Tatapan mata Chika terus tertuju pada Lashira, dia merasa ada sesuatu yang janggal dengan gadis itu. Sampai suara Theo menginterupsi perhatian Chika, “Chik, gimana persiapan kita untuk acara bulan depan?”
“Acara apaan?” jawab Chika tanpa mengalihkan pandangannya ke arah Theo.
Penasaran apa yang bisa membuat sang tuan puteri terpaku, Theo pun mengikuti arah pandang Chika. “Lo kenal sama Lashira?” Pertanyaan Theo kali ini sukses mengalihkan pandangan Chika sebentar ke arahnya.
“Kenal, dia minta pertemanan trus chat gue lewat mukabuku.”
Theo mengernyitkan dahinya bingung, Lashira yang dia tahu tidak akan bermain yang namanya sosial media. Ponsel gadis itu saja hanya bisa dipakai untuk menelpon dan mengirim pesan singkat saja. Bagaimana bisa gadis itu memiliki akun mukabuku? pikirnya dalam diam.
“Lo yakin itu dia?” tanya Theo yang tidak dihiraukan oleh Chika.
Begitu melihat Lashira memasuki sebuah mobil, barulah Chika mengalihkan perhatiannya ke Theo seluruhnya.
“Itu dia yang bikin gue curiga, tapi profilnya memang dia. Bahkan tadi saking niatnya, gue sampe cari biodatanya yang ada di ruang klub trus gue bandingin deh sama informasi akunnya.”
“Trus?”
“Semuanya sama dong! Tapi sikapnya tadi beda banget sama yang di chat-an!” heboh Chika. Theo memutar bola matanya karena reaksi Chika yang sedikit berlebihan menurutnya.
Chika mendengus menyadari ekspresi wajah Theo. “Lo nggak percaya? Nih gue tunjukin.” Theo mendekat ke arah Chika untuk melihat isi percakapan mereka dari ponselnya Chika.
“Yaelah, banyak kali yang kaya gitu. Di chat-an heboh tapi pas di dunia nyatanya malah malu-malu,” ujar Theo dengan nada malas.
***
Lashira tiba di rumah sekitar jam dua siang dan tidak ada seorang pun di rumahnya. Membuat Lashira semakin membenci kehidupannya.
"I'M HOME!” teriak Clarissa yang juga baru saja tiba di rumah.
Melihat Lashira yang diam saja, Clarissa pun menghampirinya. “Hello! Are you ok sis?” tanya Clarissa yang untungnya bisa menyadarkan Lashira dari lamunannya.
“Kenapa? Mau makan?” tanya Lashira tanpa menoleh ke arah Clarissa.
Selalu begini, batin Clarissa. Sikap Lashira yang seperti inilah yang membuat Clarissa semakin yakin dengan pemikirannya tentang gadis itu. Pemikiran bahwa Lashira tidak hanya membangun tembok untuk orang lain, namun juga untuk Clarissa yang merupakan adiknya.
“Lo yakin? Ada masalah di kampus, ya? Cerita aja kalau ada masalah di kampus.” Clarissa mengekori sang kakak hingga ke dapur, dia duduk di meja makan seraya bermain ponsel selagi menunggu Lashira memasak.
Lashira mengeluarkan bahan-bahan dari kulkas dan lemari penyimpanan bahan makanan. “Jangan main HP terus, mata kamu bisa rusak kalau terlalu lama lihat layarnya.” Clarissa hanya berdehem pelan setelah mendengar nasihat Lashira, namun tak kunjung melepas ponselnya.
“Kamu tahu nggak, Sa? Masa tadi pas di kampus aku ngerasa semua orang liatin aku?”
Clarissa melihat Lashira dari sudut pandangnya, tetap pura-pura tidak memperhatikan ucapan sang kakak, padahal sebenarnya ia memperhatikan dengan sangat baik. “Lo nya aja terlalu PD kali,” balasnya pura-pura tidak tertarik.
“Aku serius, Sa. Bahkan tadi senior yang satu klub sama aku bilang gini, ‘ternyata aslinya lebih cantik ya.’ gitu.”
Ingin rasanya Clarissa berteriak kegirangan sekarang. Akhirnya setelah sekian lama, kakaknya ini ingin berbagi cerita dengannya.
“Terus?” tanya Clarissa yang masih berusaha menyembunyikan rasa antusiasnya ketika mendengar dan menanggapi curhatan Lashira.
Dahi Lashira berkerut memandang Clarissa. “Ya ... aku bilang terima kasih.”
“Terus?”
“Ya kita ngobrol sebentar, abis itu aku langsung tinggal karena mau ngembaliin charger HP.” Mendengar jawaban Lashira, tatapan antusias Clarissa menghilang dan berganti dengan tatapan datar. Ternyata kakaknya ini memang tidak bisa diharapkan.
Clarissa mengambil napas panjang. “Lo mau kayak gini terus?”
“Aku kenapa? Memangnya aneh, ya?” Mendengar jawaban template yang biasa Lashira katakan, Clarissa berdecak kesal.
Percuma saja. Biar bagaimanapun dia tidak akan bisa membuat Lashira mengerti segala perkataannya. Gadis itu harus langsung terjun ke lapangan agar bisa mengerti semuanya.
Clarissa beranjak dari duduknya untuk kembali ke kamar sembari menunggu Lashira. “Ganteng,” gumamnya sambil men-zoom foto seorang pria di ponselnya.
