Dia Anak Mu
Hujan deras sedang mengguyur kota J, membuat Defina sedikit lama menunggu taksi yang sedang ia pesan, sekitar 30 menit lamanya ia mondar-mandir di lobi kantor, ingin rasanya ia menghubungi sang suami untuk menjemput, namun ia sadar jika dirinya hanyalah istri nominal.
Kini ia sudah setengah jam lebih berlalu, iapun semakin uring-uringan. "Gimana ini, aku bisa kena marah sama suami ku," gumamnya sambil mengelus dada mencoba meredamkan perasaan cemas yang sedang melanda dirinya.
Pasrah dengan keadaan, akhirnya ia kini duduk termenung sambil menopang dagu, menoleh kiri dan kanan, moga-moga taksi yang pesan muncul segera.
"Fin...." panggil seorang pria dengan badan tegak tinggi dan setelan jas press di badan, outfit yang sangat keren, tapi jangan harap Defina akan tergiur dengan pria dihadapannya itu. Yah...pria itu adalah manager Defina, sedang posisi Defina adalah Staf bagian penanggung jawab pemasaran.
Defina langsung menoleh ke arah sumber suara datang, meski terasa enggang meladeni, namun Defina harus menghargai, secara yang manggil adalah bos dari bagian marketing yang merupakan atasan langsung dirinya.
"Sial" umpatnya dalam hati. Bicara dengannya sama saja cari masalah secara pria ini adalah saingan berat sang suami dalam bisnis.
"Mau pulang bareng?, sekefo aja jika jalur barat ada pohon tumbang, kemungkinan besar taksi yang kamu pesan menjadi salah satu kendaraan yang terjebak di sana." Jelasnya panjang lebar.
Aku melihatnya dengan serius mendengar info yang barusan ia sampaikan, ada senyum licik terlukis dari wajahnya, "Dasar buaya, pandainya ia membuat alibi, agar aku terjebak dengannya." celetukku meski ia masih dihadapan ku sekarang.
"Tak percaya, nih liat dengan mata kepala sendiri, biar otak kamu jernih dari pikiran menuduh." Cukup terkejut saat aku melihat sendiri berita tersebut yang mungkin sudah beredar ramai di medsos, secara jaman sekarang gak butuh sedetik aja semua udah viral di mana-mana.
Terdiam untuk sesaat, aku berpikir tak mungkin aku menghubungi suami ku untuk menjemput sedang perjalanan yang ditempuh yang merupakan alternatif lain jarak tempuh hampir dia kali lipat. " Kelamaan mikir, ayo cepetan, sebelum aku berubah pikiran." sambil menarik tangan ku dan berjalan kearah area parkir. Aku terpaksa ngikut saja, menimbang tak ada pilihan lain.
"Kenapa sih, mikir lama ?, dia itu playboy jangan terlalu setia jadi istri entar diselingkuhin baru tau rasa." ucapannya ngalir begitu saja, tanpa filter ataupun basa basi.
Risih, resah, cemas, jengkel, semua campur aduk, andai ada pilihan lain saat ini, ogah amat aku sekarang nebeng dengannya. Bilangnya suamiku playboy, dia lupa predikat yang tersematkan padanya, "sesama playboy dilarang sok nasehatin, ngaca dulu sana, baru bilangin orang." balas ku tanpa ampun.
"Hahaha..." malah tertawa lebar, tepat dihadapan ku.
"Naif bangat jadi istri" lanjutnya kelewat santuy.
"Mas, niat amat sih jelekin orang," balas ku sedikit emosi.
"Bukan menjelekkan Fin, tapi mengingatkan...!" jelasnya sekali lagi.
Kami pun terdiam setelah perdebatan yang lumayan menyinggung satu sama lain, aku ingat dulu ia hanyalah karyawan biasa seperti ku, namun karena ia berbakat dengan berbagai ide tentang pemasaran, ia di promosikan menjadi kepala bagian staf marketing dan dalam kurang dari setahun ia mendapatkan promosi lagi sebagai penghargaan atas prestasinya yang menembus pasar internasional. Jujur aku bangga dengan prestasinya, namun tidak dengan sifat play yang ia miliki dengan alibi sedang penjajakan para gadis demi menemukan bibit, bebet, bobot yang terbaik.
"Dasar buaya darat," cetus ku setengah berbisik.
"Jangan menghujat ku lagi, belum kapok dapat suami play juga, siapa yang gak tau sepak terjang suami mu, secara aku se frekuensi dengannya jaman kuliah dulu."
"Serah Lo...!" jawab ku cetus.
