Titipan Benih

Titipan Benih

Lea dan Leo

Azalea Adista adalah siswi berprestasi SMA Pratama, selama dua setengah tahun bersekolah di sekolah ini, beberapa kali mengikuti olimpiade Matematika dan memenangkannya.

Belum lagi prestasi di bidang olahraga, dia adalah salah satu peraih medali emas kejuaraan karate tingkat provinsi.

Berbeda dengan kakaknya, Leo bukanlah siswa berprestasi seperti kakaknya, dia payah, tidak berprestasi bahkan cenderung penakut, karena itulah Leo sering dirundung oleh beberapa kakak kelasnya.

Beberapa kali Leo pulang dengan keadaan babak belur, namun Lea sengaja menutupi keadaan adiknya dari kedua orang tuanya, dia tak ingin membuat kedua orangtuanya khawatir.

Azalea tidak mengerti apa yang menyebabkan adiknya seperti ini, setiap ditanya Leo hanya menjawab "Bukan urusan lo."

Namun tidak mungkin Lea diam saja melihat adiknya seperti itu, selama ini, ia bisa menutupi keadaan Leo dari kedua orang tua mereka, namun ia tak mungkin bisa menutupi hal ini selamanya, cepat atau lambat pasti akan ketauan dan pada akhirnya orang tuanya akan membandingkan dirinya dengan Leo yang minim prestasi.

Semester kedua baru dimulai dua pekan yang lalu, setiap wajah adiknya babak belur, maka pagi-pagi sekali Lea mengajak Leo untuk berangkat bersama, agar kedua orang tuanya tidak mengetahui keadaan anak bungsu mereka.

Selalu seperti itu, Lea selalu beralasan, jika dirinya akan mengajak adiknya belajar terlebih dahulu di perpustakaan sekolah sebelum mengikuti pembelajaran di kelas.

Namun, mereka tidak mungkin seperti ini terus, Lea mulai berfikir untuk mencari tau, penyebab adiknya babak belur.

Sepulang sekolah, Lea biasanya akan mengikuti berbagai bimbingan belajar atau sekedar mendatangi club' karate untuk berlatih, namun sekarang, ia diam-diam mengikuti kemana perginya adiknya.

Terlihat dari kejauhan, Leo berjalan seorang diri menuju jalanan sempit sepulangnya dari sekolah, tak lama, di ujung gang buntu, ada sekelompok lelaki yang berseragam sama dengannya, sedang berkumpul.

Melihat kedatangan Leo salah seorang diantara mereka menghampirinya, lelaki itu langsung menghadiahi Leo dengan sebuah pukulan diperutnya, semua yang ada di sana hanya tertawa melihat hal itu tanpa menolongnya.

Lelaki itu membisikan sesuatu ditelinga Leo, kemudian Leo langsung merogoh kantong celana seragamnya, ia mengambil uang jajannya dan memberikannya begitu saja.

Bukannya berterima kasih, lelaki itu malah memukul kepala Leo dengan keras.

Semua yang dialami oleh adiknya, Lea melihat dengan mata kepalanya sendiri, namun, ia tak bisa berbuat banyak, walau ia juara karate, jumlah mereka tidak mungkin bisa ia kalahkan, apalagi di sana semua laki-laki.

Lea hanya mengepalkan tangannya, ia sedang berpikir bagaimana caranya mengeluarkan Leo dari sana.

Sampai ada seseorang yang menepuk pundaknya, dengan sigap Lea memegang tangan itu dan berniat akan membanting orang yang sudah kurang ajar memegang pundaknya, tetapi sepertinya tidak berhasil, orang itu terlalu kuat untuknya.

Lea menengok ke belakang, dan seorang lelaki berseragam yang sama dengannya berdiri menjulang.

Lea berbalik lalu mengamati dari ujung rambut sampai ujung kaki lelaki yang berdiri dihadapannya, tampan dengan piercing dibeberapa bagian wajahnya, tak ketinggalan telinganya, kemeja seragam yang tidak dikancing, dengan dasi menyembul dari saku, serta dalaman kaos hitam hingga sepatu berwarna perpaduan hijau putih, yang Lea tau itu dari brand ternama.

"Udah ngeliatin gue?" Ujar lelaki dengan senyum tengilnya, "Ngapain cewek kesini? Ada yang sedang Lo cari?" lanjutnya.

Lea berusaha menetralkan wajahnya, agar tidak terlihat gugup, ia meyakini lelaki ini mungkin bagian dari mereka, "Lo kenal mereka?" tanyanya berusaha memastikan.

Lelaki itu berfikir sejenak, "Apa gue harus kenal mereka?"tanyanya balik.

