Melawan Semesta

Melawan Semesta

Melawan Semesta 1

"Besok elu pulang ya...?" Sambil mengunyah makanan yang ada di dalam mulutnya, Denis bertanya menatap laki-laki yang sedang duduk di depannya. Mengisahkan jarak dari meja makan yang menjadi penghalang.

"Sebenarnya gue masih mau di sini, tempatnya adem, gue tenang saja kalau lihat bentangan sawah seperti ini" menoleh ke arah jendela, pemandangan sawah yang membentang luas tidak ia lihat ketika berada di kota. Meskipun sebenarnya dirinya memang ada di luar kota, sekedar untuk liburan namun tempatnya sekarang berada di pedesaan. Desa sahabatnya yang pernah bersekolah satu tempat dengannya.

Junan tidak akan menduga bisa mendatangi kampung sahabatnya. Meskipun keduanya tidak lagi bersekolah di tempat yang sama, namun komunikasi mereka tetap berjalan.

"Kapan-kapan kan lu bisa ke sini lagi. Liburan semester, atau kalau lu ada waktu" habis tandas tidak tersisa makanan yang ada di piring Denis. Padahal isi piring itu tadinya membumbung tinggi bagai gunung Semeru, namun sekarang semuanya habis dilahap olehnya. Meneguk minuman satu gelas penuh dan menyimpan gelasnya yang tidak lagi berisi di depannya. "Nanti sore kita mancing bagaimana. Dari kemarin gagal terus karena hujan, hari ini sepertinya cuaca bisa bersahabat" kedua matanya mengarah ke jendela, melihat warna biru cerah di langit sana.

"Boleh" Junan menyelesaikan sarapannya. Mengambil piring kotor milik Denis juga miliknya dan membawanya ke tempat pencucian piring.

"Eh jangan Jun, nanti gue saja yang cuci piring. Sebaiknya lu tunggu gue di ruang tengah, kita cari cacing di belakang rumah untuk umpan" Denis buru-buru beranjak dan mengambil piring kotor dari tangan Junan.

Melangkah meninggalkan dapur, bukannya duduk di sofa di ruang tengah, Junan terus melangkahkan kaki menuju teras rumah. Duduk di kursi kayu memperhatikan lingkungan sekitar. Begitu berbeda jauh dengan tempat tinggalnya. Kalau seandainya masa kecilnya ia habiskan di perkampungan seperti ini, dirinya mungkin akan memiliki kenangan indah di masa kecil.

Suara mesin motor terdengar dari jarak jauh semakin dekat dan masuk ke halaman rumah yang dipagari oleh tuan rumah dari bambu.

"Melamun saja nak Jun" bapak yang baru saja datang dengan kendaraan roda duanya, menyapa laki-laki yang duduk di teras rumah.

"Nunggu Denis om mau pergi cari cacing untuk umpan memancing"

"Kalau mau cari cacing, dibelakang rumah ada itu. Denis biasanya mencari di belakang rumah untuk umpan" langkahnya mendekat ke arah Junan, duduk di kursi kosong menghela nafas lelah. "Mau pulang besok ya...?" Suara Jamil bapak dari Denis kembali terdengar.

"Iya om. Maunya sih masih ingin berlama-lama di sini tapi saya harus sekolah juga"

Kepala Kamil manggut-manggut, hingga kemudian Denis datang menghampiri dan berdiri di samping Junan.

"Tempat kamu di Jakarta ya...? Ada orang di sini yang mau pindah ke sana. Pekerjaannya sebenarnya di kota ini, tapi harus pindah karena pekerjaan yang mengharuskan untuk pindah. Mereka sudah berpindah-pindah tempat, anaknya seusia kalian berdua"

"Julian sama ibunya ya pak...? Kemarin Denis ketemu dia. Dia juga lagi berlibur di sini sebelum pindah ke Jakarta katanya" Denis mengambil tempat duduk di samping Kamil.

"Iya, mungkin kalau tidak salah sore ini mereka ke kota. Oh ya Den, jemput ibumu sana di pasar. Bapak harus bantu pak Heru di sawahnya. Jangan lupa itu ya, bapak mau siap-siap dulu" Kamil memberikan kunci motor kepada Denis, masuk ke dalam rumah.

"Jun, gue mau jemput ibu dulu nggak apa-apa kan. Nggak lama kok"

"Elu minta izin sama gue kayak gue nggak mau izinin saja. Ya nggak apa-apa lah, lagian gue juga mau jalan-jalan sebentar sambil nunggu kamu"

"Oke lah, gue pergi dulu"

Kepergian Denis meninggalkan Junan seorang diri. Sejak kemarin hujan terus melanda sehingga untuk berjalan santai di kampung itu saja belum pernah ia lakukan. Menarik dirinya dari tempat duduknya, Junan melangkahkan kaki keluar dari halaman rumah. Berjalan kecil menikmati udara pagi yang begitu sejuk dan membuat tentram.

Semakin jauh ia berjalan, sesekali menyapa warga di tempat itu yang pergi turun ke sawah. Matanya terus memperhatikan pemandangan yang menurutnya menakjubkan. Terbesit dalam hati, jikalau tinggal di pedesaan asri seperti itu adalah hal yang menyenangkan.

"Kak Lian, layangannya putus"

Teriakan anak kecil mengalihkan fokus Junan. Dirinya melihat dua orang anak kecil juga satu remaja yang seusia dirinya berdiri pinggir jalan memainkan layangan. Hingga remaja laki-laki itu berlari mengejar layangan yang putus yang dimainkan oleh anak kecil yang berteriak tadi.

Junan berdiri masih begitu jauh dari mereka namun remaja yang mengejar layangan itu, semakin dekat dengannya. Tidak bergerak dari tempatnya, kedua mata Junan fokus memperhatikan laki-laki itu yang sepertinya berlari ke arahnya. Tidak melihat bahwa di depannya ada sosok yang diam mematung di tempatnya, apalagi matanya hanya tertuju pada layangan yang berusaha untuk ia gapai. Kagetnya tidak ia sangka ketika melompat untuk meraih tali layangan itu, tubuhnya menubruk tubuh seseorang hingga keduanya terjungkal terbaring di tanah.

Bukan karena tabrakan itu yang membuat keduanya mematung, membulatkan mata saling tatap dalam jarak yang begitu sangat sangat dekat. Akan tetapi satu hal yang membuat keduanya bahkan tidak bisa bergerak walau hanya seinci. bibir keduanya saling menempel, bertemu dalam keadaan yang sangat sulit untuk dijabarkan.

Deg

Deg

Deg

Degub jantung Junan berdetak tidak beraturan. Dari jarak dekat itu, ia dapat melihat kedua mata indah yang di miliki oleh remaja itu.

Saking terkejutnya hingga laki-laki itu menarik diri terburu-buru, duduk di samping Junan dengan tangan gemetar memegang bibirnya yang baru saja menempel pada bibir seseorang.

Junan ikut bangun, menatap remaja di hadapannya dengan tatapan mata tidak berkedip sama sekali. Laki-laki itu menoleh ke arah Junan, di situlah dapat Junan lihat dengan jelas wajah laki-laki itu.

Bibir tipis yang sungguh Junan tidak habis pikir kalau bibir itu begitu seksi seperti bibir perempuan. Merah muda dan bahkan menurutnya itu begitu indah. Kedua mata indah berwarna kecoklatan, bulu mata lentik yang sungguh mungkin wanita saja akan iri untuk memiki bulu mata seperti itu. Padahal yang berada di depannya adalah laki-laki, namun kelihatannya bahkan remaja itu terlihat cantik. Padahal tidak ada sama sekali penampilan yang terkesan seperti perempuan, semuanya normal senormal normalnya.

Lamunan Junan terkejut ketika tanpa menunggu Junan untuk bangkit berdiri, remaja itu sudah ngacir berlari kabur begitu saja. Bahkan sendalnya sampai putus, begitu terburu-buru bagai di kejar seseorang.

Sampai dirinya jatuh akibat tersandung kaki sendiri. Junan bangkit hendak mendekat, namun remaja itu kembali bangkit berlari kembali meninggalkan Junan seorang diri dengan perasaan tidak bisa ia jabarkan sama sekali.

"Astaga... apa-apaan ini" Junan memegang bibirnya tanpa sadar.

Terpopuler

Comments

warkop Teteh kuningan

warkop Teteh kuningan

akyu mampir kaaaaak,,,,siap menunggu cerita² nya,,tapi jgn fokus d novel salah satunya brengan aja jalannya....
weleh weleh mungkinkah ini cerita yg d sebut cinta terlarang???

2024-01-03

2

Aiby Kushina Uzumaki

Aiby Kushina Uzumaki

apaan tuh ?

2023-12-30

0

Heri Wibowo

Heri Wibowo

like pertama sudah mendarat

2023-12-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!