Tak terasa waktu berlalu sangat cepat. Hari senin telah tiba. Hari ini adalah hari yang Ochia tunggu-tunggu. Hari ini dia akan dilantik secara resmi sebagai anggota Dewan Siswa.
Pagi-pagi sekali dia bangun dan segera mempersiapkan diri. Dia memakai seragam khusus anggota Dewan yang dia dapat hari jumat kemarin. Seragam yang terdiri dari kemeja putih dipadukan blazer merah, dengan rok hitam. Cantik.
Chika sendiri juga telah siap. Dia mengenakan blazer coklat dengan rok putih bergaris. Seragam sekolah di hari senin dan selasa. Seragam itu sangat pas ditubuh Chika.
Waktu menunjukkan pukul 07.15. Mereka segera menuju ke halaman sekolah untuk upacara pengibaran bendera yang dilanjutkan upacara pelantikan Anggota Dewan Siswa.
Sesampainya di sana, Chika langsung berbaris di kelas 10-1, sedangkan Ochia ikut di barisan calon anggota Dewan.
Upacara berlangsung selama satu jam secara khidmat. Dan akhirnya Ochia resmi menjadi anggota dewan. Pemimpin upacara memerintahkan seluruh siswa untuk bubar. Hanya anggota Dewan yang masih tertinggal.
Salah satu guru berdiri di depan para Anggota Dewan Siswa,
"Mulai hari ini kalian secara resmi menjadi anggota dewan sekolah. Tugas kalian adalah membantu para guru menjalankan kegiatan di sekolah. Tugas akan dibagi nanti saat pertemuan. Saya Abel yang akan menjadi pembimbing kalian. Sekarang kalian boleh bubar." kata guru pembimbing.
Ochia segera bergegas menuju kelas. Dia melihat Hilda dan Arthur berjalan di depannya. Dia pun mendekati mereka dan menyapa.
"Hilda, Arthur! Kalian ikut Anggota Dewan juga?" tanya Ochia.
"Eh Ochia! Iya nih. Kamu juga?" balas Hilda.
"Iya. Aku ikut daftar hari selasa, minggu kemarin. Untung aja aku bisa lolos." jawab Ochia.
"Kamu beruntung Ochia. Dari kelas kita ada empat orang lain yang gagal. Hanya kita bertiga yang lolos." kata Arthur.
"Sungguh? Syukurlah." balas Ochia.
Mereka berjalan sambil sesekali mengobrol hingga tiba di kelas. Sesampainya di kelas mereka bertiga berpisah menuju meja masing-masing. Ochia berjalan ke meja miliknya disambut tatapan antusias dari Chika.
"Kenapa?" tanya Ochia heran.
"Selamat Ochia. Akhirnya kamu resmi menjadi anggota dewan juga." kata Chika menyalami Ochia.
Ochia sedikit malu mendengar ucapan Chika, "Makasih, hehe."
"Tadi saat upacara kamu keren banget Ochia. Aku takjub melihat kamu dari barisan" kata Azzara.
"Benar. Tadi aku sedikit takut kamu membuat kesalahan. Untung saja semua berjalan lancar." lanjut Leona.
"Hehe, makasih semuanya. Jujur tadi aku gugup banget. Tapi aku mencoba untuk fokus sampai akhir upacara." balas Ochia.
Ding. ding.. ding. ding.. ding. ding.. ding.. ding..
Bel pelajaran berbunyi. Guru pun datang ke kelas untuk memulai pelajaran. Mereka segera duduk di tempat mereka dan memperhatikan guru.
......................
Waktu istirahat, Ochia dan Chika menuju kantin membeli makan siang. Mereka berkumpul bersama ketiga sahabat asrama mereka. Selesai makan mereka memutuskan untuk berpisah. Chika dan Dhira akan pergi ke ruang musik, sedangkan Lina, Freya dan Ochia ingin ke perpustakaan.
Saat di depan perpustakaan, Ochia berhenti membuat teman-temannya ikut berhenti.
"Kenapa?" tanya Freya.
"Kalian duluan aja deh. Aku mau ke kamar kecil dulu." jawab Ochia.
"Oke. Kami tunggu di dalam" balas Lina.
Ochia segera menuju ke toilet.