Lashira Ardiansyah: Hai^^
Lashira Ardiansyah: Kamu ganteng deh:3
Greyson: Siapa?
"Kok siapa? Kan dia yang minta pertemanan duluan," gumam Clarissa pada dirinya sendiri.
Lashira Ardiansyah: Akhirnya dibales. Aku Lashira, anak fakultas ekonomi. Kamu anak fakultas seni dan desain ya?
Greyson: Kenapa?
"Kelaar..risa makanannya udah siap nih!" Mendengar teriakan Lashira, Clarissa pun beranjak dari kasurnya dengan kesal.
"Sekali lagi lo manggil gue kaya gitu, hidup lo yang gua bikin kelar."
Lashira menatap Clarissa dengan alis yang tertaut. Melihat reaksi sang kakak, Clarissa hanya bisa menghembuskan napas kasar.
Menyebalkan, batin Clarissa.
Kakaknya itu selalu seperti ini, entah selalu fokus pada dirinya sendiri atau apa, tapi sering kali gadis itu terlalu apatis pada sekitarnya. Maka dari itu, tak sedikit orang yang membenci gadis itu dan enggan berteman terlalu dekat dengannya.
"Lupakan."
Sejenak hening menyelimuti keduanya. Clarissa yang tidak tahan terlalu lama dalam keheningan pun akhirnya mengalah untuk membuka suara lagi, "besok nggak ada jam kuliah, 'kan? Anterin gue main bultang ya?"
Clarissa memperhatikan gerak-gerik Lashira yang tiba-tiba terdiam. Pasti gadis itu akan menolaknya dan lebih memilih untuk berkencan dengan buku-buku seperti yang sebelumnya.
"Aku udah ada janji besok, seniorku ngajak keluar." Clarissa langsung tersedak ketika mendengar jawaban Lashira yang baru kali ini dia dengar.
Seumur-umur, kakaknya itu tidak pernah menerima ajakan temannya untuk pergi keluar. Bahkan ketika ada tugas kelompok pun Lashira akan selalu membawa temannya ke rumah mereka. Maka dari itu, ketika mendengar ini, Clarissa merasa sangat senang sekali sampai-sampai ingin merayakannya dengan mengadakan party malam ini juga.
"Gue minta nomornya dong." Lashira mengernyit bingung mendengar permintaan Clarissa.
"Siapa?"
Clarissa berdecak kesal mendengarnya. "Senior yang tadi lo ceritain lah."
"Nggak punya."
Jedar!
Seperti tersambar petir, pupus sudah harapannya, Clarissa kembali menarik niatnya yang akan mengadakan pesta.
"Aku udah selesai." Setelah mengatakan hal itu, Lashira langsung beranjak ke dapur dengan piring kotor di tangannya.
Melihat hal itu, Clarissa langsung cepat-cepat menghabiskan makanannya. Gadis itu berlarian menuju dapur dan tepat sebelum Lashira menyelesaikan kegiatan cuci piringnya, gadis itu berhasil memasukkan piring kotor bekas makannya ke dalam wastafel.
Dengan senyum lebar Clarissa berkata, "sekalian."
Tanpa berkata ataupun mengeluh, Lashira langsung menyucikannya. Clarissa berjalan ke arah kulkas dengan harap ia bisa menemukan pencuci mulut di sana. "Senior yang ngajak lo keluar itu cowo ya?"
Prang!
Clarissa ikut terkejut mendengar suara pecahan piring. Saat melihat Lashira yang hendak membereskan pecahan beling tersebut, Clarissa langsung berlari menghampiri dan mencegahnya. "Gue aja. Lo selalu berdarah kalau beresin pecahan beling kaya gini."
Lashira mengangguk patuh dan beranjak mundur, membiarkan Clarissa membereskan kekacauan yang sudah ia perbuat.
"Bener 'kan yang gue bilang tadi? Makanya nih piring bisa pecah begini?" lanjut Clarissa sesekali melirik ke arah Lashira.
"Enggak kok, yang ngajak aku itu perempuan. Namanya Chika."
Clarissa tersenyum tipis, ia yakin sekali jika Lashira itu sedang berbohong. Menurutnya, kakaknya itu adalah orang yang paling bodoh jika disuruh berbohong. Clarissa memutuskan untuk membiarkannya kali ini dan berpura-pura memercayainya.
"Gue percaya kok," ucap Clarissa seraya tersenyum manis.
Lashira menghembuskan napas lega. Setelah itu, Lashira kembali ke kamarnya untuk mengerjakan tugas, sedangkan Clarissa bermain ponsel di ruang tamu.
*
*
*
"Mau ke mana lo?"
Lashira terperanjat kaget saat mendengar suara Clarissa yang ternyata sedang tiduran di sofa ruang tamu. "Kamu sejak kapan di sini?"
"Semalem," balas Clarissa singkat. Ia bangun dari sofa dan menghampiri Lashira yang berada di depan pintu. "Lo ngapain tadi ngendep-ngendep kaya maling?" tanyanya.
"Aku nunggu jemputan kak Chika." Clarissa mengangguk-angguk pelan mendengar jawaban Lashira. Dia sedikit menyingkap gorden jendela ketika mendengar suara deru mobil yang masuk ke perkarangan rumahnya.
Clarissa tersenyum miring. "Kayanya sih bukan kak Chika deh yang jemput. Nggak mungkin 'kan namanya Chika tapi jantan begitu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments