Aku Atau Dia Yang Pelakor
Siang itu udara begitu panas. Isyana mendapat kabar dari pelayan rumah bahwa sang suami Ikbal, meminta supir pribadinya untuk mengantarkan setelan kerja ke apartemen mereka. Apartemen milik Isyana pribadi yang dia beli sebelum menikah dengan Ikbal.
Sudah dua hari suaminya itu tidak pulang ke rumah karena alasan pekerjaan di luar kota. Sekarang dia sudah pulang tapi malah menginap di apartemen. Tentu membuat Isyana sedikit menerka-nerka mengapa sang suami merahasiakan kepulangan nya. Bahkan jika Isyana tadi tidak sengaja mendengar percakapan suaminya itu di telepon dengan pelayan rumah. Dia tidak akan tahu bahwa sang suami sudah pulang dari pekerjaan diluar kota.
“Bu Lastri, biar saya saja yang mengantarkan bajunya Mas Ikbal,” ucap Isyana dengan lembut kepada pelayan rumah nya berusia 40an tahun.
“Tapi Nyonya...” jawab pelayan bernama Bu Lastri itu dengan sedikit terbata.
“Tidak apa-apa, Bu. Saya juga sangat rindu dengan mas Ikbal...sekali-kali saya ingin memberikan kejutan untuknya...” Isyana bersikeras.
“Baiklah, Nyonya...” Bu Lastri menunduk lalu pergi.
Isyana pun diantar oleh supir pribadi sang suami yang sempat disuruh pulang ke rumah untuk mengambil baju kerjanya. Isyana juga tidak lupa mengingatkan kepada supir tersebut untuk tidak mengatakan apa-apa kepada Ikbal bahwa dirinya sendiri yang akan mengantarkan baju ke apartemen.
Dengan anggun nya Isyana mengenakan setelan kerja andalan nya, celana kain putih, kemeja hitam yang dipadukan jas berwarna putih, serta sepatu hak tinggi yang membuatnya semakin elegan.
“Kenapa Mas Ikbal tidak memberitahuku kalau dia sudah pulang? Dan malah menginap di apartemen?”
Isyana terus bertanya-tanya didalam perjalanan. Hatinya merasa sedikit ada yang tidak beres. Namun dengan sifat Isyana yang punya pemikiran luas, dia memilih untuk membuang jauh-jauh pikiran buruk tentang Ikbal suaminya.
“Selamat datang,” sambut para pegawai apartemen pada Isyana.
Tak berlama-lama Isyana langsung berjalan ke arah lift. Lalu menekan tombol lantai 15, dan menunggu hingga lift itu sampai pada tujuannya.
Didepan pintu unit apartemen 105B Isyana memegangi dadanya yang tiba-tiba berdetak kencang. Dia ragu untuk menempelkan kartu akses unit untuk membuka pintu, namun tetap dia lakukan.
Pintu pun terbuka. Isyana mencondongkan badan nya ke depan. Lalu dia berjalan masuk menyusuri lorong kearah kamar, di apartemen nya itu.
Langkah Isyana terhenti saat sepatu hak tingginya menginjak sehelai kain yang dia rasa sangat menjijikan tergeletak di lantai.
Mata Isyana kembali membulat, wajah tenangnya seketika berubah menjadi sinis. Melihat kain tersebut ternyata adalah celana dalam wanita berwarna hitam.
“Shit...” umpat Isyana pelan.
Isyana pun mengedarkan pandangan nya menyapu seisi kamar yang terasa hangat. Dia berjalan beberapa langkah lagi ke depan. Lalu Isyana berjongkok meraih kemeja sang suami yang juga berserakan dilantai. Dihirup nya aroma parfum wanita pada kemeja itu.
Isyana menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskan nya dengan kasar.
“Mas Ikbal? Menjijikkan sekali kamu, aku mau muntah melihat semua ini ... paling tidak tahu malu sedikit karena ini adalah apartemen ku.”
Isyana tidak bodoh, dia pasti sudah mengerti keadaan ini. Keadaan dimana sang suami telak didepan matanya telah berselingkuh. Bahkan dengan tidak malunya ia melakukan hubungan intim di dalam apartemen yang dibeli Isyana menggunakan uang pribadinya.
Isyana menarik nafas dalam-dalam dengan mata tertutup. Seutas senyuman tipis terbentuk di ujung bibirnya. Tangan nya mengepal kuat, menahan amarah yang sudah berada di uujung tanduk.
Bersamaan saat itu tiba-tiba terdengar suara desahan dan tertawa genit laki-laki dan perempuan, yang berasal dari dalam kamar mandi.
“Ah...jangan disitu...geli!”
“Enggak sayang tenang aja, aku cuman mau...”
“Ikbal sudah, kamu nakal banget sih!”
Isyana semakin bergetar mendengar semua itu. Tidak pernah dia membayangkan bahwa suaminya akan berani bermain api di belakangnya.
“Brengsek, menjijikkan sekali kamu Mas.”
Isyana mengatur nafasnya, tetap berusaha terlihat anggun dan santai. Walau sebenarnya dia sangat marah dan ingin mendobrak pintu kamar mandi itu. Tapi tidak dia lakukan.
Isyana berbalik dan berjalan kearah balkon kamar. Dia bersandar dipagar sambil menatap kearah pintu kamar mandi.
“Sangat rendahan...” tukasnya kembali dengan tersenyum tipis.
“...bisa-bisanya kamu Mas berbuat hal serendah ini? Apakah karena kamu punya mainan lain? Sampai-sampai selama tiga bulan terakhir kamu tidak pernah menyentuh ku sama sekali...”
