"Adakah hal yang lebih membuatmu nyaman selain berada di peluk kekasihmu?”
Tefan langsung dipindahkan ke salah satu rumah sakit umum di Bandung, keadaannya tidak begitu parah begitupun dengan Reno. Reno mendapatkan tulang betisnya sedikit bergeser tapi menurut dokter tidak begitu serius dan bisa diatasi dengan penanganan yang cepat. Tefan mengalami luka di bagian kepala, terbentur namun tidak ada luka dalam yang serius. Aku belum bisa menjenguk Tefan di rumah sakit. Waktunya belum pas, orang tuanya kerap menunggui Tefan 24 jam. Nina sering mengajak pergi bersama, tapi aku menolak dengan halus. Meski aku tahu dia pasti bertanya - tanya mengapa aku belum menemui Tefan padahal Tefan adalah sahabat baikku.
Mau bagaimana lagi, aku tidak bisa berbuat banyak. Aku harus menunggu sampai Tefan tidak dijaga ketat oleh orang tuanya. Mungkin besok atau lusa baru aku bisa menemuinya, sebab menurut info dari Nina orang tua Tefan akan kedatangan kolega bisnis dari luar negeri. Mudah - mudahan saja benar, sehingga aku bisa menemui sekaligus menjaga Tefan beberapa jam. Aku juga belum menanyakan kabarnya lewat BBM atau pesan singkat, hanya titip salam lewat Nina. Semoga dia mengerti posisi aku.
Lagi pula belakangan ini aku lumayan disibukkan dengan urusan restoran, Jane sebulan lagi akan melangsungkan pernikahannya. Jadi saat ini dia juga cukup sibuk mempersiapkan segala sesuatunya di samping dia juga harus mengajarkan aku ilmu yang dimilikinya. Cukup repot tapi aku berusaha untuk menikmatinya.
Bekerja memang cukup mengalihkan aku untuk memikirkan Tefan tapi tetap saja saat waktu - waktu istirahat di pikiranku Cuma ada dia. Baru seminggu tidak bertemu, rindu yang aku rasakan seperti tak terbendung. Bekerjapun rasanya jadi tak tenang karena memikirkan kondisi dia tanpa ada aku di sana. Walau aku tahu dia akan merasa nyaman dengan kehadiran Nina.
Tefan... aku rindu kamu.
Sebuah pesan singkat masuk ke gadget-ku, dari Nina.
“Riana, kamu bisa temenin Tefan gak di rumah sakit? Aku harus ke butik ada complain dari customer aku.”
Begitulah isi pesan singkat dari Nina, membuat sesuatu di dalam dadaku seolah berlonjak karena senang. Akhirnya kesempatan itu datang. Aku segera membalas pesan singkat tersebut dengan jawaban OK. Lalu aku bersiap - siap ke rumah sakit, tidak sabar ingin bertemu Tefan. Sepanjang perjalanan aku bersenandung tak kuasa menahan kegembiraan. Aku mampir sebentar ke swalayan untuk membeli buah, Tefan sangat suka Apel Malang. Aku mau membelikan itu untuknya, sekaligus memberi dia kejutan.
Aku senyum senyum sendiri dalam hati, membayangkan pertemuan nanti. Sekitar pukul tiga sore barulah aku sampai di rumah sakit, langsung menuju ke kamar perawatan nomor 202. Dari balik pintu yang berkaca di tengahnya, aku mengintip keadaan Tefan. Sekaligus mencari tahu dia sedang bersama siapa. Tapi kulihat dia sedang tidur dan sendirian saja. Pelan - pelan kutekan tuas pintu dan membukanya. Aku berjalan dengan langkah sepelan mungkin takut mengganggu istirahatnya.
Saat aku duduk di sampingnya, Tefan lalu membuka mata.
“Hei...” Sapaku.
“Kenapa baru datang?” Tanyanya.
Aku tersenyum padanya lalu berkata “Kamu mengerti kan gimana keadaannya? Aku gak mungkin menemui kamu saat orang tua kamu masih menjaga kamu dengan ketat.”
Dia pun tersenyum lembut ke arahku lalu menarik tanganku dan meremasnya pelan.
“Aku kangen.” Katanya.
“Aku juga. Apa yang sakit?”
“Di sini.” Tunjuknya pada bagian dada, rupanya dia mau menggodaku.
“Iihh... kok di situ sih.” Jawabku sedikit manja.
“Iyah bener, sakitnya tuh di sini. Hehe...”
“Lebbay deh. Huu... serius nanya tahu.”
“Sekarang sudah tidak ada yang sakit, hanya saat - saat tertentu saja kepalaku masih sering terasa pusing. Kamu lama banget baru ke sini.”
“Kita harus bahas ulang lagi nih?”
“Eh iya iya, maaf. Haha...”
“Orang tua kamu katanya kedatangan tamu dari luar negeri ya?”
“Kudengar sih begitu. Entahlah siapa. Tapi bersyukur akhirnya mereka ada keperluan penting. Kalau nggak mungkin sampai aku keluar dari rumah sakit ini, kita tidak akan pernah ketemu.”
