“Andai perasaan seperti angin, akan dengan mudah terbang begitu saja. Tanpa harus membekas atau meninggalkan jejak sakit.”
“Gimana interview-nya?” Tanya Nina saat kita berdua sedang makan malam bersama di rumah.
“Berjalan dengan baik. Tapi aku memutuskan untuk tidak bekerja di sana.”
“Loh kenapa?”
“Yah biasalah, mengenai salary.” Jawabku berbohong.
“Bukannya itu bukan jadi salah satu pertimbangan kamu kerja ya?”
“Dulu emang enggak, tapi sekarang iya.” Jawabku sekenanya.
“Apa jangan-jangan kamu sudah bangkrut? Haha...” Tanyanya berseloroh.
“Bukan. Ini gara - gara koleksi fashion di toko kamu lagi banyak yang aku incar makanya kudu punya budget yang memadai. Hehe...”
“Huuu dasar... alasan banget sih.”
“Eh malam minggu loh ini, kamu nggak keluar sama Tefan?” Tanyaku.
“Enggak. Dia lagi ada kerjaan di luar kota. Sekarang dia lagi di Semarang, ngurus cabang usahanya dia di sana. Katanya mau buka cafe and billiard juga, sekarang lagi sibuk banget dia. Jadi aku berusaha ngertiin dia aja.”
“Wah... makin sukses aja kalau gitu. Sudah ada berapa cabang sih Cafe yang juga sekaligus tempat billiard itu?”
“Sekarang baru dua yang berjalan normal, tiga sama yang di Semarang ini nantinya.”
“Oh gitu. Jadi malam ini kita sama - sama ngabisin di rumah saja dong.”
“Iyah. Lagian aku juga capek, tadi butik lumayan rame aku mesti turun tangan sekalian.”
Setelah makan malam, aku dan Nina nonton Movie bareng di ruang tamu, tapi dia langsung bergegas masuk ke kamarnya begitu mendapat telpon dari Tefan. Aku hanya memaklumi dan mencoba meredakan gelombang yang tiba - tiba menghantam begitu nyeri di dalam dadaku. Nina akhirnya tak keluar - keluar dari kamar lagi, mungkin langsung istirahat setelah mendapat telpon dari Tefan. Nasib jomblo ya gini, aku melanjutkan nonton hingga pukul dua belas malam.
Suasana hening di ruang tamu dan penerangan yang temaram membuat malam ini begitu teduh. Suara gadget yang bergetar mengalihkan perhatianku dari layar TV Digital dan memusatkan perhatian pada layar gadget.
Telpon dari Tefan.
“Belum tidur?” Tanya seorang dari ujung sana.
“Belum. Lagi nonton movie sendirian.”
“Iyah tadi Nina juga ngasih tahu kalau kalian nonton movie. Maaf jadi jarang hubungi kamu, belakangan ini banyak kerjaan dan harus pergi ke sana ke mari.”
“Tidak apa-apa. Ingat aku aja itu sudah bagian dari kamu masih peduli sama aku. Hmm... kok jadi melow begini sih. Gimana keadaan kamu di sana? Sekarang lagi apa?”
“Lumayan repot ngurus semuanya, untung saja ada Reno yang bantuin kalau nggak badan aku mungkin udah remuk kali. Sekarang lagi tiduran saja di kamar, Reno lagi keluar ke mana gitu katanya. Mungkin lagi dapat kecengan baru di semarang kali. Haha.”
“Kamu jangan porsir amatlah tenaganya, kamu juga butuh istirahat yang cukup Fan. Body kamu walaupun sehat dan bagus kayak sekarang kalau namanya capek ya pasti tumbang juga.”
“Sejak kapan kamu jadi cerewet soal body aku coba?” Godanya genit.
“Sejak aku gak bisa meluk kamu karena perut kamu mulai membesar alias buncit.” Balasku menggoda.
Kita berdua tertawa lepas di telepon. Kalau diingat - ingat, memang sudah lama sekali aku dan Tefan tidak pernah menghabiskan waktu sepanjang malam. Terakhir di lembang, itupun pagi - pagi sekali Tefan sudah harus meninggalkan aku karena harus ada meeting mendadak.
“Kamu tidur yah, jangan begadang lagi.” Ucapnya kemudian.
