Siang itu udara begitu panas. Isyana mendapat kabar dari pelayan rumah bahwa sang suami Ikbal, meminta supir pribadinya untuk mengantarkan setelan kerja ke apartemen mereka. Apartemen milik Isyana pribadi yang dia beli sebelum menikah dengan Ikbal.
Sudah dua hari suaminya itu tidak pulang ke rumah karena alasan pekerjaan di luar kota. Sekarang dia sudah pulang tapi malah menginap di apartemen. Tentu membuat Isyana sedikit menerka-nerka mengapa sang suami merahasiakan kepulangan nya. Bahkan jika Isyana tadi tidak sengaja mendengar percakapan suaminya itu di telepon dengan pelayan rumah. Dia tidak akan tahu bahwa sang suami sudah pulang dari pekerjaan diluar kota.
“Bu Lastri, biar saya saja yang mengantarkan bajunya Mas Ikbal,” ucap Isyana dengan lembut kepada pelayan rumah nya berusia 40an tahun.
“Tapi Nyonya...” jawab pelayan bernama Bu Lastri itu dengan sedikit terbata.
“Tidak apa-apa, Bu. Saya juga sangat rindu dengan mas Ikbal...sekali-kali saya ingin memberikan kejutan untuknya...” Isyana bersikeras.
“Baiklah, Nyonya...” Bu Lastri menunduk lalu pergi.
Isyana pun diantar oleh supir pribadi sang suami yang sempat disuruh pulang ke rumah untuk mengambil baju kerjanya. Isyana juga tidak lupa mengingatkan kepada supir tersebut untuk tidak mengatakan apa-apa kepada Ikbal bahwa dirinya sendiri yang akan mengantarkan baju ke apartemen.
Dengan anggun nya Isyana mengenakan setelan kerja andalan nya, celana kain putih, kemeja hitam yang dipadukan jas berwarna putih, serta sepatu hak tinggi yang membuatnya semakin elegan.
“Kenapa Mas Ikbal tidak memberitahuku kalau dia sudah pulang? Dan malah menginap di apartemen?”
Isyana terus bertanya-tanya didalam perjalanan. Hatinya merasa sedikit ada yang tidak beres. Namun dengan sifat Isyana yang punya pemikiran luas, dia memilih untuk membuang jauh-jauh pikiran buruk tentang Ikbal suaminya.
“Selamat datang,” sambut para pegawai apartemen pada Isyana.
Tak berlama-lama Isyana langsung berjalan ke arah lift. Lalu menekan tombol lantai 15, dan menunggu hingga lift itu sampai pada tujuannya.
Didepan pintu unit apartemen 105B Isyana memegangi dadanya yang tiba-tiba berdetak kencang. Dia ragu untuk menempelkan kartu akses unit untuk membuka pintu, namun tetap dia lakukan.
Pintu pun terbuka. Isyana mencondongkan badan nya ke depan. Lalu dia berjalan masuk menyusuri lorong kearah kamar, di apartemen nya itu.
Langkah Isyana terhenti saat sepatu hak tingginya menginjak sehelai kain yang dia rasa sangat menjijikan tergeletak di lantai.
Mata Isyana kembali membulat, wajah tenangnya seketika berubah menjadi sinis. Melihat kain tersebut ternyata adalah celana dalam wanita berwarna hitam.
“Shit...” umpat Isyana pelan.
Isyana pun mengedarkan pandangan nya menyapu seisi kamar yang terasa hangat. Dia berjalan beberapa langkah lagi ke depan. Lalu Isyana berjongkok meraih kemeja sang suami yang juga berserakan dilantai. Dihirup nya aroma parfum wanita pada kemeja itu.
Isyana menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskan nya dengan kasar.
“Mas Ikbal? Menjijikkan sekali kamu, aku mau muntah melihat semua ini ... paling tidak tahu malu sedikit karena ini adalah apartemen ku.”
Isyana tidak bodoh, dia pasti sudah mengerti keadaan ini. Keadaan dimana sang suami telak didepan matanya telah berselingkuh. Bahkan dengan tidak malunya ia melakukan hubungan intim di dalam apartemen yang dibeli Isyana menggunakan uang pribadinya.