Isyana membalikan badan nya memilih untuk menatap keindahan kota dari balkon tersebut.
“Heh, lucu sekali. Didalam sana Mas Ikbal jelas-jelas sedang memadu kasih dengan perempuan lain ... jelas aku marah! Tapi perasaan marah ini beda dengan perasaan marah karena cinta, apakah karena aku tidak bisa melupakan dia?”
“...dia yang bukan suamiku,” ucap Isyana dengan tersenyum paksa.
Setelah ia berbicara pada dirinya sendiri Isyana pun kembali berjalan masuk kedalam kamar. Meletak kan paper bag yang berisi pakaian sang suami keatas tempat tidur.
Dia melirik kearah kamar mandi dan tersenyum tipis. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk pergi dari tempat itu. Dengan langkah yang sedikit gontai. Bagaimana pun juga Isyana adalah seorang wanita. Walaupun dia tidak begitu sakit hati melihat suami nya berselingkuh. Akan tetapi hatinya juga rapuh seperti kebanyakan wanita lain.
“Maaf Mas, perilaku mu yang rendahan seperti ini tidak cocok dengan wanita berkelas seperti ku...ckck.”
Isyana kembali dengan raut wajah biasa dengan pakaian rapi, seperti tidak ada yang terjadi. Dalam setiap langkah nya tersirat pembalasan dendam apa yang akan dia lakukan. Hanya itu yang sekarang Isyana pikirkan sepanjang jalan menuju lift.
“Apakah ini karma-ku? Karena sampai saat ini hatiku masih dimiliki oleh laki-laki lain, walaupun hubungan kami sudah berakhir dan aku juga tidak tahu dimana dia sekarang.”
Saat pintu lift tertutup. Tiba-tiba kepala Isyana pusing dan pandangan nya berputar. Ia pun terhuyung dan hampir terjatuh jika dirinya tidak sempat memegang dinding stainless lift. Pandangan nya berputar dan terasa begitu mual.
“Isyana kamu harus kuat, laki-laki seperti Mas Ikbal tidak pantas mendapatkan dirimu...biarkan dia berbuat semaunya dengan sampah itu!”
Pintu lift pun terbuka. Isyana cepat-cepat berdiri tegak dan merapikan jasnya saat keluar dari dalam lift.
BRAK!!!
Karena langkahnya yang terburu-buru Isyana sampai tidak sengaja menabrak bahu seorang laki-laki. Isyana mengerjapkan matanya yang masih kabur saat melihat. Saat hendak berdiri badan nya kembali terhuyung dan akhirnya rubuh.
“Apa kamu baik-baik saja?” tanya laki-laki itu denngan suara serak dan berat.
Dengan sigap dan cepat laki-laki itu meraih tubuh ramping Isyana dengan tangan kekarnya. Hampir saja Isyana terjatuh kelantai, jika laki-laki itu tidak menangkapnya.
Isyana masih menunduk dan sempat syok. Namun dia merasa ada yang aneh. Seperti mengenal dengan suara laki-laki tersebut, dan bahkan sentuhan nya itu terasa begitu akrab bagi Isyana. Laki-laki itu juga memiliki suara serak berat yang sedikit cadel yang susah berucap huruf R.
Perlahan Isyana menegakkan pandangan nya dengan ragu. Matanya seketika membulat tidak percaya.
“Pak Elvano?” Isyana gugup.
Cepat-cepat Isyana berdiri sendiri dan merapikan jas serta rambutnya yang sempat terkibar.
“Bu Isyana?” Sama hal nya dengan Isyana, laki-laki itu juga nampak sangat terkejut bertemu dengan nya.
Wanita anggun yang tidak pernah berubah. Masih cantik dan sama seperti tiga bulan lalu terakhir kali mereka bertemu. Pikir laki-laki bernama Elvano itu, saat menatap Isyana.
Elvano malah tersenyum manis dengan sangat ramah. Membuat Isyana masih terdiam mematung. Tidak berekspresi dan memandang intens wajahnya kala itu.
“Bu Isyana? Apa anda baik-baik saja?”
“Bu Isyana?”
“Bu Isyana?”
Sampai berkali-kali Elvano memanggil nama Isyana, dia tidak bergeming sama sekali dan masih mematung. Elvano pun mengibas udara di depan Isyana, membuat nya akhirnya tersadar.
“I-iya saya baik-baik saja...” jawab Isyana tersenyum kikuk dengan pipi yang memerah dan terasa panas.
“Apakah ini nyata? Atau mimpi seperti biasanya?” batin Isyana.
Elvano kembali tersenyum dan tatapan matanya terasa begitu hangat. Dia mengulurkan tangan di depan Isyana.
“Senang bisa bertemu dengan anda kembali, Bu Isyana.”
Isyana menggigit bibir bawahnya membalas tatapan hangat Elvano. Dengan tangan yang menggetar Isyana menjabat tangan Elvano yang lembut.
“Senang juga bisa bertemu dengan anda kembali, Pak Elvano Mubarak.”
Deg...deg...deg...deg.
“Sepertinya ini nyata, hatiku kembali berdegup kencang dihadapan nya seperti ini...seperti tiga bulan yang lalu saat bertemu Elvano untuk pertama kalinya,” batin Isyana.
To be continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Massiel Chika Avany
waduh nek gini susah ya
2024-01-28
0
YuWie
kok gak lihat dulu siapa ceweknya iqbal...rekam kek
2024-01-19
0
Tara
ceraikan suami laknat tsb
2024-01-01
1