Perdebatan kami semakin menjadi-jadi, jujur ia pria yang asyik diajak ngobrol, hanya saja predikat playboy yang ia sandang terlanjur membuat ku risih berada didekatnya, aku terpaksa membatasi obrolan kami demi menghindari obrolan panas yang menyinggung satu sama lain, secara aku juga sedang nebeng sama dia entar diturunin lagi di tengah jalan.
Perjalanan yang kami tempuh menguras waktu setengah jam lebih, aku pikir jalannya pasti sunyi, namun tak disangka jalan yang kami ambil sebagai jalan alternatif justru padat kendaraan, pasti mereka adalah bagian dari korban kemacetan di jalur barat.
Sesekali aku melihat jam di pergelangan tangan ku, terlihat sangat cemas, itu pasti karena aku sedang berfikir entah apa yang akan terjadi jika suami ku melihat ku diantar kawan lamanya, belum lagi lewat jalur alternatif, entah ia cemburu atau tidak, aku juga tak yakin, tapi aku merasa mencemaskan diri ku sekarang, sepertinya aku punya firasat buruk saat ini.
"Fin...hampir sampai, gimana aku antar sampai depan rumah?" tanyanya membuyarkan diriku yang sudah kalut dalam lamunan.
"Eh...dah sampai yah!, antar sampai depan rumah saja, gak enak turun disini ada mata paparazzi dimana-mana alias tetangga jahil." guyon ku, tapi sejujurnya sama aja mau turun depan rumah atau depan lorong, pasti ketahuan juga secara punya tetangga semua teman arisan ibu mertua, sama aja cari mati.
Sampai depan rumah, aku sempat melirik jam tangan dipergelangan ku, oh tidak ternyata sudah pukul 9 malam, aku dengan amat sangat cemas turun dari mobil pak manager yang tak lain kawan lama suami sendiri.
Belum lima langkah aku berjalan menuju pagar, aku dikagetkan dengan pintu pagar yang tiba-tiba terbuka, oh...jantungku hampir lompat dari tempatnya melihatnya sudah berdiri tegak membukakan pintu pagar rumah kami.
"Mas, tumben bukain pagar," sapa ku agak gugup.
"Pengen lihat siapa yang ngantar istri saya, " jawabnya dengan nada datar dan dingin, menunjukkan aura cemburu yang kuat.
Aku menoleh kebelakang hendak menjelaskan keadaan ku sekarang, namun mas Fatir sudah turun dari mobil dan berjalan mendekati kami.
"Biar aku jelasin, kamu pasti salah paham sekarang....!" ucapnya dengan nada sedikit tegang, berbanding terbalik dengan ku yang sudah hampir panik.
"Kamu mau balas dendam?, aku dulu cuman bermain dengan kekasih mu dan dia sekarang berstatus istri ku, harusnya kamu tau batasannya." kata demi kata ia ucapkan dengan lantang, membuat mas Fatir sedikit getar.
"Kamu salah paham sekarang, sebaiknya dengar dulu penjelasan kami." jelasnya kembali, didepan suamiku yang sedang naik darah.
"Salah paham kamu bilang...!, jika ini untuk pertama kalinya itu wajar, tapi ini sudah kesekian kali kau mengantar istri ku, kamu lihat sana, aku juga punya mobil lebih keren dari milikmu, ada apa denganmu niat bangat jadi pe-bi-nor." Suami ku semakin naik pitam.
"Jaga ucapan mu....!, jika kamu pria yang baik kau sendiri yang menjemputnya, ia tak perlu duduk termenung menunggu taksi seorang diri di lobi kantor," Entah kenapa Mas Fatir kini malah terpancing dengan emosi suamiku, sedang biasanya ia tak pernah meladeni sebelumnya.
Buk....Bu...kkk....
Akhirnya hal yang aku takutkan kejadian juga didepan mata ku sekarang, oh tuhan aku benar-benar panik melihat mereka berantem di hadapanku tentang perkara sepele.
"Mas..udah, aku jelasan di dalam, gak enak diliatin tetangga," kata ku mencoba menenangkan suamiku dengan menahan dirinya.
"Diam...Kau...!" bentaknya lantang dengan mata melototi wajah ku.
Aku mundur menjauh darinya, aku tak menyangka ia akan semarah ini dan baru kali ini aku lihat raut wajahnya se emosi sekarang.
"Kalian puas, selingkuh dibelakang ku," Teriaknya menggelegar dengan melemparkan beberapa foto di hadapan ku dan mas Fatir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Yulia Irawan
heem...
2024-02-20
1