“Iyah, makanya aku juga senang banget mendengar berita itu dari Nina. Kebetulan juga Nina tadi telpon dan minta aku gantian jagain kamu karena dia lagi ada permasalahan di butiknya. Suatu kebetulan yang menyenangkan. Hehe.”
Tefan mempererat remasan tangannya pada jemariku, memberikan kehangatan tersendiri. Mengaliri seluruh saraf di tubuhku dan sepintas seperti merasakan gelombang yang hebat. Terlebih ketika dia berusaha bangun dari posisinya yang berbaring dan mencuri cium ke bibirku. Aku cukup terkejut dan salah tingkah tapi tidak juga menolak ketika bibirnya perlahan melumat bibirku. Begitu lembut seolah aku ini adalah manusia paling rapuh karena itu dia memperlakukanku sangat lembut dan pelan. Meski begitu tubuhku seperti bergetar dan melayang saat dia menggigit bibir bawahku untuk membuat lidahnya bebas menjelajahi rongga mulutku. Ketika dia mengusaikan ciumannya barulah saat itu aku bisa bernafas dengan lega.
Bahkan setelah berciumanpun aku masih merasakan bibirnya melekat di bibirku, sensasinya belum sempurna hilang. Membuat aku malu dan mungkin wajahku ikut merona merah seperti kepiting rebus. Padahal ini bukan kali pertama aku dan Tefan berciuman, kayak anak ABG baru jatuh cinta saja. Aku sulit sekali menyembunyikan perasaan kekanakan itu.
“Kamu kok jadi malu - malu gitu sih?” Tanya Tefan jail.
“Siapa yang malu - malu.” Jawabku berusaha menutupi tapi yang terjadi malah sebaliknya.
“Tuh, wajah kamu semakin bersemu merah. Hihi...”
“Tefaan....” jeritku sambil menatapnya jenaka.
“Iya iya gak malu malu, tapi malu-maluin. Hehe... masa umur sudah lewat seperempat abad tapi masih malu-malu gitu sih? Kayak nggak pernah dicium saja.” Godanya lagi.
“Masih mau dibahas nih?”
“Yeehh ngambek. Iya udah nggak. Kita bahas yang lain saja kalau gitu. Gimana restoran kamu?”
“Lumayan membuat sibuk, ternyata merintis sebuah usaha itu susah minta ampun. Nggak kebayang dulu papaku sama papamu merintis usaha mereka. Semua dimulai dengan kerja keras, walau pada akhirnya mereka berseteru dan hubungan keluarga kita menjadi tidak baik.”
“Sudah gak usah diingat - ingat lagi, yang lalu biar berlalu dan kita jadikan hal itu sebuah pelajaran berarti seumur hidup kita. Aku Cuma berdoa semoga keluarga kita bisa kembali seperti dulu lagi.”
“Aku juga berdoa yang sama, biar kita bertemu tidak perlu kucing - kucingan seperti ini.”
Tefan berusaha menghiburku dengan menarikku ke dalam pelukannya. Dia membisikkan kata - kata bahwa kelak semua pasti baik - baik saja. Di dalam pelukan Tefan aku merasa tidak perlu bersembunyi lagi, dia selalu membuatku merasa nyaman berada di sana. Seperti terlindungi dan berani meyakini apapun yang ada di depan kami kelak pasti bisa teratasi.
“Jangan sedih lagi.” Ucapnya lirih
Aku hanya mengangguk pelan dan membenamkan kepala ke dadanya yang bidang. Tuhan, andai saja selalu bisa seperti ini, berada dalam peluknya sampai waktu tak lagi berpihak.
“Adakah hal yang lebih membuatmu nyaman selain berada di peluk kekasihmu? Bagiku kesempatan ini adalah sesuatu yang akan kuingat, sebab aku tahu apa yang kupeluk saat ini suatu saat bukan lagi untukku.”
*
*
*
Nina baru tiba di rumah sakit ketika pukul sembilan malam, saat itu aku sedang duduk di kursi tunggu kamar rawat sambil membaca beberapa majalah. Dia sama sekali tidak curiga, karena baik aku atau Tefan memang tidak melakukan hal yang berlebihan ketika dia datang. Dia membawakan martabak kesukaanku dan sate kambing untuk Tefan. Iyah, Tefan memang doyan sate kambing.
Aku bilang ke Nina kalau martabaknya biar aku makan di rumah saja, takut mengganggu kebersamaan mereka. Lagipula tidak ada alasan lagi bagiku untuk tinggal lebih lama, aku sudah punya waktuku sendiri untuk Tefan sore hingga malam tadi. Sekarang biar mereka bersama, aku bisa saja cemburu jika tetap berada di sana. Akhirnya aku pamit pada Nina dan Tefan.
“Nin, Fan... aku balik dulu yah. Takut kemalaman.”
“Iyah Na, makasih ya sudah jagain Tefan. Kamu hati-hati pulangnya.” Jawab Nina.
“Hati - hati Riana. Jangan ngebut.” Sahut Tefan tak ketinggalan.
Ucapan mereka kubalas dengan senyum lalu menghilang dari balik pintu kamar rawat inap.
Sebenarnya aku juga cemburu meninggalkan mereka berdua dalam satu kamar, walaupun itu kamar rumah sakit tapi tetap saja mereka akan bermesraan. Tak ada batasan bagi mereka, mereka punya status hubungan, sementara aku? Aku punya apa? Status juga tidak jelas, memang iya punya status tapi hanya sebagai sahabat. Sahabat yang diam - diam melakukan hubungan tidak resmi dengan pacar sahabatnya sendiri. Entahlah disebut apa hubungan seperti ini, di satu sisi aku dan Tefan juga sahabat dari kecil yang kemudian tumbuh benih-benih cinta dan di sisi lain Nina pacar Tefan juga adalah sahabatku sendiri.
Aku tahu perasaan Tefan ke Nina tidak sebesar perasaan dia kepadaku, tapi tetap aku merasa tidak ada gunanya jika pada akhirnya aku juga tidak bisa bersama Tefan. Tefan dan Nina sejak lahir sudah ditakdirkan sebagai pasangan oleh kedua orang tua mereka. Sementara aku mungkin hanya bayang-bayang di balik hubungan keduanya. Jika hal ini kerap kupikirkan, tidak hanya kepalaku yang pusing tapi dadaku juga sesak hingga tak mampu bernafas dengan baik.
Bagi sebagian orang mungkin ini adalah hal yang salah dan tidak boleh berlangsung terus menerus. Padahal mereka tidak tahu bagaimana rasanya bila jadi aku, aku juga tidak ingin hubungan yang seperti ini. Tapi aku bisa berbuat apa? Semuanya serba rumit, jika aku menghindar karena hubungan mereka, itu suatu tindakan yang kekanakan. Nina bisa saja tahu semuanya tapi apa aku tega menyakiti perasaannya padahal aku tahu bagaimana perasaan dia ke Tefan? Dia juga sangat mencintai Tefan sama besar seperti aku mencintai pria itu.
Sekalipun dia tidak pernah melukai hati Tefan, jangankan melukai bahkan untuk membuatnya tersinggung sedikitpun tidak pernah dilakukan Nina. Baik posisi aku atau Tefan, dua - duanya serba sulit. Aku sadar posisi Tefan, dia tidak mungkin meninggalkan Nina yang sudah begitu baik padanya. Juga tidak mungkin meninggalkan perempuan itu karena kedua orang tuanya sudah menginginkan mereka bersama sejak dulu. Andai saja Nina punya satu kesalahan atau cacat saja, mungkin Tefan punya alasan untuk meninggalkan Nina. Tapi Nina bahkan sangat sempurna, cantik, mandiri, dewasa, cerdas dan baik hati. Hampir tak ada cela sedikitpun.
Kalau alasan dia harus meninggalkan Nina karena lebih mencintai perempuan lain yang sebenarnya adalah aku, seumur hidup dia mungkin akan diliputi rasa bersalah. Aku bahkan tidak bisa memaksa dia untuk bersamaku karena Nina. Nina terlalu baik untuk mendapatkan perlakuan buruk. Memang benar, cepat atau lambat suatu saat Nina pasti tahu siapa aku dan siapa Tefan dalam hal ini. Tapi bukankah akan lebih baik jika dia tidak tahu saja, aku mempertaruhkan seluruh hidupku hanya agar Nina tak pernah tahu perasaanku terhadap Tefan.
Banyak hal yang harus dikorbankan tapi tidak harus Nina. Karena aku juga sayang pada perempuan satu itu. Aku tidak tahu harus mengambil langkah apa, memilih mundur dari Tefan ataukah tetap melaju meski tanpa kejelasan hubungan. Entah mana yang lebih baik.
Sepanjang jalan pulang ke rumah, aku hanya memikirkan Tefan dan Nina. Aku sampai harus marah ke diri sendiri mengingat kisah segitigia di antara kami. Bila harus ada yang pergi mungkin akulah orangnya, tapi aku tidak bisa pergi. Aku juga tidak bisa menyakiti perasaanku sendiri, sudah cukup lama aku menunggu kabar dari Tefan dan sekarang setelah dia kini di depan mata, apakah aku harus pergi? Apa aku setega itu ke diri sendiri? Kedengarannya memang egois, tapi aku tidak bisa jadi orang munafik terhadap diri sendiri. Aku tidak bisa.
***
Note: Trimakasih sudah mampir membaca tulisan dan kisah perjalanan cinta Riana, Tefan, dan Nina. Jangan lupa komen dan kasih saran bagaimana harusnya tulisan ini yak! aku tunggu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Widhi Labonee
hmmm.. tringat mudaku dulu,, pernah diposisi Riana... hadeeuuh cintaaa cintaaa membuat hati gundah gulana merana tiada tara...
2022-02-01
0
Mami Vanya Kaban
kasihan juga si nina dikhianati sahabat dan pacarnya, lebih baik cepat2 terbongkar dan biarkan nina mendapatkan kekasih yg setia
2021-01-21
1
Slamet
terlalu memaksakan perasaan,klu ditruskan akan banyak yg trsakiti.....tp klu mengalah mungkin hy bbrapa glintir yg trsakiti
2020-08-30
3