Aku bergeming...netra ini fokus pada beberapa lembar foto yang berserakan tepat di bawah ku dan mas Fatir, malam ini menjadi malapetaka besar untuk ku dalam kehidupan rumah tangga yang sedang kami bangun bahkan masih berumur jagung.
Mas Fatir menunduk hendak mengambil beberapa foto, namun aku mencegat nya. "Biar aku mas," aku langsung memungut semua foto - foto tersebut, namun ada satu foto yang membuat diri ku tak kuasa menatapnya, yah...foto dengan adegan berciuman, "Lihai sekali orang ini mengedit foto, aku tau betul foto ini dan siapa yang ada dalam adegan tersebut," selepas kalimat itu terucap, foto tersebut langsung di rampas oleh suamiku, dengan kasar ia memperjelas foto tersebut pada ku, " kamu bilang editan, Lalu sekarang yang kalian lakukan dihadapan ku juga editan, pulang bareng dan entah sudah kesekian kalinya," dengan nada sinis ia mengucapkan kalimat yang semakin membuatku tak menyangka akan tuduhan yang ia sematkan pada kami.
Mas Fatir hendak menjelaskan kembali, namun aku yang lelah dengan kekanakan dirinya langsung mencegatnya,"Tak usah diperjelas lagi Mas Fatir, biarkan lah dia dengan argumen tuduhannya padaku, aku lelah.....hmmm ..... Maaf tapi silahkan Mas pulang, dan terimakasih atas tumpangannya," aku langsung berlalu dan memasuki rumah, dari arah belakang ia ternyata masih mengekori langkah ku, hingga kaki ini melangkah masuk dalam kamar, " masih punya muka masuk dalam kamar ini, sudah selingkuh masih juga tak tau diri," sindirnya dengan nada sinis.
Langkah ku seketika terhenti pas depan pintu kamar pribadi kami, kaki yang terlanjur melewati pintu kamar aku tarik kembali, aku mundur sedikit menjauh dari pintu kamar pribadi kami. Sesaat aku diam dan mulai mengambil napas panjang, " Huf....mau mas apa sekarang?, aku sudah tak tau lagi harus dengan bahasa apa untuk menjelaskan semua salah pahaman yang terjadi antara kita." Balas ku tanpa menoleh ke arahnya, ada rasa sakit yang luar biasa, andai itu luka luar mungkin darahnya sudah mengucur deras, tapi sayang ini adalah luka batin yang tak terukur sakitnya.
"Kamu nanya?" ucapnya dengan menirukan gaya si Alif Cepmek yang viral itu.
Aku menyambut ucapannya dengan nada mulai emosi, "Yah, bahkan aku bertanya-tanya ada apa dengan mu?, bukan kah yang menginginkan pernikahan ini bukan aku, bukan kah yang maksa nyentuh itu kamu, dan bahkan yang di rugikan selama ini itu aku, bahkan kau sendiri yang bilang aku ini hanya sebatas istri nominal, lantas masalahnya apa?"
"Lancang sekali....!, apa itu yang Fatir ajarkan padamu?" bentaknya sekali lagi.
"Mas, dari tadi Mas terus menuduh kami, jika memang bukti yang kamu berikan itu benar adanya, lantas kenapa tidak kau ceraikan saja diri ku, gampang kan?" jawab ku mulai agak meninggi.
"Oh...jadi benar kamu ada hubungan dengan Fatir?, sampai segitu ngebetnya ingin bercerai, udah sangat gatal sekarang karena aku hanya sekali menyentuhmu..?" sindirnya dengan semakin merendahkan diri ku.
"Mas, cukup....!, Aku bilang Cukup...!" tegas ku dan hendak berpaling menjauh darinya, "mau kemana kamu?, jika memang ingin pergi lagi, kenapa gak sekalian kau ambil semua pakaian kamu dan bawa pergi dari rumah ini, aku tak Sudi rumah ini menjadi kotor karena wanita murahan seperti mu,"
Tubuh ku bergetar, bukan karena aku takut pisah darinya tapi ada rasa amarah yang berkecamuk yang aku tak tahan dengannya yang selalu memandang rendah diri ku. "Mas....kau mengusirku?" ku tatap matanya dengan linangan air mata pedih menahan luka, luka yang teramat menyakitkan, luka yang aku tak tau ia akan sembuh atau membekas selamanya.