“Iya deh. Filmnya juga sudah mau habis. Selamat malam Fan...!”
“Selamat malam, selamat tidur Riana...”
Akupun beranjak ke kamar setelah memastikan semua yang mengandung aliran listrik di ruang tamu ini mati. Kecuali satu lampu temaram yang selalu dibiarkan menyala di dekat sofa ruang tamu.
***
Semenjak peristiwa pertemuan aku dan Papa Tefan, aku tidak pernah lagi berencana untuk memasukkan CV ke perusahaan-perusahaan. Setiap hari aku hanya melakukan aktifitas yang sama, ke butik Nina, jalan, mampir ke restoran yang selama ini tidak pernah aku perhatikan dan paling nonton movie di rumah kontrakan.
Karena aktifitas harian yang tak pernah berubah itulah Nina seringkali cerewet tapi tidak pernah aku hiraukan. Walaupun sedikit terusik juga karena tidak melakukan apa-apa yang benar - benar masuk dalam hitungan kerja itu juga sangat membosankan. Akhirnya aku memilih untuk fokus pada restoran yang selama ini dikelola oleh sepupu aku. Aku tidak bisa menghindar lagi, sebab sebentar lagi sepupuku itu akan segera melepas masa lajangnya. Otomatis perhatiannya ke restoran akan sedikit terbagi oleh urusan rumah tangganya sendiri.
Restoran yang khusus menyediakan makanan khas Jawa Barat ini cukup ramai dikunjungi setiap harinya. Apalagi pas weekend pengunjung bisa datang dua kali lipat dari biasanya. Ternyata selama ini sepupu aku mengurusnya dengan sangat baik, itulah sebabnya aku harus belajar banyak ilmu bisnis dan mengelolah usaha dengan benar padanya. Biar bagaimana pun restoran ini adalah milik aku, sesuatu yang dimulai hanya karena dipaksa oleh sepupuku atas kecintaannya terhadap kuliner. Maka jadilah restoran ini dengan semua modalnya adalah mutlak dari aku, sepupu aku adalah pengelola penuh atas restoran ini.
Restoran yang bernama The Javas Culliner ini sudah berumur kurang lebih tiga tahun, jadi sudah cukup dikenal oleh masyarakat Bandung setidaknya. Beberapa pengunjung yang kebetulan berlibur ke Bandung juga kadangkala makan di sini. Oleh karena itu, aku harus belajar mencintai pekerjaan baruku ini agar restoran tetap berjalan dengan baik atau bahkan sukses dan memiliki cabang ke depannya.
Malam ini aku berencana untuk mampir ke sana sekaligus berguru kepada sepupuku tersebut. Namanya Jane, dia memang passionnya di bidang kuliner dan masak memasak. Jadi koki dan urusan dapur lainnya dia semua yang rekrut. Dipilih berdasarkan skill, kecepatan dan ketepatan bekerja, cakap dan higienis. Dia paling tidak menyukai dapur restoran jadi berantakan atau kotor sedikitpun. Oleh karena itu, semua karyawan yang dipekerjaannya sangat memperhatikan mengenai kebersihan dan kesehatan restoran dari tempatnya sampai sajiannya. Kalau tidak, Jane sendiri tidak akan segan - segan memecat karyawan yang tidak disiplin.
Ngeri juga kalau harus berurusan dengan Jane, dia memang terkenal sangat disiplin dan rada menakutkan bagi sebagian besar karyawan restoran. Tapi di balik sikapnya yang demikian itu, dia adalah orang yang paling baik yang pernah kukenal di keluargaku. Itu sebabnya pula aku mempercayakan modalku untuk membuka usaha resto ini. Jadi restoran ini tidak hanya menjadi milik aku secara penuh tapi di sana juga ada bagian Jane yang tidak akan bisa dipungkiri. Walaupun Jane tidak serta merta mengelola restoran secara penuh, tapi aku tetap menghargai kerja kerasnya selama ini. Jadi setengah profit dari resto ini jelas tetap masuk ke dalam rekening Jane.
Aku sedang menikmati segelas juice dan membaca majalah di taman belakang saat Nina tiba - tiba menelpon dari butiknya.
“Na...” Ucapnya pendek dan suaranya terdengar parau.
“Nin, are you okay?” tanyaku memastikan. Namun suara yang kudengar justru isakan tangis dari Nina.
“Ada apa Nin? Kamu kok nangis?” tanyaku lagi dengan nada khawatir.
“Tef... Tefannn... Na. Tefan dan Reno kecelakaan di Tol saat perjalanan dari Semarang menuju Bandung.” Suara Nina ditelpon semakin parau dan tangisnya benar-benar pecah.
Aku shock dan seakan tidak bisa bernafas untuk beberapa saat mendengar berita tersebut. Tubuhku seperti limbung dan terduduk begitu saja di kursi, bagaimana keadaan Tefan?? Hanya itu yang berseliweran di kepalaku.
“Ba—bagaimana bisa Nin? Terus keadaan Tefan gimana? Dapat beritanya dari mana?” Tanyaku beruntun karena cemas.
“Aku belum tahu dengan jelas kondisinya tapi saat ini katanya mereka sudah dibawa ke rumah sakit terdekat. Aku mau nyusul, kamu mau ikut?”
Aku diam beberapa saat, mencoba berpikir jernih kembali. Kalau misalnya aku ikut bersama Karenina, kemungkinan besar aku akan bertemu dengan orang tua Tefan dan jelas mereka tidak akan membiarkan aku bertemu dengan Tefan. Aku harus bagaimana Tuhan?? Keluhku dalam hati.
“Na...?” Panggil Nina di ujung telpon seperti memastikan apakah aku masih ada di sambungan telpon atau tidak.
“Ii-iya Nin. Kamu duluan saja ke sana, Tefan pasti akan sangat membutuhkan kehadiran kamu di sana. Aku nanti bisa menyusul.” Akhirnya aku memilih untuk menahan diri saja. Aku tidak mau keadaan menjadi runyam dan tidak terkendali.
Walaupun jujur aku juga sangat cemas dengan keadaan Tefan, namun aku tidak bisa berbuat banyak. Aku hanyalah bagian yang tidak diinginkan di dalam keluarga Tefan dan kalau sampai orang tua Tefan memberitahu Nina soal aku dan Tefan mungkin selamanya aku tidak akan pernah bisa berhubungan atau bahkan bertemu lagi dengan Tefan. Aku hanya berharap keadaan Tefan dan juga Reno baik - baik saja. Setidaknya mereka tidak mengalami luka yang serius dan segera bisa pulang kembali ke Bandung.
“Baiklah kalau begitu, kamu tidak apa - apa kan Na?” Tanya Nina kemudian.
“Iyah, aku tidak apa - apa. Kamu sebaiknya segera pergi, salam buat Tefan semoga dia baik - baik saja dan lukanya tidak terlalu parah.”
“Iyah, semoga saja. Kita sama-sama berdoa yah.”
“Oke, bye Nin. Kamu hati-hati ya nyetirnya.”
“Siap.”
Sekarang apalagi Tuhan? Tefan kecelakaan dan aku bahkan bukanlah satu - satunya orang yang harus berada di samping dia saat melewati masa - masa kritis. Aku tidak pernah serapuh ini sebelumnya, namun berbeda soal untuk Tefan. Dia selalu bisa menyita perhatianku lebih banyak dari siapapun. Aku ingin sekali berada di sisinya saat ini, hanya saja ada orang yang lebih berhak untuk itu.
Di kursi dan juice yang belum habis, aku menangis seorang diri. Air mataku tidak bisa kubendung lagi, lolos begitu saja tanpa bisa kucegah.
Andai perasaan seperti angin, akan dengan mudah terbang begitu saja. Tanpa harus membekas atau meninggalkan jejak sakit. Kenyataannya aku tidak bisa menghalau rasa sakit di mana seharusnya ada orang yang berada di sisinya dan itu bukan aku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Alby Upy
coba pindah ke lain hati Riana.....
memang sulit tapi kan belum di coba....
2020-09-23
1
Sischa Lestary
harusnya bangkit.
dari sini harusnya sadar diri klo lo g ada d hati revan.
klo emang dya sayang ma lo pasti yg d hubungin duluan pasti kamu bukan nina.ini apa yg d perjuangin coba.ortu g dukung.laki kayak gty
2020-08-10
0
𝓯𝓹. Yuni Tiara 🌹
dilema..
2020-06-07
1