Toebroek
Aku tinggal di Kota Batu. Kota dingin di sebelah barat kota Malang, di lereng gunung Panderman, di antara perkebunan apel dan strawberry. Buat kalian yang belum terbiasa, udara Batu dijamin langsung membuat hidung kalian mampet.
Kalau kedinginan, minum saja kopi hangat. Itu yang banyak dikatakan orang. Itu juga yang menjadi alasan Tobroek ada sampai sekarang.
Seperti kedai – kedai kopi di kota besar, menu utama di Toebroek adalah kopi. Kopi susu, cappuccino, moccacino dan sebuah menu andalan Toebroek. Espresso ala jawa racikan Nenek alias kopi tubruk yang kami sebut toebroek, sama seperti nama kedai kami. Satau bulan sekali, Nenek pergi ke Malang selatan, ke tempat perkebunan kopi masih luas terhampar. Dengan hati – hati Nenek akan memilih biji kopi yang menurutnya bagus. Nenek secara ajaib bisa membedakan mana biji kopi yang masih baru dipetik atau yang yang sudah mengalami penyimpanan. Kemudian seperti tupai yang bisa membedakan kelapa yang baik mau pun yang tidak, Nenek akan mendekatkan segenggam kopi ke hidungnya, menghirupnya lalu memutuskan akan membelinya atau tidak.
“Yang dicari, kopi yang baunya bagaimana sih Nek?” suatu saat aku bertanya.
“Cari yang baunya ‘tebal’,” kata Nenek.
Aku bingung. Aku tahu kertas mana yang tebal dan mana yang tipis. Tapi mencari bau kopi yang tebal dan mana yang tidak, aku tidak tahu.
“Maksudnya Nek?”
“Yang seperti ini nih,” Nenek menyorongkan segenggam kopi ke hidungku. Aku coba menghirup baunya dalam – dalam. Ada aroma kopi yang sedikit menyengat, yang bisa aku bayangkan nikmatnya ketika dicampur dengan air mendidih dari teko toebroek. Aroma seperti itu tidak banyak ditemukan. Aroma yang bisa membawamu masuk dalam dimensi asing, ketika hujan lebat dan kau berlindung di kamarmu yang hangat, dengan selimut dan baju hangat, bacaan kesukaan dan secangkir kopi racikan Nenek.
Aku berliur.
Nenek tidak pernah menyuruh Kak Frans atau aku untuk meilih kopi. Dia menyuruh kami untuk bersih – bersih Toebroek, melayani pelanggan, mencuci gelas dan piring, menghitung pendapatan dan lain – lain. tapi tidak memilih biji kopi. Itu adalah hak prerogative Nenek yang tidak bisa diganggu gugat.
Toebroek tidak pernah sepi. Bahkan, tidak jarang ada pelanggan yang datang dari jauh membawa termos besar untuk diisi toebroek kemudian dibawa pulang ke rumah supaya seluruh keluarganya bisa menikmati toebroek sama - sama. Kata mereka toebroek mempunyai suatu reaksi yang ajaib. Toebroek menenangkan pikiran, menyegarkan badan dan menautkan hati. Pelanggan toebroek adalah pelanggan setia dan datang secara berkala. Aku pernah bertemu dengan pasangan suami istri yang tinggal di luar negeri tetapi selalu datang ke Toebroek setiap tahun untuk merayakan hari ketika berjumpa.
“Kalau bukan karena Nenekmu, Sophie, kami mungkin tidak akan pernah berjumpa,” si istri berkata.
“Betul Sophie, Om dulu cuma cowok pemalu yang selalu melihat Tante ini di seberang ruangan. Dia selalu bergerombol sama teman- temannya. Tidak pernah dia datang ke sini sendirian. Malu hati Om ini kalau harus langsung datang mengajak kenal.”
“Suatu saat Tante janjian sama teman – teman nongkrong di Toebroek. Tapi ditunggu lama, taka da satupun yang datang. Hujan lebat Sophie, dingin. Toebroek sepi pengunjung, termasuk Om ini.”
Imajinasiku melayang, Batu yang dingin, sore hari yang hujan, cewek dan cowok yang sedang berusaha mencari kehangatan dalam secangkir kopi. Aku mabuk kepayang.
“Tapi tentu saja Om masih takut-takut untuk menyapa gadis cantik ini. Setiap memandangnya, Om gak tahu bagaimana harus menata kata. Lalu Nenekmu memanggil kami berdua untuk gabung di mejanya, supaya ada teman ngobrol katanya.”
Dari sudut mata, aku lihat Nenek tersenyum, meskipun pura – pura tidak mendengar.
Tante itu melanjutkan cerita, “Di situ Sophie, Tante mulai melihat kalau pemuda ini lumayan. Pemuda pendiam yang sepertinya selalu cuek sampai melihat Tante saja tidak berani.”
“Itu karena kamu sangat cantic sayang. Pemuda mana yang tidak jatuh hati kalau melihat kamu?” Om berbicara pada Tante dan membuat pipi Tante merah.
“Yah sejak itu kami lalu rutin membuat janji bertemu di sini. Waktu itu tidak ada HP dan telpon adalah barang langka. Maka Om mulai menitipkan pesan pada Nenekmu setiap kali kami ingin bertemu.”
Indah sekali. Aku berharap kisahku juga akan seindah kisa Om dan Tante itu.
“Tapi satu hal yang kami selalu tanyakan Sophie, bagaimana mungkin hari itu bisa hujan padahal musim kering sedang melanda?” ujar Tante. Lalu mereka berdua bersama – sama memandang Nenek. Nenek yang memang sudah mendengarkan dari tadi kemudian seperti tersentak dan menghentikan kegiatannya.
“Sudah jangan melihatku seperti itu. Minum saja kopi kalian!”
Om dan Tante itu tersenyum, lalu menyeruput kopinya meninggalkanku dengan imajinasiku yang berputar seperti film – film lama sampai aku dengar Nenek berteriak lagi, “Gak usah nglamun Sophie. Bersihkan meja – meja yang dipojok itu.”
Aku turutu perintah Nenek dan aku bersihkan meja yang ada di pojok sambil mencium hangatnya aroma Toebroek.
Toebroek memang istimewa. Kalau orang bertanya pada Nenek resep toebroek, dengan ringan Nenek akan menjawab, “Mudah saja. Gula satu sendok campur satu sendok kopi jawa dalam secangkir air panas. Aduk pelan – pelan lali hidangkan. Tidak ada resep yang aneh – aneh di Toebroek.” Sebagian orang menganggap perkataan Nenek sebagai upaya menjaga rahasia ramuan toebroek supaya tidak ditiru. Tapi dari bertahun – tahun mengenal Nenek, aku tahu apa yang Nenek katakan selalu sesuai dengan kenyataan. Nenek berbicara apa adanya, tidak dibuat – buat dan sering kalau orang tidak mengenalnya dengan baik, mereka akan menggagp Nenek orang yang jahat tidak berperasaan. Tapi kalau memang Nenek adalah orang jahat tidak berperasaan, tidak mungkin Toebroek punya banyak pelanggan setia sampai sekarang.
Nenek tahu kalau meminum kopi berarti juga menenangkan jiwa dan menikmati suasana. Suasana di dalam Toebroek benar – benar seperti rumah sehingga membuat para pelanggan merasa nyaman tidak ingin lekas - lekas pulang. Kami punya dapur kecil khusus buat pengunjung yang ingin meracik kopinya sendiri di sana. Dengan begitu, tidak lagi ada keluhan dari pelanggan seperti, “Kopinya terlalu kental” atau “Ini tadi gak dikasih creamer yah ?” atau bahkan yang lebih fatal, “Wah, tehnya enak sekali!”.
Di salah satu sudut, Kak Frans menempatkan sebuah TV dengan beberapa bantal, tanpa kursi. Di situ, beberapa pelanggan suka begadang menonton pertandingan bola. Di satu sudut yang lain, Nenek menempatkan sebuah rak kayu panjang berisi novel – novel simpanannya.
Di malam – malam tertentu, Nenek dan Kak Frans akan berdiri di sebuah panggung kecil dari kayu dan bersama – sama bermain musik. Mendengarkan petikan gitar Kak Frans, tiupan harmonica Nenek, memandang lampu – lampu rumah seperti kunang – kunang bercahaya waktu malam dari kejauhan, menghisap secangkir kopi ditemani roti bakar. Indah bukan?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Mbok Njai
indah. imajinasiku melayang layang
2020-12-24
0
V3
bahasanya enak di baca... kisahnya suga gak terlalu imajinatipp jadi kayak real life banget
2020-11-29
1
Raa
kalau toebroek itu nyata, mau deh aku ke Batu untuk menikmati dinginnya kota Batu sembari ditemani secangkir kopi toebroek. syahduu
2020-11-28
1