dan Cheerleaders?" kataku.
"Iya jadi. Berarti hari senin, selasa aku ada kegiatan Klub. Kamu gimana? Lolos masuk Dewan Siswa?" balas Chika.
"Aku sangat beryukur Chika. Tadi aku dapat pesan katanya aku lolos. Pelantikan resmi hari senin nanti." jawabku.
"Syukurlah." kata Chika.
"Em. Berikutnya hari rabu klub memasak, Karate, anggar, debat, mading. Hari kamis klub melukis, PMR, bahasa, Multimedia, Berkebun. Hari jumat renang, pecinta alam(dua minggu sekali) dan drama." aku lanjut membacakan.
"Jadi aku ikut klub di hari senin, selasa, kamis dan jumat. Aku free hari rabu." kata Chika.
"Iya. Aku... Full, All day. Dari senin sampai jumat ada semua. Apa aku sanggup." kataku syok melihat jadwal.
"Tenang saja. Pasti sanggup. Eh?!.. Jadi aku engga bisa ikut kamu di klub multimedia dong. Terus gimana sama anggota terakhir?" tanya Chika.
"Aku belum tau. Moga aja para kakak kelas udah nemuin anggota lain " balasku.
......................
Waktu istirahat aku datang ke klub Multimedia mengkonfirmasi keikutsertaanku. Aku mengetuk tiga kali dan pintu terbuka menampilkan kak Sam yang menjulang tinggi. Aku masih belum terbiasa dengan tinggi dan besarnya.
"Oh Ochia datang. Hey guys, Ochia datang!" kata kak Sam.
"Ochia.. syukurlah kau datang. Tunggu.. kau datang sendiri? Mana Chika?" tanya kak Kyara.
"Maaf kak, Chika ngga bisa ikut klub. Dia ikut klub bekebun dan hari itu bersamaan dengan klub multimedia." kataku.
"Astaga! Kita harus gimana? Kita kurang satu anggota." kata kak Kyara panik.
Aku menggeleng pelan. Tak tau bagaimana.
"Teman-temanku juga tidak ada yang mau saat kutanya mau masuk klub Multimedia atau tidak." kataku.
"Padahal kita akhirnya mendapatkan Ochiana, si bintang baru. Tapi kenapa kita tidak mendapat anggota lain. huhuhu." ratap kak Kyara.
Ditengah kepanikan dan kesedihan para kakak senior, pintu ruangan diketuk. Secepat kilat kak Sam membuka pintu. Kak Sam lalu kembali diikuti seorang anak laki-laki.
Melihat anak itu, kak Kyara langsung mengusap air matanya, "Kau mau gabung klub multimedia?" tanya kak Kyara secepat kilat mendekati anak laki-laki itu.
"Benar. Apa masih bisa?" tanya anak laki-laki itu.
"Masih, masih. Siapa namamu? Dari kelas mana? Sini tulis biodatamu di buku." kata kak Yuuki antusias.
"Oh. Aku dari kelas 10-6, namaku Henry." jawab anak laki-laki bernama Henry itu.
Dia dengan patuh menulis biodata di buku. Dan akhirnya, klub multimedia tidak jadi dibubarkan. Para senior berpelukan terharu. Sedangkan aku dan Henry hanya diam memperhatikan.
Setelah selesai mengisi data, aku dan Henry memutuskan kembali ke kelas masing-masing. Para kakak senior itu terlihat antusias menyerahkan data anggota ke guru pembimbing.
Kegiatan Klub dimulai hari senin depan, jadi kami masih punya waktu senggang selama dua hari ini.
Pulang sekolah, aku yang tidak punya kegiatan membaringkan diri di kasur. Chika sibuk dengan teman-teman lain. Mereka mengajakku, tapi aku terlalu malas bergerak. Jadi aku memilih berbaring sambil melihat-lihat handphone.
Ada beberapa foto yang baru diunggah Freya. Dia memang maniak social media. Kulihat banyak foto yang dia ambil terutama semasa Junior High School. Berbeda dengan Dhira. Hanya sedikit foto di sosial media miliknya.
Aku terus melihat-lihat media sosial sampai tak sadar sudah petang. Chika belum kembali ke kamar dan aku mulai lapar. Aku bergegas mandi dan berganti pakaian.
Selesai mandi Chika belum kembali juga. Akhirnya aku memutuskan menemui mereka. Apa yang sebenarnya mereka lakukan, sampai Chika tidak kembali ke kamar.
Aku menemui mereka di ruang pertemuan. Mereka sedang asyik mengobrol. Aku mendekati mereka dan bertanya apa mereka sudah makan. Lina menjawab mereka baru selesai makan. Karena itu aku langsung menuju ke dapur dan membuat makanan sederhana.
Selesai makan aku ikut mereka mengobrol dan sesekali bercanda. Sampai pukul 20.50, kami segera menuju kamar. Pukul 21.00 selalu ada pemeriksaan kehadiran di dalam kamar. Kami harus berada di dalam kamar, mematikan lampu dan segera beristirahat.
Aku melihat handphone sejenak, kemudian kulihat Chika. Dia sudah tidur. Akupun mematikan handphoneku dan segera ikut tidur.
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!