Selesai dari toilet, Ochia bejalan pelan menuju ke perpustakaan. Dia melewati koridor dan melihat beberapa senior berkumpul di depannya. Para senior itu mengenakan pakaian olahraga sambil membawa bola basket. Sepertinya baru selesai bermain basket.
Ochia berjalan ke arah para senior itu dengan jantung berdetak kencang. Dia merasa gugup melewati para senior. Setelah melewati para senior itu, dia bernafas lega. Tapi tiba-tiba salah satu senior memanggilnya, membuat dia berhenti.
"Hoi! Cantik~ Nunduk terus. Emang ada apaan di bawah. Pft.." kata senior itu.
"Iya nih.. Sini duduk dulu sama kakak. Nanti kakak beliin ice cream deh. Hahaha" kata senior yang lain.
"Jangan nunduk terus. Wajah cantiknya engga keliatan nih. hahahahaha."
"Hahahaha.."
"Cuit cuit.. " yang lain ikut menggoda membuat Ochia menjadi semakin grogi dan malu.
Hanya ada dua senior yang diam saja. Yang satu sibuk bermain ponsel dan yang satunya hanya memperhatikan sambil minum jus.
Tak tahan mendengar ucapan para senior itu, Ochia berniat lari menjauhi mereka. Tapi baru satu langkah, sebuah benda kaleng lonjong mengenai kepalanya. Ochia pun menoleh horor melihat benda yang tergeletak di bawahnya itu. Dia lalu mengalihkan pandangannya. Menatap galak pada para senior itu.
Para senior yang sebelumnya menyorakinya diam seketika. Mereka memandang ke arah senior yang sebelumnya meminum jus. Aku menatap senior itu meminta penjelasan.
"Ups. Sorry. Kena kepala kamu ya?" katanya acuh.
"Bisa tolong buangin engga?" lanjut senior itu dengan wajah tak bersalah.
Ochia menahan marah mengambil kaleng itu kemudian membawanya, membuat senior itu tertawa, "Pfftt.. Hahaha"
Para senior yang lain ikut tertawa meskipun mereka sedikit heran. Senior yang sedang bermain ponsel sampai terkejut melihat kelakuan temannya itu.
Ochia meninggalkan tempat itu dengan sangat cepat. Sampai di depan pintu perpustakaan, dia membuang sampah kaleng itu lalu mengatur nafasnya dan menenangkan diri. Dia masuk ke dalam dan mencari teman-temannya.
Dia berjalan pelan ke arah Freya dan Lina. Sekitar lima langkah dia mendengar suara isak tangis berasal dari Freya. Dia segera mendekat dan melihat apa yang terjadi.
"Freya kenapa?" tanya Ochia dengan nada rendah berbisik.
Lina melihat Ochia kemudian kembali menenangkan Freya, "Dia ditolak sama kakak senior." jawab Lina juga berbisik.
"Freya suka sama seorang kakak kelas?" tanya Ochia.
"Yups. Itu loh si Pangeran Es sekolah. Padahal udah dibilangin dia itu susah dikerjar. Banyak siswa cewek yang ditolak mentah-mentah sama dia. Udah gitu nolaknya dingin banget. Seolah dia ngga punya hati. Tapi Freya masih aja ngeyel." jelas Lina.
"Pangeran sekolah?" tanya Ochia bingung.
"Yang kemarin duduk di samping kamu pas acara pembukaan sekolah. Ingat engga?" balas Lina.
Ochia hanya diam. Tiba-tiba dia mengingat hari upacara pembukaan. Ada seorang siswa yang membuat heboh para siswi. Jadi dia Pangeran sekolah, pantas saja, pikirnya.
Ochia mengalihkan pandangan mendengar suara Freya menangis, "Hiks, hiks, hiks."
"Udahlah Freya. Masih banyak cowo lain. Pangeran sekolah itu emang susah didapetin" kata Lina menenangkan.
"Ta-tapi. A-aku sukanya sa-sama dia. Huuuu, hiks,hiks." jawab Freya tersendat-sendat.
Ochia hanya bisa menepuk pundak Freya menenangkan. Tak tahu harus berbuat apa. Mereka terus mencoba menenangkan Freya sampai tak terasa bel masuk berbunyi.
Akhirnya mereka tak sempat membaca buku dan hanya menenangkan Freya yang larut dalam kesedihan. Mereka keluar dari perpustakaan secara terpisah dan kembali ke kelas masing-masing. Sesampainya di kelas, Ochia memfokuskan diri pada pelajaran hingga sekolah usai.
...----------------...
Ding. ding.. ding. ding.. ding.. ding... Ding. ding... Bel pulang sekolah berbunyi.
Saatnya kegiatan Klub. Hari ini jadwalku ikut pertemuan Anggota Dewan Sekolah. Aku bersama Hilda dan Arthur berjalan bersama menuju ruang Dewan. Di dalam sudah ada beberapa senior yang telah datang. Kami lalu mencari tempat kosong untuk duduk.
Ketua Dewan, Kak Nugi memulai acara dan memberikan beberapa pengarahan. Kami semua mendengarkan dengan seksama. Materi hari ini adalah pembagian kepengurusan Dewan Siswa. Karena hanya ada Ketua dan wakil ketua yang sudah dipilih. Jadi kami melakukan diskusi untuk menentukan pengurus yang lain.
Setelah satu jam berdiskusi, kami akhirnya mencapai kesepakatan. Aku menjadi dewan kedisiplinan bersama senior bernama Adinata.
Kak Nugi melanjutkan dengan memberi kami buku pedoman dewan siswa. Dia menjelaskan tentang apa itu Dewan siswa dan isi di dalam buku tersebut. Aku dan anggota lain mendengarkan dengan serius.
Saat sedang fokus tiba-tiba ada kertas dilempar ke kepalaku. Aku mengambil kertas itu dan melihat isinya. Ada gambar gadis kecil berwajah kucing yang marah. Di samping gambar ada tulisan 'Halo aku Ochiana'. Dibawahnya ada gambar lain. Gambar gadis menangis dengan rambut basah terkena air.
Aku syok melihat gambar itu. Langsung saja aku mendongak mencari siapa orang yang melempar gambar itu padaku. Aku melihat ke segala arah dan menemukan orang yang mencurigakan. Dia duduk berjarak dua bangku di belakangku sambil menunduk menahan tawa. Aku yakin orang itu yang melemparkan.
Kuperhatikan lebih teliti, orang itu adalah senior yang melempar kaleng soda padaku siang tadi. Aku kesal melihatnya. Jadi senior itu sedang mengejekku? Memangnya apa salahku sampai dia mengejekku begini.
Aku mengabaikannya. Kertas tak berdosa itu kuremas sekuat tenaga. Kulampiaskan kekesalanku pada kertas itu. Aku menenangkan diri dan mencoba fokus pada Kak Nugi serta beberapa kakak senior yang menjelaskan di depan.
Namun kekesalanku tak kunjung reda. Senior menyebalkan itu melempariku kertas. Lagi dan lagi. Dia terus melempariku walaupun sudah ku abaikan. Dia sungguh menyebalkan. Ingin rasanya aku mendatanginya lalu memukul kepalanya. Tapi aku menahan diri.
Kertas-kertas itu tak kunjung berhenti. Dengan ogah-ogahan aku membuka satu persatu dan melihat apa isinya. Namun sekali lagi. Kertas itu hanya berisi gambar dan tulisan ejekan yang ditujukan untukku. Uuh.. benar-benar menyebalkan.
Syukurlah waktu berlalu dengan cepat. Waktu klub telah berakhir. Akhirnya aku bebas dari gangguan senior menyebalkan itu. Aku bergegas berdiri dan berniat keluar. Namun suara senior perempuan menghentikan.
"Hei kau! Bawa kertas-kertas milikmu itu. Jangan membuang sampah sembarangan! Kau membuat kotor ruang suci ini." kata senior perempuan itu galak sambil menunjuk mejaku.
Aku memandang malas pada tumpukan kertas itu. Dengan berat hati akhirnya aku memungut sampah kertas 'milikku' lalu mengantonginya. Aku benar-benar kesal sekarang. Aku berjalan cepat menuju keluar dan mencari 'tersangka utama' asal muasal sampah kertas itu.