Isyana menarik nafas dalam-dalam dengan mata tertutup. Seutas senyuman tipis terbentuk di ujung bibirnya. Tangan nya mengepal kuat, menahan amarah yang sudah berada di uujung tanduk.
Bersamaan saat itu tiba-tiba terdengar suara desahan dan tertawa genit laki-laki dan perempuan, yang berasal dari dalam kamar mandi.
“Ah...jangan disitu...geli!”
“Enggak sayang tenang aja, aku cuman mau...”
“Ikbal sudah, kamu nakal banget sih!”
Isyana semakin bergetar mendengar semua itu. Tidak pernah dia membayangkan bahwa suaminya akan berani bermain api di belakangnya.
“Brengsek, menjijikkan sekali kamu Mas.”
Isyana mengatur nafasnya, tetap berusaha terlihat anggun dan santai. Walau sebenarnya dia sangat marah dan ingin mendobrak pintu kamar mandi itu. Tapi tidak dia lakukan.
Isyana berbalik dan berjalan kearah balkon kamar. Dia bersandar dipagar sambil menatap kearah pintu kamar mandi.
“Sangat rendahan...” tukasnya kembali dengan tersenyum tipis.
“...bisa-bisanya kamu Mas berbuat hal serendah ini? Apakah karena kamu punya mainan lain? Sampai-sampai selama tiga bulan terakhir kamu tidak pernah menyentuh ku sama sekali...”
Isyana membalikan badan nya memilih untuk menatap keindahan kota dari balkon tersebut.
“Heh, lucu sekali. Didalam sana Mas Ikbal jelas-jelas sedang memadu kasih dengan perempuan lain ... jelas aku marah! Tapi perasaan marah ini beda dengan perasaan marah karena cinta, apakah karena aku tidak bisa melupakan dia?”
“...dia yang bukan suamiku,” ucap Isyana dengan tersenyum paksa.
Setelah ia berbicara pada dirinya sendiri Isyana pun kembali berjalan masuk kedalam kamar. Meletak kan paper bag yang berisi pakaian sang suami keatas tempat tidur.
Dia melirik kearah kamar mandi dan tersenyum tipis. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk pergi dari tempat itu. Dengan langkah yang sedikit gontai. Bagaimana pun juga Isyana adalah seorang wanita. Walaupun dia tidak begitu sakit hati melihat suami nya berselingkuh. Akan tetapi hatinya juga rapuh seperti kebanyakan wanita lain.
“Maaf Mas, perilaku mu yang rendahan seperti ini tidak cocok dengan wanita berkelas seperti ku...ckck.”
Isyana kembali dengan raut wajah biasa dengan pakaian rapi, seperti tidak ada yang terjadi. Dalam setiap langkah nya tersirat pembalasan dendam apa yang akan dia lakukan. Hanya itu yang sekarang Isyana pikirkan sepanjang jalan menuju lift.
“Apakah ini karma-ku? Karena sampai saat ini hatiku masih dimiliki oleh laki-laki lain, walaupun hubungan kami sudah berakhir dan aku juga tidak tahu dimana dia sekarang.”
Saat pintu lift tertutup. Tiba-tiba kepala Isyana pusing dan pandangan nya berputar. Ia pun terhuyung dan hampir terjatuh jika dirinya tidak sempat memegang dinding stainless lift. Pandangan nya berputar dan terasa begitu mual.
“Isyana kamu harus kuat, laki-laki seperti Mas Ikbal tidak pantas mendapatkan dirimu...biarkan dia berbuat semaunya dengan sampah itu!”
Pintu lift pun terbuka. Isyana cepat-cepat berdiri tegak dan merapikan jasnya saat keluar dari dalam lift.
BRAK!!!
Karena langkahnya yang terburu-buru Isyana sampai tidak sengaja menabrak bahu seorang laki-laki. Isyana mengerjapkan matanya yang masih kabur saat melihat. Saat hendak berdiri badan nya kembali terhuyung dan akhirnya rubuh.
“Apa kamu baik-baik saja?” tanya laki-laki itu denngan suara serak dan berat.
Dengan sigap dan cepat laki-laki itu meraih tubuh ramping Isyana dengan tangan kekarnya. Hampir saja Isyana terjatuh kelantai, jika laki-laki itu tidak menangkapnya.
Isyana masih menunduk dan sempat syok. Namun dia merasa ada yang aneh. Seperti mengenal dengan suara laki-laki tersebut, dan bahkan sentuhan nya itu terasa begitu akrab bagi Isyana. Laki-laki itu juga memiliki suara serak berat yang sedikit cadel yang susah berucap huruf R.
Perlahan Isyana menegakkan pandangan nya dengan ragu. Matanya seketika membulat tidak percaya.
“Pak Elvano?” Isyana gugup.
Cepat-cepat Isyana berdiri sendiri dan merapikan jas serta rambutnya yang sempat terkibar.
“Bu Isyana?” Sama hal nya dengan Isyana, laki-laki itu juga nampak sangat terkejut bertemu dengan nya.
Wanita anggun yang tidak pernah berubah. Masih cantik dan sama seperti tiga bulan lalu terakhir kali mereka bertemu. Pikir laki-laki bernama Elvano itu, saat menatap Isyana.
Elvano malah tersenyum manis dengan sangat ramah. Membuat Isyana masih terdiam mematung. Tidak berekspresi dan memandang intens wajahnya kala itu.
“Bu Isyana? Apa anda baik-baik saja?”
“Bu Isyana?”
“Bu Isyana?”
Sampai berkali-kali Elvano memanggil nama Isyana, dia tidak bergeming sama sekali dan masih mematung. Elvano pun mengibas udara di depan Isyana, membuat nya akhirnya tersadar.
“I-iya saya baik-baik saja...” jawab Isyana tersenyum kikuk dengan pipi yang memerah dan terasa panas.
“Apakah ini nyata? Atau mimpi seperti biasanya?” batin Isyana.
Elvano kembali tersenyum dan tatapan matanya terasa begitu hangat. Dia mengulurkan tangan di depan Isyana.
“Senang bisa bertemu dengan anda kembali, Bu Isyana.”
Isyana menggigit bibir bawahnya membalas tatapan hangat Elvano. Dengan tangan yang menggetar Isyana menjabat tangan Elvano yang lembut.
“Senang juga bisa bertemu dengan anda kembali, Pak Elvano Mubarak.”
Deg...deg...deg...deg.
“Sepertinya ini nyata, hatiku kembali berdegup kencang dihadapan nya seperti ini...seperti tiga bulan yang lalu saat bertemu Elvano untuk pertama kalinya,” batin Isyana.
To be continued...
TIGA BULAN YANG LALU.
Sebelum Isyana mengetahui perselingkuhan yang di lakukan suaminya.
*
Hotel Luxury kota Newyork pukul sepuluh pagi.
Diatas tempat tidur yang berukuran King Size itu. Isyana merebahkan tubuhnya yang terasa remuk. Setelah perjalanan panjang menggunakan pesawat akhirnya dia sampai juga di kota itu.
“Huh...” Isyana menghela nafas sambil menutup matanya yang lelah.
Jika bukan karena proyek yang besar Isyana tidak akan mau pergi meninggalkan Ikbal suaminya. Jauh dari suami tentunya tidak biasa untuknya setelah 8 bulan yang lalu menikah. Istilahnya masih pengantin baru.
Ikbal Pratama Lubis, laki-laki yang dia nikahi delapan bulan lalu. Walaupun pernikahan nya sebuah perjodohan. Akan tetapi Isyana juga sudah mulai punya perasaan pada Ikbal, dengan seiring berjalan nya waktu.
Isyana menyayangi dan sangat menghargai sosok Ikbal. Laki-laki yang dipilihkan sang ayah untuknya. Kepribadian Ikbal yang dewasa dan perhatian, cukup bisa membuat hati Isyana nyaman. Dengan usia yang terpaut lima tahun, Isyana 25 tahun dan Ikbal 30 tahun. Isyana merasa Ikbal bisa menjadi suami yang baik dan bertanggung jawab.
Ikbal dulunya adalah sekertaris dan orang kepercayaan atau bisa dibilang tangan kanan ayah Isyana. Karena sangat mempercayai sosok Ikbal, ayah Isyana tidak ragu mempercayakan anak satu-satunya itu pada Ikbal. Ayahnya yakin bahwa Isyana pasti hidup bahagia bila menikah dengan Ikbal.
Sekarang Ayah Isyana telah pensiun dan perusahaan dialihkan kepada Ikbal. Dengan dibantu oleh paman nya Isyana Ikbal mampu mengelola perusahaan besar Germian Sen COMPANY atau GSC. Perusahaan yang bergerak di bidang media elektronik.
Sedangkan Isyana sendiri dari setelah dia menyelesaikan kuliahnya, Isyana tetap tidak mau bergantung pada perusahaan sang ayah. Dia lebih memilih untuk merintis perusahaan nya sendiri dari bawah. Alhasil kini Isyana telah memiliki perusahaan milik nya sendiri yang bergerak di bidang property dan even organizer, yaitu GERMIAN ORGANIZER.
Dan sekarang Isyana berada jauh dari sang suami karena sebuah proyek besar. Ada perusahaan besar yang mempercayakan sebuah acara pembukaan cabang baru di kota Newyork kepada Even Organizer milik Isyana. Tentu Isyana akan turun tangan sendiri, dia tidak mau mengecewakan klien besar tersebut.
Drrt...drrt...drrt.
Isyana mendengar suara ponselnya yang bergetar. Ia pun beranjak dan meraih ponselnya yang berada di atas nakas di samping ranjang. Isyana tersenyum lebar. Membaca sebuah pesan masuk dari suami nya.
****************
“Sayang, kamu jangan lupa makan ya. Jaga kesehatan baik-baik...aku gak mau kamu terlalu capek juga. I Love u, sayangku!” ~Ikbal.
“Iya mas, kamu juga ya...jaga kesehatan. Makasih sudah perhatian, Love u to mas.” ~Isyana.
“Malam ini aku ada acara Reuni Kampus, sayang.” ~Ikbal.
“Iya mas, pergi saja...asal jangan banyak minum ya.” ~Isyana.
“Iya sayang, pasti kok. Yasudah sekarang kamu istirahat...” ~Ikbal.
****************
Setelah membalas pesan dari Ikbal. Isyana pun bergegas bangun dan pergi ke kamar mandi. Membersihkan diri lalu bersiap tidur. Karena malam nanti dia ada pertremuan dengan klien nya.
Sedangkan disisi lain, lebih tepatnya dikamar sebelah Isyana. Seorang laki-laki tampan baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Semerbak aroma mint memenuhi seisi kamar. Laki-laki itu baru saja selesai mandi. Dia juga baru saja sampai di kota Newyork, di jam penerbangan yang sama dengan Isyana.
Hanya dengan handuk yang melilit di pinggangnya, laki-laki itu keluar dari kamar mandi. Kulitnya yang putih dengan otot lengan dan otot perut yang terbentuk sempurna. Ditambah rambutnya yang dibiarkan nya setengah basah.
Bisa di bayangkan jika semua wanita akan terpesona melihatnya. Akan tetapi dia adalah laki-laki yang sudah punya istri, tentu saja tubuhnya adalah milik sang istri.
Ialah Elvano Mubarak Direktur Pimpinan Perusahaan El Mubarak Company atau EMC. Nampak begitu gagah dan menawan.
EMC bergerak di bidang Media Elektronik sama dengan GSC. Namun bedanya EMC baru berjalan sekitar tujuh tahun. Sedangkan GSC sudah berjalan selama lima belas tahun. Akan tetapi EMC sudah sangat berkembang pesat, dan bisa dibilang menjadi saingan GSC dalam lingkup bisnisnya.
Elvano meraih ponselnya yang tergeletak di atas ranjang. Sambil menyeruput kopi Elvano menggulirkan nama-nama kontak di ponselnya dari bawah keatas. Ia berjalan ke arah balkon lalu duduk disalah satu kursi santai disana.
Panggilan vidio pun tersambung. Nampak seorang perempuan cantik dengan rambut hitam panjang di panggilan itu. Perempuan itu sedang memegang sebuah kuas blush on dan sesekali dia mengaplikasikannya ke pipi kanan kiri secara bergantian.
“El...apa-apaan kamu ini,” teriak perempuan itu dengan dahi yang mengkerucut.
“Hehe...kenapa sayang?” tanya Elvano sambil terkekeh.
“Pakai bajumu! Bagaimana jika Nano melihatmu begitu...” ucap perempuan cantik itu dengan wajah khawatir.
“Biarkan saja....” balas Elvano tidak perduli sambil menyeruput kembali kopinya.
“Dimana Nano? Apa dia sudah tidur?”
“Iya dia sudah tidur.”
Wanita itu menjawab singkat dan masih sibuk dengan alat make up di tangan nya. Elvano menghela nafas nya seakan tidak suka. Karena merasa di abaikan oleh perempuan yang dia panggil dengan sebutan ‘Sayang’ itu.
“Nabila, apa kamu yakin mau pergi acara reuni kampus tanpaku?” Wajah Elvano terlihat masam.
Nabila Oktavia, perempuan cantik ini adalah istrinya. Begitu pun juga dengan Nano Mubarak adalah buah hati hasil pernikahan mereka yang sudah berjalan selama tujuh tahun.
Elvano dan Nabila menikah diusia mereka yang masih sangat muda, yaitu Elvano dan Nabila sama-sama berusia 23 tahun. Sekarang mereka berumur 30 tahun. Karena sebuah kesalahannya Nabila sampai hamil. Yang mengharuskan mereka menikah muda saat itu.
“Kamu kenapa sih El? Kita ini sudah menikah hampir tujuh tahun, masa pergi reuni saja kamu gak percaya sama aku!” ucap Nabila dengan nada sedikit tinggi.
“Ya ya ya...baiklah terserah kamu saja! Aku hanya bertanya kenapa kamu bicara dengan membentak! Sudahlah aku mau tidur...sebentar malam aku ada pertemuan penting...”
Tak mau berlama-lama bicara dengan Nabila yang tempramental. Elvano pun memutuskan panggilan secara sepihak. Karena merasa begitu kesal dengan nada bicara Nabila yang membentak. Jujur saja Elvano sangat membenci wanita yang berbicara sangat kasar. Tapi mau bagaimana lagi, Nabila adalah istrinya, Elvano banyak mengalah padanya.
Elvano pun memutuskan untuk tidur, mengistirahatkan tubuhnya yang juga lelah karena penerbangan. Sambil menunggu waktu pertemuan nanti malam.
Delapan jam berlalu sangat cepat.
Restoran makanan laut di lantai sepuluh, Hotel LUXURY.
Seperti biasa Isyana mengenakan setelan kasualnya yang dia pakai bekerja. Celana kain putih, kemeja hitam, dan jas putih, yang biasa dia gunakan untuk bertemu kliennya. Dia harus tampil sempurna dan rapi, karena penampilan seseorang akan mencerminkan kualitas kinerjanya. Begitu prinsip yang dimiliki Isyana dari dia masih sekolah.
“Good Evening, Miss.”
Seorang pelayan laki-laki menghampiri Isyana yang sudah berada di pintu masuk restoran. Isyana pun tersenyum dengan ramahnya, lalu dengan anggun memberikan sebuah kertas kepada pelayan tersebut.
“Ok, please follow me,” kata pelayan itu.
Pelayan tersebut mengantarkan Isyana ke sebuah ruangan makan privasi. Yang sudah dipesan oleh klien Isyana lebih dulu. Klien yang selama ini hanya berbicara dengan nya melalui telepon saja.
Isyana terdiam dan mematung saat pelayan itu membuka pintu. Matanya tak berkedip menatap seorang laki-laki yang sudah ada didalam ruangan tersebut. Laki-laki itu kini tengah sibuk membaca sebuah proposal ditangan nya yang kekar.
Pupil mata Isyana berkedut dan tiba-tiba saja dia merasakan jantungnya yang berdetak sangat kuat. Sampai-sampai dia harus memegangi dadanya untuk bertahan. Isyana mengerutkan kening dan menarik nafas panjang untuk menenangkan diri.
“Ada apa denganku? Tidak biasanya jantungku seperti ini?” batin Isyana yang terheran-heran.
Laki-laki itu pun menyadari kedatangan Isyana, ia langsung berdiri menyambut dengan senyuman manis dan mengulurkan tangan nya pada Isyana.
“Selamat malam, senang bertemu dengan anda Bu Isyana...” ucap laki-laki itu dengan suara serak berat dan cadel nya karena tidak fasih mengucapkan huruf R.
“Pak Elvano Mubarak? Senang bertemu dengan anda juga.” Isyana tersenyum kikuk sembari menjabat tangan laki-laki tampan didepan nya itu. Tanpa sadar tangan dan jemarinya dingin seperti es.
Elvano pun mempersilahkan Isyana untuk duduk.
“Dari penampilan nya yang cantik dan anggun, sepertinya tidak salah jika aku mempercayakan acara pembukaan cabang ini padanya,” batin Elvano.
To Be Continued.
“Bu Isyana...”
Tidak sengaja Elvano menyentuh tangan Isyana saat perempuan itu ingin meletakan proposal nya keatas meja.
Isyana terkejut. Mereka berdua saling memandang selama beberapa detik lalu kembali tersadar. Elvano menarik kembali tangan nya kemudian meminta maaf.
“Maaf, maksud saya sebaiknya kita makan lebih dulu,” kata Elvano gugup.
“Hah?” Isyana termangu.
“Oh iya, apa jangan-jangan Bu Isyana sudah makan malam? Maaf saya tidak tahu...seharusnya saya tidak memesan-”
“Tidak-tidak, saya juga belum makan malam kok,” ucap Isyana menyela perkataan Elvano.
“Baguslah, kalau begitu kita makan malam lebih dulu lalu membicarakan proposal acaranya...”
Isyana mengangguk setuju.
Tidak berselang lama pelayan pun datang membawakan hidangan-hidangan istimewa restoran. Lalu menyajikan nya kepada Elvano dan juga Isyana. Hingga meja di hadapan mereka berdua penuh dengan makanan.
Uhuk...uhuk...uhuk.
Isyana tersedak saat menyantap makanan nya. Perempuan cantik itu hendak meraih gelas berisi jus di dekatnya. Namun lagi-lagi, tanpa sadar Elvano menahan tangan Isyana lalu dengan sigap memberikan segelas air putih ke tangannya sebagai pengganti untuk diminum.
Isyana menatap Elvano dan meminum air putih yang diberikan olehnya.
“Terima kasih...”
“Sama-sama,” ucap Elvano dengan tersenyum
Mereka pun kembali menyantap makanan masing-masing. Sangat hening, tanpa sepatah kata yang keluar dari mulut mereka untuk berbasa basi. Keduanya seperti merasa gugup tanpa sebab. Akhirnya setelah selesai makan Isyana dan Elvano mulai membahas mengenai pekerjaan mereka.
“Jadi besok saya akan mengecek lokasinya, Pak,” ucap Isyana.
“Baiklah, kalau begitu saya akan ikut bersama anda,” sahut Elvano dengan pandangan yang intens kepada Isyana.
Isyana tertegun dan cepat-cepat mengalihkan pandangan nya.
“Apa-apaan aku ini, kenapa mataku tidak bisa berhenti menatap nya?” batin Isyana menggila.
“Maksudnya, saya juga ingin melihat lokasinya...tidak masalah bukan?” jelas Elvano gugup.
“Tidak masalah, Pak.” Isyana tersenyum kikuk.
“Kalau begitu saya akan menghubungi Bu Isyana besok pagi...”
“Baik, Pak.”
Isyana pun tersadar dan teringat akan sang suami. Saat dia melirik arloji di tangan kirinya. Isyana teringat di kota mereka pasti sudah pagi jika di Newyork malam seperti ini. Ia pun meminta izin kepada Elvano untuk menelpon.
“Permisi,” ucap Isyana sopan yang dibalas senyuman dan anggukan oleh Elvano.
Isyana pun berjalan ke arah balkon restoran. Kemudian ia langsung mengeluarkan ponsel dari saku celana dan menghubungi sang suami dengan cepat.
Isyana mengerutkan dahinya ketika tiga panggilan nya tidak dijawab oleh Ikbal. Sempat merasa kesal tetapi Isyana mencoba untuk tenang dan mengontrol emosinya di depan Elvano.
Melihat Isyana yang mencoba menghubungi suaminya. Elvano hampir melupakan Nabila, ia pun tergerak untuk menghubungi istrinya itu. Mengingat tadi pagi dia sudah marah dan menutup panggilan secara sepihak.
Disisi lain di waktu yang sama, namun berbeda keadaan.
Di Apartemen mewah.
Pukul delapan pagi, Di kota J.
Seorang pria yang tidak mengenakan baju sedang tidur tengkurep di atas ranjang dengan selimut tebal yang hanya menutup hingga ke pinggangnya. Tubuhnya polos tanpa busana dari kepala sampai kaki.
Kepalanya begitu berat untuk membuka mata sekedar menjawab sebuah panggilan di ponselnya. Namun tetap dia berusaha meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas lalu menjawab panggilan tersebut.
“Mas, kamu kok baru angkat sih? Aku dari tadi nelpon kamu!”
Mata Ikbal seketika terbelalak saat mendengar suara Isyana. Dia langsung melirik arloji ditangan kirinya. Astaga! Dia tidak sadar jika sudah jam delapan pagi. Akibat mabuk semalam di acara reuni kampus, membuat Ikbal merasa kepalanya berat pagi itu.
Ikbal pun beranjak dan duduk dipinggiran ranjang. Mengusap wajah nya yang tampan untuk menyadarkan diri. Dia tidak mau Isyana akan curiga jika mendengar suaranya yang lemas.
“I-iya sayang maaf ya, aku baru bangun ini,” jawab Ikbal dengan gugup.
Namun, tiba-tiba saja terdengar suara sebuah ponsel berdering dari sebelahnya. Mendengar nya sontak Ikbal langsung menoleh kearah sumber suara itu. Matanya terbelalak melihat ada perempuan yang sedang tidur di ranjang yang sama dengan nya. Tanpa mengenakan sehelai kain untuk menutupi tubuhnya..
“Mas? Itu hpnya siapa?” tanya Isyana yang curiga.
“Oh, itu hp kantor aku sayang,” Ikbal menjawab dengan kikuk.
Ikbal pun membangunkan perempuan yang sedang tertidur itu dengan menepuk bahunya. perempuan itu pun terbangun. Dengan wajah cantik saat bangun tidur, perempuan itu menyibak rambutnya kebelakang. Ikbal menunjuk arah ponsel wanita itu yang terus berdering.
“Elvano...” desis wanita itu pelan. Dia pun segera beranjak dari ranjang sambil membalut tubuhnya dengan selimut kemudian berlari kearah balkon. Menjawab panggilan di ponselnya.
“Aku mandi dulu ya sayang,” ucap Ikbal seraya mengalihkan pembicaraan Isyana yang terus bertanya tentang suara ponsel yang dia dengar.
“Baiklah Mas, aku juga lagi ada pertemuan ini. Kamu jangan lupa sarapan ya...” Panggilan pun terputus.
Ikbal menghela nafas lega. Dia pun merebahkan kembali tubuhnya sambil memijit keningnya yang terasa penat. Hampir saja dia ketahuan.
“Astaga, apa yang sudah kulakukan? Ini pasti gara-gara mabuk semalam...” Ikbal memaki dirinya sendiri.
“Nabila? Kamu baru bangun? Kamu dimana sekarang?” Suara Elvano terdengar kesal di seberang panggilan.
Nabila menggigit kukunya bingung untuk menjawab pertanyaan Elvano. “A-aku baru bangun El, semalam capek banget...”
“Bagaimana dengan Nano? Apa kamu tidak mengurusnya sekolah?” Suara Elvano terdengar semakin kesal membuat Nabila semakin ketakutan.
“Nano sudah pergi sekolah El, kamu tenang saja. Aku mau mandi dulu nanti aku hubungi lagi ya...”
Nabila segera menutup panggilan dengan cepat. Kemudian berjalan masuk kembali kedalam kamar menghampiri Ikbal.
“Via, apa yang sudah kita lakukan?” ucap Ikbal dengan wajah bingung nya.
Ikbal memanggil Nabila dengan sebutan Via, seperti waktu mereka masih kuliah bersama.
“A-aku juga gak tau, mungkin karena kamu mabuk semalam.” Nabila menghela nafas panjang.
“Bagaimana jika istriku tahu?” Ikbal meremas rambutnya untuk menjernihkan pikiran nya.
“Ya aku juga gak tau, bagaimana juga jika Elvano tahu tentang ini...habislah kita berdua...” Nabila juga ketakutan mengingat seperti apa watak Elvano.
“Aku tidak takut pada Elvano, dari waktu kuliah aku tidak pernah takut padanya...” ucap Ikbal dengan percaya diri karena Nabila membandingkan nya dengan Elvano.
“Cihh sombong sekali, dia pasti bakal marah besar jika tahu ini...” Nabila berdecih sambil memutar malas bola matanya.
“Sekarang sebaiknya kamu mandi, Vi! Habis mandi aku akan mengantarmu pulang, kita bicarakan masalah ini nanti...” ucap Ikbal.
Nabila pun mengangguk dan langsung masuk kedalam kamar mandi. Didalam kamar mandi Nabila terus mengingat kejadian semalam. Walaupun itu kesalahan. Akan tetapi Nabila diam-diam malah merasa senang.
“Via makin cantik aja...” batin Ikbal.
“Sepertinya Ikbal sudah sangat mapan, dari dulu aku memang tidak bisa melupakan nya...” batin Nabila.
Nabila dan Ikbal dulunya adalah sepasang kekasih waktu kuliah. Namun karena sebuah kesalahan Nabila harus menikah dengan Elvano, membuat Ikbal sangat geram. Sejak saat itu Ikbal tidak pernah bertemu dengan Nabila lagi. Akan tetapi di reuni semalam mereka dipertemukan kembali.
***
Kembali ke restoran tempat Isyana dan Elvano makan.
Isyana kembali duduk di kursinya. Bersamaan dengan Elvano yang juga baru selesai melakukan panggilan telepon. Elvano menatap Isyana dan menyadari perubahan raut di wajahnya. Tanpa ragu ia pun bertanya.
“Ada apa Bu Isyana? Apa ada masalah?” tanya Elvano.
Isyana tersenyum. “Tidak ada apa-apa, Pak. Mari kita lanjutkan pembahasan proposal nya.”
“Baiklah, jadi besok kita pergi bersama ke lokasinya ya...”
Isyana mengangguk. Meskipun dia sedang membicarakan masalah pekerjaan. Akan tetapi pikiran nya tidak bisa berhenti memikirkan Ikbal suaminya. Ada rasa curiga yang terbesit dibenaknya. Perasaan nya tidak tenang. Terlebih saat dia mendengar deringan ponsel yang sangat asing di telinganya tadi.
“Ada apa denganku? Isyana kamu tidak boleh mencurigai suami sendiri hanya karena suara hp ... mungkin aja Mas Ikbal mengganti nada dering hp kerjanya ... berpikirlah positif Isyana,” batin Isyana tidak karuan karena Ikbal.
Elvano yang melihat raut wajah Isyana yang tidak karuan. Apalagi saat di ajak bicara Isyana sesekali hanya melamun. Elvano pun mengibas udara di depan wajah Isyana.
“Bu Isyana? Apa anda yakin baik-baik saja?”
Isyana tersadar dari lamunannya dan mengangguk cepat. “Saya baik-baik saja.”
“Sepertinya pembahasan kita kali ini sampai sini saja,” tutur Elvano.
To Be Continued.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!