Jawaban ambigu lelaki itu membuat Lea bimbang, namun sepertinya ia tak ada pilihan lain, mau tak mau, ia harus meminta tolong pada lelaki dihadapannya, untuk membawa adiknya kembali, "Bisa gue minta tolong?" lelaki itu hanya mengangguk.

"Lo tau cowok yang belum lama masuk ke gang ini, beberapa menit yang lalu? Bisa Lo bawa keluar dari sana?" Mohonnya.

"Apa yang gue dapet kalau gue berhasil bawa dia ke hadapan elo?"

Lea merogoh saku seragamnya, ada uang berwarna hijau, sisa uang jajannya untuk membeli bahan bakar motornya, yang ia tinggal disekolah, namun demi Leo tentu ia akan merelakannya, "Gue cuman punya uang dua puluh ribu, ini bakal jadi milik Lo, kalo Lo bisa bawa dia kemari,"

"Oke," Jawab lelaki itu singkat, lalu berjalan mendekati kumpulan lelaki yang tadi.

Entah apa yang mereka bicarakan, Lea tidak bisa mendengarnya dengan jelas, namun tak lama, adiknya berjalan ke arahnya.

Leo hanya diam melihat kakaknya, ia melewatinya begitu saja, menuju arah sekolah, tak ada pembicaraan diantara kakak beradik itu selama mereka kembali ke rumah.

Ayah dan ibu belum pulang dari mengajar, biasanya Adiguna pulang malam dari kampus sedangkan Tatiana pulang dari sekolah menjelang magrib, hanya ada weekend waktu mereka berkumpul, namun terkadang Adiguna mengajar kelas weekend untuk para karyawan yang berkuliah.

Lea dan Leo sudah terbiasa dengan hal ini, mereka dituntut mandiri sejak kecil, bahkan keduanya bisa memasak untuk mereka makan sendiri, namun Leo lebih pintar memasak dibandingkan dengan Lea yang notabenenya seorang perempuan.

Lea menyadari bakat adiknya bukan di bidang akademis maupun olahraga, Leo berbakat memasak dan melukis.

Sehingga apa yang Lea makan sehari-hari adalah sebagian besar hasil masakan Leo, kecuali saat weekend.

Orangtuanya kurang menyukai bakat Leo, bagi mereka seorang tukang masak laki-laki tidak akan mempunyai masa depan yang cerah, pemikiran yang kolot memang.

"De, Lo kenapa sih bisa kenal sama berandalan kayak tadi?" Pada akhirnya Lea angkat bicara, saat keduanya tengah menikmati nasi goreng buatan Leo, usai pulang dari sekolah.

Leo hanya terdiam, tidak menanggapi pertanyaan kakaknya, Lea hanya menghela nafas, ia tau betul watak adiknya yang pendiam.

Lea menduga ini diakibatkan perlakuan kedua orang tua mereka yang sering membandingkan dirinya dan adiknya itu, sehingga lama kelamaan Leo menjadi minder.

Dulu saat keduanya masih sekolah dasar, mereka dikenal dengan anak yang ceria, namun sejak beberapa tahun lalu saat Lea mulai menunjukan prestasinya dalam bidang akademis dan non akademis, kepada orang tuanya, Leo malah menunjukan hasil masakannya dan berakhir ia dicaci maki oleh Adiguna bahkan masakan itu berakhir ditempat sampah, sejak saat itu adiknya menjadi pendiam.

Namun Sebagai kakak yang baik, Lea selalu menyemangati adiknya, mendukungnya, membelikan bahan makanan untuk dikreasikan menjadi masakan enak, saat hanya ada mereka berdua di rumah, lalu memuji serta mendoakan agar kelak Leo menjadi koki yang terkenal.

Berbagai perlombaan yang diikutinya, Lea mendapatkan uang, kedua orang tuanya mempercayakan Lea untuk mengelola uang hadiah itu sendiri, tentunya tetap masih mendapatkan uang jajan dari mereka.

Pernah suatu ketika Leo bertanya, mengapa kakaknya mau mendukung bakatnya, dengan santainya Lea menjawab, "Gue itu lagi berinvestasi sama Lo dek, entar kalau Lo udah jadi chef yang terkenal terus banyak duit, Lo bisa balikin ke gue?"

Mendengar hal itu, Leo tertawa, betul juga apa yang diucapkan kakaknya.

Keduanya bersekongkol agar hal itu tidak diketahui oleh orang tua mereka.

Pernah juga Lea sesumbar, "Dek, gue nggak usah kuliah aja kali ya, gue mau ikut turnamen biar dapet duit buat biayain sekolah Lo," Tentu hal itu ditentang keras oleh Leo, ia ingin agar kakaknya mewujudkan cita-citanya menjadi seorang dosen sama seperti ayah mereka.

Terpopuler

Comments

Siti Fatimah

Siti Fatimah

hadir ☝️

2024-01-03

3

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!