Kulihat sang 'tersangka utama' berjalan berdampingan dengan seorang senior lain. Aku langsung berlari ke arahnya. Dengan segala kekuatan yang tersisa aku menendang kaki senior itu sekeras-kerasnya, membuat dia meringis kesakitan.
"Rasakan itu!" kataku sambil berlari meninggalkan mereka.
Puas rasanya bisa menyalurkan kemarahanku. Apa yang terjadi besok biar lah besok. Yang penting hatiku merasa puas dan lega hari ini.
Aku lanjut berlari sekuat tenaga tanpa menoleh sedikitpun. Himbauan dari beberapa senior dan guru aku abaikan.
Sampai di halaman sekolah aku melihat Lina dan Chika berjalan santai sambil mengobrol. Aku berlari mendekati mereka.
"Hei kalian!" kataku sambil memeluk keduanya.
"Astaga! Ochia! Kamu mengagetkan kami." kata Lina.
"Tehee~ Maaf." balasku tak bersalah.
"Kamu sendirian? Mana Hilda dan Arthur?" tanya Chika melihatku sendirian.
"Aku keluar duluan. Kalian hanya berdua? Mana yang lain?" tanyaku.
"Mereka masih di dalam. Kami terlalu lelah menunggu, jadi kami duluan." jawab Chika.
"Oh begitu." balasku asal.
Aku, Chika dan Lina berjalan beriringan menuju ke asrama. Moodku menjadi sedikit lebih baik setelah bertemu kedua sahabatku. Kami berbagi cerita tentang apa yang terjadi hari ini. Chika menceritakan tentang anggota klub Musik yang bertalenta, sedangkan Lina menceritakan tentang keheningan di Klub Membaca.
Aku hanya menceritakan seperlunya tentang apa yang terjadi di Dewan Sekolah hari ini. Aku terlalu malas mengingat senior menyebalkan itu.
Setelah tiba di depan gerbang asrama,kami berpisah. Lina ingin ke kantin membeli beberapa makanan ringan.
"Aku mau ke kantin. Kalian mau ikut engga?" tanya Lina.
"Pass. Aku langsung ke kamar. Mau mandi dan beristirahat." jawab Chika.
"Aku juga. Aku sangat lelah dan mengantuk." balasku.
"Oke. Sampai nanti~" kata Lina.
Aku melambai membalas Lina tanpa bersuara. Chika masuk ke dalam lebih dahulu dan aku mengikutinya di belakang.
Sampai di kamar, tanpa mengucap apapun Chika langsung menaruh tas dan menuju ke kamar mandi. Aku melihat itu hanya mengendikkan bahu. Mungkin dia benar-benar kelelahan. Aku duduk di meja belajar sambil melihat-lihat handphone menunggu Chika selesai.
......................
Malam harinya setelah Aku dan Chika belajar, aku mendekati Chika ingin menanyakan sesuatu.
"Chika.. " kataku pelan.
Chika menoleh kearahku, "Kenapa Ochia?" tanyanya.
"Aku mau nanya boleh ngga?" kataku ragu-ragu.
"Boleh kok. Tanya aja." jawabnya memusatkan perhatian padaku.
"Kamu ingat kakak senior yang duduk di sampingku saat upacara pembukaan sekolah?" tanyaku.
Chika berfikir sejenak, "Emm.. iya ingat. Kenapa sama dia?" tanyanya.
"Kamu tau namanya?"
"Kamu engga tau? Padahal dia terkenal banget lho." kata Chika heran.
Aku menggeleng pelan. Yah emang bener kok aku engga kenal sama dia. Yang aku tau cuma dia itu nyebelin, itu aja.
"Serius? Yaudah sini aku jelasin. Senior itu namanya Friski Adrian, panggilannya Kak Friski. Dia itu sangat terkenal. Apalagi dia menjadi salah satu anggota dewan sekolah sama kaya kamu. Kalau ngga salah, dia sekarang jadi wakil ketua deh."
"Dia juga senior paling ganteng di sekolah ini. Nilainya selalu bagus dan selalu menjadi juara umum. Makanya para guru sering menjadikan kak Friski sebagai wajah sekolah."
