Beautiful Pain

Beautiful Pain

Bab 1

Di kota kecil di Jawa Barat, seorang gadis tengah membereskan beberapa piring kotor yang berserakan di meja. Ia membersihkan meja sebelum akhirnya berlalu ke bagian belakang cafe. Tak lama setelahnya, ada rekan kerjanya yang menyuruhnya menemui seseorang. Gadis itupun segera berjalan menuju tempat yang dimaksud. Terlihat seorang wanita paruh baya yang Ia kenal tengah duduk di salah satu meja dengan wajah berseri. Gadis itupun memberi salam dengan sangat sopan pada wanita itu.

"Duduk nak." Titahnya pada Ralia.

"Emm.. ibu mau Lia buatkan minum, atau makan?" Tawarnya sedikit canggung.

Sontak wanita itu menggeleng seraya tersenyum pada Ralia. "Tidak nak. Hari ini Ibu hanya ingin memberitahumu sesuatu." Katanya berhasil membuat Ralia merasa penasaran.

"Memberitahu apa ya bu?" Tanyanya dengan hati-hati.

"Malam ini Ibu dan Alvan akan ke rumah kamu."

'Deg!' Jantung Ralia mendadak berdetak kencang. Ia tak bisa mengendalikan detak jantungnya jika mendengar nama Alvan disebut.

"Mau apa bu?" Tanya Ralia lagi. Ia benar-benar tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya saat ini.

"Melamar kamu." Sontak mata Ralia seperti akan keluar karena tak percaya dengan jawaban wanita di depannya ini.

Ralia Syazani, seorang gadis berusia 22 tahun yang bekerja di sebuah cafe di kota kecil Jawa Barat. Gadis yang sopan dan ramah berhasil membuat seorang ibu 4 anak tertarik padanya dan menginginkan dirinya menjadi menantu untuk anak bungsunya. Dan Alvan Virendra, seorang direktur di salah satu pusat perbelanjaan di kota Jakarta. Meski tempat kerjanya tidak sebesar mall, namun Ia mengemban tanggung jawab sebanyak 5 toko. Posisi direktur utama Ia raih pada usia 24 tahun, dan sekarang Ia sudah berusia 26 tahun. Terdengar mustahil seorang pemuda yang masih berusia 24 tahun sudah menjadi direktur utama. Namun, kenyataannya Alvan berhasil meraih jabatan itu dengan segala usaha dan kegigihannya dalam bekerja. Diketahui Alvan bukanlah seorang sarjana, Ia terjun di dunia bisnis pemasaran setelah lulus SMK. Mengingat sosok Ayah yang sudah tiada, dan Ibu yang kian menua, Alvan memutuskan untuk mencari uang sendiri tanpa ingin merasakan belajar di sebuah universitas/perkuliahan sehingga di usia yang masih muda, ia sudah diangkat sebagai pimpinan. Meski Alvan masih sangat muda, namun di tempat kerjanya, Ia sangat dihormati oleh karyawan-karyawan di sana yang bahkan jauh lebih tua darinya.

***

Sesuai dengan yang sudah direncanakan, Nidia mendatangi rumah Ralia untuk secara resmi melamar Ralia pada keluarganya. Ralia yang memang menyukai Alvan, hanya tersenyum malu saat ia menerima lamaran Alvan. Begitupun dengan Alvan, senyumnya sangat manis malam itu membuat Ralia merasa terbang ke angkasa. Kesepakatan kedua belah pihak mengenai pernikahan Ralia dan Alvan akan dilaksanakan satu bulan setelah lamaran. Yang berarti, Ralia harus bersiap dan berhenti dari pekerjaannya, karena setelah menikah Ia harus ikut dengan Alvan ke Jakarta.

Masih terngiang di telinga Ralia tentang pesan Nidia padanya untuk selalu menemani Alvan dalam keadaan apapun, dan sampai kapanpun. Bahkan Nidia menegaskan agar Ralia bisa menjauhkan Alvan dari mantan pacarnya yang sebelumnya pernah ketahuan menggunakan uang Alvan untuk berfoya-foya. Bahkan Alvan sempat membeli sebuah mobil dan saat ini digunakan oleh Dara. Mereka hanya beralasan jika mobil itu adalah milik mereka berdua karena Dara pun ikut membayar 30% dari harga mobil tersebut.

Sampai akhirnya hari pernikahan tiba, Ralia sudah merasa tegang saat ia dihadirkan sebelum akad dilaksanakan. Siger sunda dan kebaya putih serta polesan make up tebal berhasil membuat Alvan terpaku pada Ralia. Bahkan kakak ketiganya yang diketahui masih lajang pun terpesona pada kecantikan Ralia di hari itu.

Alvan tersenyum saat Ralia duduk di sampingnya dan menoleh sesaat padanya. Ia tak tahu jika Ralia teringin sekali memeluk Alvan karena gemas. Namun, Ia sadar mereka belum sah menjadi suami istri.

Kemudian akad pun diikrarkan Alvan sebagai tanda Ia menerima Ralia sebagai istrinya dan mulai bertanggung jawab terhadap hidup Ralia kedepannya. Bukan hanya dunia, Alvan harus bersedia menanggung semua tentang Ralia sampai akhirat. Ya... tanggung jawab suami memang sebesar itu.

Ralia melirik ke arah Fathir yang menatap sendu dirinya yang kini sudah menjadi istri orang lain. Fathir Syahreza, seorang pemuda yang dikenal baik hati, adalah mantan pacar dari Ralia. Mereka putus bukan karena adanya orang ketiga ataupun tidak direstui keluarga. Namun, mereka berpisah karena salah faham Fathir pada Ralia yang Ia kira mendua saat itu. Sayangnya, ketika Fathir hendak meminta maaf karena keegoisan dan kesalahannya, ternyata Ralia sudah lebih dulu dilamar pria lain.

"Tak adakah kesempatan untukku?" Lirih Fathir dari kejauhan, namun masih terlihat gerakan bibirnya oleh Ralia yang langsung menunduk tak ingin menatap lebih lama wajah Fathir. Ralia tahu jika Fathir sangat terluka melihatnya bersanding dengan pria lain. Ia sudah terlanjur sakit hati saat Fathir tega memakinya dan meninggalkannya hanya karena asumsi dan kabar tak benar tentang dirinya.

"Ra.. semoga bahagia ya! Aku harap, dia adalah jodoh kamu sampai syurga nanti." Tutur Fathir saat Ia dan Ralia sudah berhadapan. Ralia hanya mengangguk seraya tersenyum menanggapi penuturan doa dari Fathir.

"Kak Fathir juga semoga cepat-cepat menyusul ya! Aku tunggu kabar baiknya." Balas Ralia pun mendoakan mantan pacarnya tersebut. Alvan yang berada di samping Ralia, merasa risih melihat tatapan Fathir yang penuh arti pada Istrinya. Bukan cemburu, namun Ia merasa tidak dihargai sebagai suami Ralia di sana.

"Tolong jaga Ralia ya! Saya tak bisa menjaganya, saya harap kamu bisa menjaganya." Ucap Fathir beralih berbicara pada Alvan.

"Tentu saja. Dia istri saya." Balas Alvan terdengar begitu angkuh meski ucapannya dihiasi senyum manis yang tersimpul.

***

Setelah acara selesai, meski hanya acara sederhana, namun bagi Ralia dan Alvan hari ini sangat melelahkan. Karena waktu libur Alvan hanya diberi 3 hari, dengan terpaksa keesokan harinya Ralia harus bersiap ikut ke Jakarta dan tinggal bersama dengan Alvan. Selama perjalanan, Ralia yang tak ingin mengganggu konsentrasi Alvan pun memilih diam dan sesekali memejamkan mata karena mengantuk. Baru sekejap Ia masuk ke alam mimpi, matanya kembali terbuka karena tiba-tiba teringat keluarga yang baru saja Ia tinggalkan. Biasanya pengantin baru selalu diantar oleh keluarganya saat menuju rumah baru mereka. Namun karena Alvan yang sudah mempunyai mobil sendiri, dan mahir mengemudi, mau tidak mau keluarga Ralia harus rela melepas kepergian Ralia hanya di depan rumah saja.

Singkatnya, sampai di depan sebuah gedung, Ralia terkesiap kagum. Ia bertanya-tanya apakah ini sebuah hotel? Alvan memarkirkan mobil di parkiran khusus, kemudian mereka memasuki sebuah lift dan Ralia masih bergelut dengan pertanyaan-pertanyaan di kepalanya. Sampai akhirnya Alvan membawanya memasuki sebuah pintu di lantai 9 dengan nomor G-505.

"Ini apartemenku, dan kamarnya di sana. Barang-barang kamu nanti dibawa sama petugas ke sini. Kalau mau mandi, mandi saja dulu." Titah Alvan pada Ralia yang masih terlihat canggung.

"Mas.. emm kak.. eumm--"

"Panggil sesukamu saja. Panggil nama pun tak masalah." Ujar Alvan saat melihat Ralia yang kebingungan dengan panggilan suami-istri mereka.

"Mas, boleh?" Alvan hanya mengangguk menanggapi pertanyaan Ralia tersebut.

"Mas mau kemana? Mas aja yang duluan mandi. Kan baju aku masih di koper." Ucap Ralia dengan memasang wajah polos.

"Aku mau laporan dulu. Kamu kan tinggal di sini, biar ga ada yang ngira kita macem-macem." Jelas Alvan menjawab pertanyaan Ralia yang masih tak tahu harus apa saat ini. Ketika Alvan sudah berlalu dari balik pintu, Ralia ragu-ragu memasuki kamar Alvan. Ia termangu melihat dekorasi yang begitu rapi, padahal Alvan adalah seorang laki-laki.

Setelah Ralia selesai membersihkan diri, Ia keluar dari kamar mandi dengan menggulung rambutnya memakai handuk tanda Ia baru keramas. Matanya tertuju pada koper yang berada di dekat sofa dan Alvan yang tengah memainkan ponselnya.

"Oh iya Mas... malam ini--"

"Ra..." Panggil Alvan berhasil menghentikan kalimat Ralia yang belum sempat terucap.

"Sebelumnya, aku ingin minta maaf. Kamu tahu kan pernikahan ini bukan kita yang mau. Dan aku tahu kamu belum cinta juga sama aku. Aku rasa, kita jaga jarak ya! Aku gak akan nyentuh kamu kok. Kalau kamu gak percaya, aku akan tidur di sofa, kamu di kasur ya!" Lanjut Alvan seketika membekukan tubuh Ralia sehingga menghentikan aktifitas Ralia mencari pakaiannya.

Alvan sudah siap jika Ralia akan marah atau bahkan memakinya saat ini, namun Ia juga tak bisa membohongi dirinya jika Ia masih mengharapkan Dara.

"Mas punya pacar?" Tanya Ralia dengan suara pelan namun masih terdengar oleh Alvan.

"Sudah putus, tapi masih sayang." Jawaban Alvan ini sontak membuat hati Ralia teriris. Ia menghela nafas dalam lalu menghembuskannya perlahan.

"Ohh... gapapa mas. Aku ngerti kok." Ucap Ralia terdengar begitu tenang. Mata Alvan membulat merasa tak percaya, karena Ia berpikir Ralia akan marah.

Bersambung

Terpopuler

Comments

si cilik nakal💢💢

si cilik nakal💢💢

semangat torr/Smile//Smile/

2024-01-10

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!