Ya, mungkin ini yang terbaik, aku memang lebih baik pergi. Mungkin ini bukanlah tempat yang di takdirkan untuk ku, biarlah aku pergi dengan luka, tapi aku pastikan atas semua perbuatan kejinya padaku, Allah pasti akan membalas semuanya. "Mas, selamat kau menang aku yang kalah, carilah wanita yang lebih baik dari ku, aku doakan kamu bahagia dengannya," dengan perasaan tersayat aku memaksakan langkah memasuki kamar yang menjadi saksi kebersamaan kami tiga bulan lamanya.
Aku mulai mengambil semua pakaian yang aku bawa sebelumnya dan sengaja meninggalkan beberapa pakaian yang dia belikan untuk ku. Setelah selesai berkemas aku melangkah keluar dari kamar, di depan kamar rupanya aku bertemu dengan penonton setia drama kami, yang tak lain adalah si ibu mertua yang sedari dulu memiliki impian memisahkan kami berdua.
Aku yakin ia pasti sedang bersorak gembira dalam hati sekarang, secara sedari dulu ini adalah salah satu moment yang ia harapkan terjadi dalam rumah ini.
Aku mendekati dirinya, mengulurkan tangan hendak Salim untuk terakhir kalinya, tapi tak kusangka ia malah menepis tangan ku dan berlalu meninggalkan diri ku dengan senyuman sinis menghiasi sudut bibirnya, bahkan sempat terdengar sayup kalimat jika ia sangat bahagia dengan perpisahan kami.
Aku berdiri sejenak, mengatur napas dan mulai melangkah kembali tanpa menoleh sedikitpun, aku terus melangkah hingga kini aku sudah berada di luar pagar, untung saat ini sudah berhenti hujan, aku berharap mendapatkan taksi segera, tak lama menunggu taksi yang aku harapkan segara muncul, antara senang dan sedih aku menaikkan barang bawaan ku dan aku duduk tepat dibelakang sang supir, aku baru beranikan diri melihat rumah itu untuk terakhir kalinya saat sudah berada dalam kendaraan.
"Kenapa tadi aku sangat lama menunggu taksi dan tak satupun dari 3 taksi yang aku pesan datang menjemput, bahkan aku terjebak dalam situasi yang tak menguntungkan diri ku. Kanapa ya...Tuhan engkau mempermudah perpisahan kami, apa salah ku hingga engkau membiarkan rumah tangga ku hancur seperti ini...?" aku terus bergumam dalam hati hingga sang supir membuyarkan lamunan ku, " Mbak, tujuan mana?, sejak tadi mbak murung, maaf, tapi mba mau kemana?" tanya sang supir terdengar iba pada ku.
"Eh...Maaf...!" aku seketika bingung dengan apa yang harus aku jawabkan pada sang supir taksi, sejenak aku terdiam, otak ku yang sedari tadi lelah, ku paksa kembali berpikir entah kemana tujuan kali ini, aku sebelumnya terlalu emosi hingga tak sadar akan kubawa kemana langkah ini, dan kemana tujuan ku sekarang.
"Mbak...!"
Dengan helaan napas panjang, suara berat terdengar sengau, bukannya menjawab aku justru menangis tak jelas.
Sang supir terpaksa berhenti dan menoleh kearah ku. "Mbak klo boleh saran, di depan ada penginapan harganya terjangkau, akan tetapi dijamin keamanannya, klo mbak mau aku punya kenalan moga aja ada yang kosong,"
"Ya, aku setuju. Terimakasih pak...!" sahut ku tanpa tanggapan lain lagi.
hanya sekitar lima atau tujuh menit kami sudah sampai tepat di depan penginapan tersebut.
Ketika hendak menurunkan barang bawaan ku, aku di kejutkan dengan suara pria yang memanggil nama ku dengan jarak sekitar 10 meter jauhnya, memang samar karena suasana gelap, namun suara itu terdengar sangat familiar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Yuli a
jngn bilang itu fatir....🤣
2024-02-20
1