Suara ketukan pintu dari luar membuyarkan seluruh euforia yang Edly dan Guinsha rasakan.
"Ada orang, Pak." Guinsha tampak panik, ia segera merapikan seluruh pakaiannya yang sudah tampak kusut.
Berbeda dengan Edly, pria itu terlihat santai bahkan masih sempat tersenyum saat melihat Guinsha kesusahan mengaitkan tali b ranya.
"Perlu kubantu memakaikan?" Pertanyaan Edly langsung dijawab Guinsha dengan gelengan cepat.
Setelah Guinsha selesai memakai pakaiannya, Edly segera menyuruh tamu yang di luar untuk masuk.
Pintu terbuka, menampilkan sosok wanita cantik yang tadi Guinsha temui di ruangan rapat.
"Kau tidak perlu kembali ke ruangan Humas. Pulanglah, biar nanti aku yang berbicara pada Oriana." Ujar Edly yang melihat penampilan Guinsha tak lagi rapi.
"Saya permisi, Pak." Guinsha langsung mengambil langkah cepat dan keluar dari ruangan itu. Dirinya sendiri tidak menoleh lagi ke arah wanita cantik yang ia yakini sebagai sekretaris Edly. Dia sungguh malu jika sampai wanita itu tahu apa yang baru ia lakukan bersama Edly.
Setelah kepergian Guinsha, Edly mempersilahkan Bella—sekretarisnya untuk duduk.
"Ada apa?" Edly sedikit merapikan berkas yang berserak di meja akibat perbuatannya dengan Guinsha tadi.
"Istri Anda berada di Jakarta, Tuan. Nyonya meminta agar Anda bisa menemuinya sekarang di rumah utama. Ia juga membawa putri Anda bersamanya, sepertinya Nyonya berniat tinggal lebih lama disini." Ujar Bella memberi informasi yang ia dapat dari Kayla—istri Edly sendiri.
"Beritahu dia jika aku akan menemui klien ke luar Kota." Edly jelas sedang beralasan, jadwalnya tak terlalu padat hari ini dan sekretarisnya mengetahui itu.
"Tapi Tuan Fulton meminta saya untuk memundurkan semua jadwal Anda dan saya sudah melakukannya."
"Kau bekerja untukku atau untuk pria tua bangka itu, Bella? Atau kau ingin aku memecatmu." Raut kekesalan tampak jelas di wajah pria berusia 32 tahun itu. Edly sangat tidak suka ketika Bella lebih patuh terhadap Ayahnya dibanding dia. Bahkan sewaktu mengelola perusahaan properti miliknya di Amsterdam, Bella yang juga sebagai sekretarisnya disana masih lebih mendengarkan perkataan Ayahnya.
"Maafkan saya, Tuan." Perkataan Edly barusan sudah sering Bella dengar, jadi ia tak begitu mengambil hati. Lagi, Edly tidak akan benar-benar memecatnya. Bella tahu potensi yang ia miliki dan dirinya adalah karyawan yang loyal serta sudah lama mengabdikan diri kepada keluarga Parker, hal tersebutlah yang membuat Edly tetap mempertahankannya.
"Pergilah, aku akan menyelesaikan pekerjaanku dulu. Aku tidak mau berkas ini akan semakin menumpuk dan membuatku lembur di hari berikutnya. Katakan aku akan pulang, setelah menyelesaikan ini."
"Baik, Tuan." Ujar Bella yang langsung undur diri.
Edly menyurai rambutnya ke belakang dan menghela nafas dalam. Kehadiran Kayla di Indonesia menjadi hal yang sangat tidak disukai Edly. Ia belum siap memamerkan kemesraan palsu di hadapan keluarganya dan khalayak ramai tentunya. Dia tidak suka berpura-pura.
"Sebenarnya apa tujuanmu, Kayla?" Edly mengepalkan tangannya. Ia benci dengan sifat Kayla yang sering bertindak sesukanya sedangkan dia sendiri adalah pria dominan.
***
"Daddy!!" Teriakan sang putri menyambut kepulangan Edly di rumah utama—kediaman Fulton dan sang istri—Angelica.
"Anak Daddy kenapa belum tidur?" Edly langsung membawa Gabriella—putrinya ke dalam gendongannya dan menghujami wajah anak berusia lima tahun itu dengan kecupan bertubi-tubi.
"Ella nungguin Daddy pulang." Ujar Gabriella sambil menenggelamkan wajahnya di bahu sang ayah.
"Kangen ya sama Daddy." Edly mengusap rambut halus sang putri.
"Kangen sekali. Ella kangen sekali sama Daddy."
"Daddykan sering video call Ella, kenapa masih kangen?" Edly membawa sang putri ke sofa ruang tamu dimana keluarga besarnya sudah menunggu dirinya sejak siang tadi.
"Beda Daddy. Kalau video call tidak bisa bertemu langsung seperti ini. Daddy juga tidak bisa menggendongku dan membawaku ke supermarket membeli es krim." Jawab Ella yang memang terlihat bijak di usianya yang masih sangat belia.
"Ella, ini sudah jam sepuluh malam, Nak. Ke kamar bersama Bibi Jen ya." Kayla menginterupsi pembicaraan ayah dan anak itu.
Setelah mendengar perintah dari sang ibu, Gabriella segera melepas rangkulannya dari sang Ayah dan berjalan mendekati pengasuhnya.
"Ayo Bibi Jen." Gabriella sendiri tampak memberengut, karena ia masih ingin bermanja dengan sang ayah.
"Mari Nona Ella." Bibi Jen meraih tangan Gabriella dan menuntun gadis kecil itu ke dalam kamar.
Keheningan sempat terjadi di ruang tamu. Fulton tampak menghidupkan cerutunya setelah kepergian sang cucu.
"Jadi kau belum juga mencintai Kayla, Edly? Dan itu mengapa kau tak buru-buru kembali dari perusahaan setelah mendengar kabar kedatangannya?" Pertanyaan Fulton kali ini langsung membuat rahang Edly mengeras seketika.
Kayla pasti sudah bercerita banyak tentang kondisi rumah tangga mereka selama di Amsterdam bersama sang ayah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
~**Alfi_Pjm** ~💜💜💜
😘😘😘
2024-02-10
0