"Setiap ada lomba olimpiade sekolah, kak Friski pasti ikut. Dengan hasil yang memuaskan, karena sekolah kita selalu menang. Tak hanya bagus dalam akademik, kak Friski juga bagus di bidang olahraga. Dia banyak mencatatkan namanya di beberapa lomba olahraga antarsekolah dan membawa kemenangan bagi tim sekolah kita."
"Ganteng, Nilai sempurna, pintar olahraga. Si jenius tak tertandingi. Sungguh Pangeran impian bagi kaum Hawa."
"Selain itu, kak Friski juga punya satu julukan yang melekat padanya. Dia sering dipanggil Pangeran Es karena sifatnya yang cuek dan dingin. Dia berkali-kali menolak para siswi yang menyatakan perasaan padanya. Bahkan dia menolak dengan kejam. Salah satu korbannya adalah sahabat kita, Freya. Dia sangat menyukai kak Friski dari pertama melihat. Tapi Freya selalu ditolak mentah-mentah. Sayangnya,Freya masih belum menyerah sampai sekarang. Meskipun sering ditolak dan patah hati." kata Chika menjelaskan panjang lebar.
Mendengar ucapan Chika aku menjadi berfikir keras. Dari apa yang diceritakan Chika dan apa yang telah aku alami, semua itu hampir bertolak belakang. Mana ada senior cuek dan dingin? Dia bahkan terang-terangan mengejek dan menggangguku. Dasar senior menyebalkan.
Tapi aku tak berani menceritakan apa yang ku alami pada Chika. Aku hanya menyimpannya untuk diriku sendiri. Anggap saja dia angin lalu.
"Memang ada apa kamu nanyain kak Friski?" tanya Chika.
"Engga kenapa-kenapa kok. Tadi senior itu juga ada di Anggota Dewan Siswa. Aku cuman penasaran aja." jawabku.
"Yah. Wajar sih. Dia itu bener-bener idaman. Wajar kalau kamu juga suka dia." kata Chika mencoba menggodaku.
"Apa maskudmu? Aku? Suka sama dia? Engga deh makasih." jawabku sewot.
"Lah kok marah? Hahaha. Ngga apa-apa. Aku ikhlas kok kalau kamu sama kak Friski. Kalau dilihat-lihat kalian cocok juga." jawab Chika sambil membayangkan.
"Apaan sih kamu." kataku sambil mencubit perut Chika.
"Hahaha. Duh, aduh duh. Sakit. Sa-sakit. Jangan dicubit dong Ochia." kata Chika mencoba menjauh dariku.
"Rasain kamu. Suka ngomong sembarangan sih." kataku terus mencoba mencubitnya.
Chika masih menggeliat, mencoba melepaskan diri dariku, "Aduh. Maaf maaf. Engga lagi deh. Sakit nih. Lepasin dong." katanya dengan wajah malas.
"Rasain" kataku sambil berlalu menuju ke kasur miliku.
"Tapi aku jujur lho. Menurut pandangan aku kamu sama kak Friski cocok banget." kata Chika sambil menatapku.
"Udah ah. Ngga tau." balasku cuek.
"Hehehe."
"Lagian lebih bagus Ketua Dewan, kak Nugi kan? Dia ramah dan baik hati." kataku.
"Kamu suka sama kak Nugi? Beneran?" tanya Chika tidak percaya.
"Engga gitu juga. Aku cuma membandingkan. Engga berarti aku suka sama kak Nugi juga " balasku.
"Iya deh iyaa percaya." kata Chika masih tak percaya.
"Tapi menurutku kamu tetep lebih cocok sama kak Friski." kata Chika masih ngotot.
Aku mengabaikan ucapan Chika. Bagaimana bisa aku cocok dengan senior menyebalkan itu. Sungguh mengerikan. Aku ingat kertas yang senior lempar masih berada di kantong rokku. Aku bergegas mengambilnya dan melihat apa isinya.
Sama saja. Isinya hanya tentang ejekan yang ditujukan untukku. Dasar menyebalkan! Kuharap senior itu mimpi buruk semalaman! Batinku kesal.
Aku langsung menutup tubuhku dengan selimut. Malas mengingat senior menyebalkan itu. Ngga sudi aku sama dia. Orang dia nyebelin gitu. Mending tidur aja.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments