"Hati-hati ya, kapan-kapan main ke sini lagi nak Junan" Rasmi tersenyum hangat pada sosok Junan yang kini bersiap akan meninggalkan desa itu. Hampir seminggu Junan berada di desa itu dan selama seminggu itu Rasmi memperlakukan Junan seperti anaknya sendiri.
"Iya tan, kalau ada waktu pasti saya ke sini lagi. Tempatnya adem, bikin betah" senyuman Junan terukir di bibirnya.
Mobil yang akan membawanya ke kota sudah siap di halaman rumah. Biasanya di pedesaan seperti itu, jika ingin menginjakkan kaki ke kota mereka akan menaiki mobil penumpang. Tentu saja bayar sesuai dengan harga tempuh yang di tuju. Di dalam mobil ada tiga orang yang juga menjadi penumpang mobil itu.
"Kabari kalau sudah sampai ya" Denis memeluk Junan menepuk pelan bahu temannya itu.
"Pasti itu" Junan membalas menepuk bahu Denis.
"Tiba di kota elu mau dijemput siapa. Naik mobil kan...?"
"Teman gue yang jemput nanti di terminal mobil. Kebetulan kemarin gue datang sama-sama dengan dia. Harusnya dia ngikut ke sini kemarin"
"Lain kali ajak sekalian dengan temanmu itu"
Setelah berpamitan, Junan masuk ke dalam mobil. Melambaikan tangan kepada temannya juga Rasmi dan Kamil hingga mobil itu berbelok dan tidak terlihat lagi.
Junan mengirimkan pesan kepada ibunya kalau hari ini ia akan pulang ke Jakarta. Kepalanya bersandar menatap ke luar jendela mobil. Di lalui jalan yang kemarin sore mereka lewati saat pulang dari memancing. Jika mengingat kejadian kemarin membuat bibir Junan melengkungkan senyuman.
Masih Junan ingat saat hujan kemarin sore ketika dirinya bertemu lagi dengan remaja itu. Remaja itu malah kabur sama seperti pertama kali mereka bertemu di pagi harinya.
"Dia liat gue kayak ngeliat setan saja" gumamnya sembari terkekeh pelan.
Junan tiba di Jakarta pada menjelang malam. Harusnya teman yang bersama dengannya untuk pulang ke Jakarta mengantarkan dirinya ke rumah namun karena temannya itu mempunyai urusan mendadak jadilah Junan akan pulang menggunakan ojek online.
"Sorry banget ya bos gue nggak bisa antar lo pulang" merasa bersalah Genta tidak bisa mengantar Junan sampai di depan rumahnya. Andai saja dirinya tidak mempunyai urusan yang mendadak, jelas saja ia tidak akan menurunkan ketua geng mereka itu di pinggir jalan.
"Santai saja, nggak apa-apa. Gue bisa pesan ojol buat pulang" Junan melepas sabuk pengamannya. "Ngomong-ngomong kayaknya besok bisa kali ya kita malak. Udah lama kan nggak pernah malak lagi. Lumayanlah setidaknya buat party perayaan masuk sekolah"
"Terserah bos saja sih sebenarnya, nanti gue beritahu Gafar sama Edwin"
"Ok sip. Hati-hati lu" menepuk pundak Genta pelan kemudian keluar dari mobil.
Junan memesan ojol setelah Genta pergi meninggalkan dirinya. Tepat di depan cafe, temannya itu menurunkan dirinya. Sesekali memperbaiki posisi tas di punggungnya, berdiri di pinggir jalan menunggu ojeknya datang.
"Mas Junan...?" Seorang laki-laki berpakaian khas tukang ojol berhenti tepat di depan Junan.
"Iya. Sesuai aplikasi ya mas"
"Siap mas"
Biasanya Junan tidak akan pernah memesan ojol sebab dia mempunyai kendaraan sendiri. Akan tetapi kali ini situasinya berbeda jadi terpaksa dirinya harus memesan ojol untuk mengantarnya pulang.
"Terimakasih mas, kembaliannya ambil saja" Junan tersenyum memberikan ongkos yang ia berikan.
"Terimakasih banyak mas" senyum sumringah laki-laki itu terbentuk di bibirnya.
Kepergian tukang ojol tadi membuat Junan balik badan membuka pagar rumah. Warung milik sang ibu masih terbuka dan biasanya akan tutup pukul sembilan malam.
"Baru pulang Jun...?" Jenan yang rupanya datang berbelanja menyapa Junan. Mereka tinggal satu komplek di daerah itu.
"Hummm" hanya menjawab dengan gumaman, Junan terus melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah.
Sang ibu masih melayani pembeli, Junan langsung menuju kamarnya di lantai atas. Merebahkan tubuhnya di kasur, menghirup aroma kamarnya yang begitu khas.
"Rindunya dengan kamar ini"
Begitu senang rasanya bisa pulang kembali ke rumah. Sudah rindu sekali dirinya dengan kamarnya sendiri padahal baru saja ia tinggal beberapa hari. Tasnya masih tergeletak di sampingnya, kedua matanya mulai berat begitu mengantuk dan ia menguap beberapa kali.
Pintu kamarnya terbuka menampakkan sang ibu yang datang dengan senyuman hangat. Seekor kucing putih berada di gendongan ibunya.
"Ya ampun pretty, papa kangen banget sama kamu" Junan bangkit mengambil posisi duduk.
Kucing putih itu melompat dari gendongan ibu Junan, menghampiri Junan hingga keduanya berpelukan. Lebih tepatnya Junan yang merengkuh pretty di dekapannya. Menciuminya beberapa kali, begitu sayang ia kepada kucing peliharaannya itu.
"Belum makan kan...? Biar ibu siapkan ya" Maria berdiri di depan putranya, menawarkan makan malam kepada anak semata wayangnya itu.
"Nggak lapar bu, Junan mau langsung tidur saja. Capek banget, badan Junan pegal-pegal terlalu lama duduk" Junan merebahkan tubuhnya, berbaring bersama pretty yang ada di atas tubuhnya.
"Ya sudah, kalau mau makan nanti tinggal cari sendiri di bawah"
"Pretty sudah dikasih makan bu...?"
"Sudah, makan banyak dia. Oh iya Jun, besok itu kita punya tetangga baru. Rumah di depan sana yang berhadapan dengan kita, sudah ada yang akan menghuninya. ibu penasaran siapa penghuninya setelah pak Andi kemarin.
"Yang jelas pasti manusia lah bu"
"Ck, ibu juga tau kalau itu. Nanti kalau misalkan tetangga baru kita ada anaknya dan seumuran kamu, ajak berteman ya. Kamu kan nggak punya teman di komplek ini"
"Malas ah, Junan sudah punya teman di sekolah. Jangan lupa tutup pintunya ya bu, Junan mau tidur. Ngantuk banget ini" diraihnya bantal guling di dekatnya, ia dekap dengan erat kemudian menutup mata.
Maria geleng kepala, mengambil tas sang putranya yang ada di atas ranjang. Ia letakkan di kursi belajar kemudian keluar kamar membiarkan putranya untuk istirahat.
_____
"JUNAAAAN BANGUN, NGGAK MAU SEKOLAH KAH...?
lengkingan suara sang ibu meresahkan di telinga Junan. Sampai ia menutup kepalanya dengan bantal guling. Sudah beberapa kali sang ibu memanggilnya untuk bangun dari tempat tidurnya namun Junan yang masih begitu mengantuk tidak menghiraukan panggilan sang ibu.
"Astaga ini anak, belum bangun juga" Maria berkacak pinggang, geleng kepala menghampiri putranya di ranjang.
Plaaaak
Plaaaak
Plaaaak
"Aw aw.... sakit bu. Astaga ini sih namanya kdrt" Junan meringis di pukul oleh sang ibu. Mengelus bokongnya yang menjadi pelampiasan kekesalan ibunya.
"Bangun, matahari sudah nampak kamu masih tiduran saja. Mandi sana, berangkat sekolah. Ibu mau ke tetangga baru kita, mereka baru saja datang. Awas saja kamu belum bangun saat ibu panggil lagi"
"Ck...iya iya, ini Junan bangun" dengan setengah hati, Junan mengambil posisi duduk masih dalam keadaan menutup mata.
Maria melengos pergi begitu saja ketika telah membangunkan Junan dari tidurnya. Mencebik dengan bibir yang miring, Junan mencak-mencak tidak jelas, beranjak mengambil handuknya dan masuk ke dalam kamar mandi.
Maria melihat ke arah rumah di depan mereka. Hanya terhalang oleh jalan raya di komplek itu. Tersenyum dirinya ketika melihat tetangga barunya ternyata seorang wanita baya juga memiliki seorang putra. Tanpa pikir panjang, Maria membuka pagar berjalan tergesa-gesa menghampiri tetangga barunya yang sedang menurunkan barang-barang dari mobil.
"Waaah nggak nyangka saya akan mempunyai tetangga baru. Selamat datang di komplek permata indah bu. Selamat pagi, maaf saya Maria tetangga ibu. Itu rumah saya yang cat warna putih" Maria menunjuk rumahnya bermaksud memberitahu tetangga barunya.
"Saya Lusi bu. Kebetulan baru pindah dari Bandung dan ini anak saya Julian" Lusi tersenyum akrab, senang sekali baru pertama kali datang sudah di sambut hangat oleh tetangganya.
"Cakep banget anaknya, laki-laki tapi kok kelihatan cantik ya" pujian Maria membuat Julian tersenyum kikuk. "Saya juga punya anak laki-laki, nanti kalian berteman ya. Umur Julian berapa, kelas berapa sekarang"
"17 tahun bu, kelas tiga SMA" Julian menjawab.
"Nah cakep, anak saya juga umurnya 17 tahun kelas tiga SMA. Nanti kenalan ya sama anak tante, mau kan...?" Maria sungguh ngebet ingin memperkenalkan Junan kepada Julian. Bukan apa-apa, putranya itu tidak mempunyai teman di komplek itu maka dari itu Maria ingin putranya akrab dengan Julian.
Julian melirik ibunya, Lusi hanya tersenyum hangat dan menganggukkan kepala sebagai pertanda kalau ia memberikan izin. Lagi pula hak Julian juga kan mau berteman dengan siapa saja.
"Iya bu"
Jawaban Julian membuat senyum Maria begitu Lebar. Hingga terdengar suara pagar dibuka dari arah rumahnya. Semua orang melihat ke arah rumah Maria. Junan sedang mendorong motornya keluar pagar. Sudah rapi dengan seragam sekolah yang ia pakai. Bajunya yang ia biarkan di luar, bahkan lengannya digulung dengan topi hitam yang terpasang di kepalanya namun di pasang terbalik. Senyuman Maria semakin lebar ketika melihat anaknya.
"Junan, sini nak. Kenalan sama tetangga kita" Maria memanggil melambaikan tangan.
Mau tidak mau Junan melangkahkan kaki mendekati mereka. Semakin dekat maka semakin jelas terlihat wajah Junan. Kedatangan Julian disambut senyuman oleh Lusi dan senyuman lebar oleh Maria. namun tidak dengan Julian, matanya bahkan melotot melihat siapa kini yang ada di depannya. Terkejut bukan main mengetahui kenyataan siapa tetangga depan rumahnya.
Dan Junan...?
Dia yang melihat Julian menatap tidak berkedip. Sungguh tidak percaya mengetahui siapa tetangga baru mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
warkop Teteh kuningan
apa gak tersungging tuh ibu Lusi anaknya di bilang ganteng/cakep tapi cantik
2024-01-07
0