CL - 03. Papa Tefan

“Jalani seperti air mengalir, kadang kala ada benturan tapi air itu akan terus mengalir menuju muara seharusnya.”

Hari kedua menikmati jadi pengangguran. Pagi-pagi sudah ditelpon mama, menanyakan apakah pekerjaanku lancar atau tidak. Dengan berbohong lantas kujawab iya saja, biar buntutnya tidak panjang ke mana-mana. Mama juga mengingatkan aku soal Tefan, mengingatkan untuk kesekian kalinya kalau Tefan sudah menjadi milik Karenina.

 

“Iyah Mama, aku tahu.”

“Riana sayang, Mama tidak mau kamu sampai mengorbankan banyak hal hanya karena Tefan. Kamu harus sadar posisi kamu. Orang tuanya membenci keluarga kita sayang.”

“Iyah Ma.” Jawabku lemah.

 

Dan aku mulai jengah kalau harus mendengar ini berulang kali, meski maksud mama itu baik tapi tidak juga harus dijelaskan seribu kali.

 

“Ma, sudah dulu ya, aku mau mandi mau berangkat kerja.” Jawabku berkilah, menghindar dari wejangan mama yang sepanjang rel kereta api.

Aku duduk termenung di atas tempat tidur dan Karenina menerobos masuk begitu saja.

“Hayooo... melamun apaan? Lagi naksir sama seseorang ya?” godanya.

“Sotoy deh. Minggir gih, aku mau mandi dulu.”

“Mau ke mana?”

“Cari kerja. Bosan di rumah terus.”

“Nah gitu dong. Itu baru Rian.”

“Riana.... bukan Rian, Kare...!!!” teriakku dari dalam kamar mandi.

“Biarin. Haha.” Jawabnya sambil tertawa dan keluar kamar, aku mendengar derap kakinya dan suara pintu yang sedang ditutup.

 

Mandi sudah, sarapan beres, siap - siap ke kantor yang menghubungiku kemarin sore. Semoga diterima. Kalau dipikir - pikir, sebenarnya aku tidak perlu cari - cari kerja seperti ini sebab bisnis papa juga sudah melaju pesat dan butuh orang untuk menjalankannya dan akulah satu - satunya orang yang pantas untuk itu karena aku anak satu - satunya. Tapi bagaimana bisa, kalau passion aku ternyata tidak di sana. Buang - buang waktu saja. Selain bisnis papa yang perlu diurus, sebenarnya aku punya lahan sendiri yaitu bisnis kuliner. Tapi sudah kuserahkan pada sepupuku untuk mengurus semuanya. Aku tinggal tunggu transferan masuk setiap bulannya dan aku percaya sama dia.

Bekerja bagiku sebenarnya hanya untuk menghilangkan rasa jenuh saja. Tinggal di rumah kontrakan pun sebenarnya bukanlah sebuah pilihan terakhir buatku, sebab papa sudah membelikan apartemen tapi aku malah lebih senang tinggal di rumah kontrakan seperti ini. Setidaknya dengan tinggal di sini aku selalu bersama Nina. Kalau di apartemen sepanjang hari akan sendiri, mengajak Nina tinggal di apartemen, dia tidak mau. Katanya jauh dari tempat dia kerja, selain itu sudah nyaman berada di rumah kontrakan ini. Yah, di sinilah memang seharusnya aku berada mungkin.

Aku mengangguk-anggukkan kepala mengikuti irama musik sembari jari - jariku juga ikut berketak ketuk di atas setir mobil. Ada telpon masuk, tanpa melihat dari siapa aku langsung mengangkatnya.

 

“Halo...!”

“Dengan Mba Riana Larasati?”

“Iyah benar. Dengan siapa ya?”

“Kami dari perusahaan yang menelpon mbak kemarin untuk melakukan wawancara hari ini, bagaimana mba, apa hari ini bisa dilakukan wawancara?”

“Oh iyah, iyah maaf mba. Ini aku sedang di jalan. Lima menit lagi sampai. Maaf sudah membuat menunggu.”

“Iya ditunggu kalau begitu Mba. Selamat pagi.”

“Oke.”

 

Inilah salah satu penyakit yang tidak hilang-hilang dari aku, terlalu santai menikmati hal apapun, bahkan dalam hal genting sekalipun. Perusahaan yang bergerak di bidang advertising itu telah menelpon dan aku masih menyetir santai di balik kemudi. Lima menit gimana, paling juga lima belas menit baru sampai kantor tersebut. Let see, apa yang akan terjadi sesampainya aku di kantor itu. Apakah akan tetap dilakukan wawancara atau tidak.

Perusahaannya lagi butuh seorang marketing handal, melihat latar belakangku, aku bisa memenuhi syarat walaupun belum handal dalam hal ini.

Benar saja, lima belas menit kemudian barulah aku sampai di lobby perusahaan dan menemui resepsionisnya.

 

“Selamat pagi mba, aku dipanggil untuk wawancara hari ini. Bisakah aku wawancara hari ini?”

“Oh, tunggu sebentar ya mba.”

 

Sang resepsionis lalu menelpon seseorang, mungkin atasannya yang akan melakukan wawancara. Tidak sampai semenit, mba itu telah selesai dan memintaku untuk langsung menuju ruangan bosnya. Resepsionis menunjukkan ruangannya padaku bahkan mengantarkan sampai pintu ruangan bosnya.

Pintu diketuk pelan dan sang resepsionis membukanya dari luar.

 

“Maaf Pak sudah mengganggu, orangnya sudah datang.”

“Okey, trimakasih Fit. Suruh orangnya masuk.”

 

Aku pun masuk ke dalam ruangan seperti yang diminta. Ruangannya cukup luas, ada sofa untuk tamu dan ada satu buah kursi berada di depan bos yang tampaknya sedang sibuk di depan laptopnya.

 

“Selamat pagi Pak.” Ucapku.

“Selamat pagi. Kamu yang bernama Riana Larasati?”

“Iya benar pak.”

 

Interview seperti ini sudah bukan lagi hal baru bagiku tapi kenapa kali ini aku dibuat berdebar tidak karuan seperti ini sih. Aku berusaha menenangkan diri dengan bersikap tenang dan tidak tegang. Bapak-bapak di depanku ini sama sekali belum memandangku sejak menit yang lalu aku duduk di depannya. Hal itulah yang menyebabkan aku sedikit gugup, blagu banget sih nih Bapak-bapak. Keluhku dalam hati.

 

“Bahkan untuk interview saja kamu sudah telat hampir lima belas menit. Saya sangatlah menghargai waktu. Meski begitu saya akan memberimu kesempatan, saya ingin mendengar langsung mengenai pengalaman bekerja kamu. Dari CV yang kamu tawarkan nampaknya kamu punya banyak jam terbang. Bisakah kamu menjelaskan pada saya, kenapa saya harus mempekerjakan kamu di perusahaan saya ini?” Jelasnya panjang lebar.

 

Gila ini bapak - bapak, baru kali ini aku melakukan wawancara dengan seorang bos tanpa melihat wajahku sedikitpun. Orangnya sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari berkas-berkas yang ada di depannya itu. Membuat aku sama sekali tidak bisa melihat keseluruhan wajahnya, tapi kenapa orang ini sampai bisa membuat aku gugup tidak karuan seperti ini?

 

“Kenapa diam saja?” Tanyanya kemudian.

 

Eh iya, aku diminta menjelaskan CV kenapa malah melamun seperti ini. Sial!

Akupun bercerita panjang kali lebar, termasuk kenapa aku sampai bisa keluar masuk perusahaan berkali-kali dalam kurun waktu satu tahun. Kudengar bapak di depanku ini hanya berdehem lalu melanjutkan pekerjaannya lagi. Aku jadi kesal dibuatnya, sebenarnya niat mewawancarai tidak sih.

Aku sudah selesai dengan penjelasanku, tapi responnya hanya diam saja lalu tak lama kemudian dia mengangkat wajahnya. Seperti gerakan slow motion, orang ini benar-benar membuat aku kehilangan detak jantungku beberapa detik.

“Bapak...???” Hanya itu yang keluar dari bibirku yang tiba-tiba kelu begitu saja. Sekujur tubuhku seperti membeku mengetahui siapa yang sekarang sedang duduk di depanku.

“Ada apa Riana? Kamu kaget?” Tanyanya.

Jelas pertanyaannya itu konyol, siapa yang tidak kaget. Setelah bertahun-tahun akhirnya aku baru melihatnya lagi dan kini dia menatap ke arahku bagai hendak menelanku. Tatapannya begitu tajam, rasa kebencian itu tidak terlihat surut walau sudah bertahun-tahun berlalu.

 

“Sepertinya kamu belum melupakan saya. Ada apa? Bisnis papa kamu hancur, sampai kamu harus cari kerja ke sana ke mari? Reputasi dan prestasi kerja kamu selama ini juga kudengar sangat buruk. Sampai harus berpindah\-pindah perusahaan. Tapi tenang saja, di sini saya akan menerima kamu dengan tangan terbuka. Asal kebiasaan terlambat kamu bisa kamu tiadakan. Sebab saya tidak suka orang yang sering terlambat sedikit saja.”

“Saya belum melupakan anda, bagaimana bisa saya melupakan sahabat dari papa saya. Bagaimanapun kita pernah saling dekat dan sudah seperti keluarga—

“Ingat, itu dulu. Sekarang tidak lagi.” Potongnya.

“Iyah dulu...”

“Aku belum lupa semuanya Riana. Dulu kamu masih sangat kecil, mungkin beberapa hal bisa kamu ingat dan beberapa hal lainnya telah kamu lupakan. Oyah, bukannya dulu kamu juga sangat genit pada anakku? Sekarang dia bahkan telah tumbuh menjadi pria dewasa yang kuyakin akan bisa membuat kamu sampai lupa diri. Aku tahu kamu menyukainya, bukan begitu?”

 

Dicecar seperti ini, aku geram sendiri. Aku merasa dipermalukan, bibirku bergetar dan ingin sekali memaki bapak satu ini. Tapi bagaimanapun orang ini adalah papa dari Tefan dan pernah menjadi sahabat baik dari papa.

 

“Saya rasa bapak sudah keterlaluan. Wawancara ini sepertinya tidak berjalan semestinya, saya permisi dulu.”

 

Akupun berdiri dan hendak pergi begitu saja, tapi bapak ini menahanku sekali lagi dengan kata - kata terakhirnya yang membuat dadaku sesak dan nyaris tidak bisa bernafas.

 

“Lupakan Tefan, jangan pernah menemuinya lagi. Aku tidak mau berurusan dengan keluarga pengkhianat seperti papamu. Lagi pula, Tefan tidak akan pernah menjadi apa \- apa bagimu, suka atau tidak suka. Saya rasa kamu cukup mengerti dengan kata \- kata saya.”

Akupun pergi setelah mendengar sejenak penuturan dari papa Tefan, cukup menyakitkan memang. Tapi apalah artinya rasa sakit dibanding rasa cinta yang begitu besar di antara kami berdua? Aku menelan semua yang dikatakan oleh papa Tefan tanpa sedikitpun menaruh rasa dendam ataupun benci. Bagiku apa bedanya benci atau tidak, dendam atau tidak, hal tersebut tidak akan mengubah apapun perasaanku terhadap Tefan.

 

Lupakan soal wawancara kerja, aku kira ini sudah direncanakan oleh Papa Tefan sejak awal. Cukup mengejutkan bahwa Papa Tefan kini sukses dengan usaha periklanannya, namun disayangkan bahwa dia tidak pernah lupa pada kebenciannya terhadap Papa dan keluargaku. Saat keluar dari kantor tersebut, tak sengaja aku bersirobok dengan Tefan yang hendak masuk ke dalam kantor. Aku tak sengaja menabraknya karena sejak keluar dari ruangan papa Tefan, aku masih menundukkan kepala. Menyembunyikan sesuatu yang sudah meluncur bebas dari mataku sejak keluar dari ruangan Papa Tefan. Tefan kaget melihatku berada di kantor papanya, aku sendiri sangat terkejut melihat kehadirannya yang begitu tiba-tiba.

 

“Riana...” Serunya kaget.

“Tefan...” Jawabku berusaha menghapus titik\-titik air yang masih tersisa. Agar tidak menimbulkan kecurigaan Tefan yang pasti akan memancing amarahnya.

“Kok bisa kamu ada di sini?” Tanyanya

“Tidak apa\-apa, aku kebetulan ada telpon dari kantor ini. Kamu sendiri ngapain?” Jawabku asal.

“Aku ke sini mau menemui Pap—

 

Tefan tidak melanjutkan kata-katanya dan malah menarik lenganku agak ke sudut.

 

“Jangan bilang kamu sudah ketemu Papa.” Cecarnya lagi.

“Sudah ketemu.” Jawabku dengan mengangkat wajahku dan tak berani menatap wajah Tefan.

“Tapi kenapa? Kenapa kamu bisa ketemu sama Papa? Pasti ada alasannya. By the way, Papa nggak nyakitin kamu kan?” Tanyanya lagi dengan suara yang lebih tenang di ujung kalimatnya.

“Nggak kok. Nanti aku ceritain, kamu masuk saja dulu temui papa kamu. Mungkin kamu sudah ditungguin di dalam.”

“Aku nggak akan masuk sebelum aku pastiin bahwa kamu baik\-baik saja.” Jawabnya dengan suara bergetar karena khawatir.

“Aku baik\-baik saja Tefan, suer!!! Masuk gih!”

“Ya udah deh, tapi kamu mau nggak tungguin aku di sini. Atau kamu tungguin aku di mobil saja. Please...! aku gak akan lama.”

“Oke. Kalau gitu aku langsung ke mobil dulu.”

 

Aku pun masuk ke dalam mobil yang masih terparkir di halaman perusahaan, sementara Tefan sudah masuk ke dalam kantor. Mungkin saja sekarang dia sudah berada di ruangan Papanya. Alasan apapun Tefan datang kemari karena dipanggil papanya, aku rasa ini ada hubungannya denganku.

 

*Semoga tidak terjadi apa\-apa Tuhan*.

 

Desahku dalam hati dan mengusap wajah karena tidak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi nantinya.

Aku menunggu cukup lama, sekitar dua puluh menit. Hal itu membuatku semakin khawatir, lalu tidak lama kemudian aku melihat wajah Tefan berjalan ke arah di mana mobilku terparkir. Aku melihat ada yang salah dari wajahnya, menunjukkan bahwa ada sesuatu yang terjadi. Tefan memberi kode dari luar agar aku mau membukakan pintu untuknya. Setelah membuka pintu mobil, Tefan pun masuk dan menghembuskan nafas berat ketika dia telah duduk di sampingku.

 

“Ada apa Fan?”

“Papa tahu soal hubungan kita.” Jawabnya lemah.

“Lalu?”

“Dia minta aku untuk tidak berhubungan lagi dengan kamu.”

 

Aku diam sejenak. Mencoba mengambil nafas lebih banyak dan berpikir lebih jernih lagi.

 

“Apa yang terbaik menurut kamu Fan?”

“Belum tahu.”

“Kita harus tahu Fan.”

“Habis ini kamu mau ke mana?” Tanyanya mengalihkan.

“Pulang. Fan, apa yang sebaiknya kita lakukan?” Tanyaku seperti menuntut.

“Kita tidak usah membahas ini lagi, tetaplah seperti dulu. Jadi Riana yang bahkan tidak peduli terhadap apapun. Mengenai omongan Papa, tidak usah kamu pikirkan malah akan jadi beban buat kamu, buat aku, jika itu terus kita bahas. Dari awal kamu sudah tahu bagaimana aku dengan Karenina dan bagaimana kita. Bukannya aku tidak tegas dalam memperjuangkan hubungan kita Riana, tapi ada hal\-hal yang mesti kita pertimbangkan sebelum bertindak. Di depan kita akan ada masalah yang lebih besar lagi kalau saja kita tidak hati\-hati. Pasti ada jalan keluarnya, percaya sama aku.” Tefan menyeka pipiku.

 

Tefan seperti menyadarkanku tentang akibat apa yang akan timbul ketika semua orang tahu bagaimana hubungan aku dan Tefan. Tidak hanya menyakiti keluarga masing-masing, tapi juga menyakiti hati sahabatku sendiri. Dan mungkin akan menyakiti siapa saja yang ada kaitannya dalam lingkar hubungan kami. Tapi bagaimana mungkin hal ini terus aku jalani, sementara di sana sini terdapat tekanan. Ada masa di mana kelak aku pasti lelah dan tidak mampu bertahan, sebesar itukah harga yang harus kubayar demi dekat dengan orang yang aku cintai? Lagi - lagi tentang sebuah pengorbanan.

Aku diam dan tak menanggapi semua penuturan Tefan. Ada jeda beberapa saat di antara kami sebelum aku akhirnya angkat bicara.

 

“Kamu benar Fan. Sekarang sebaiknya aku pulang, aku mau menenangkan diri dulu. Kamu mau ke mana?” Tanyaku berusaha membuat keadaan menjadi normal kembali seperti tidak terjadi apa\-apa.

“Siang ini, aku janji makan siang bersama Nina.” Jawabnya berusaha untuk tidak membuatku cemburu akan kalimatnya.

“Bersikap biasa saja kali Fan. Aku gak apa\-apa kok.” Sindirku dan tersenyum pada Tefan untuk menyatakan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan sejauh ini.

“Maafkan aku Riana.”

“Sudahlah.”

 

Tefan mengecup keningku sebelum akhirnya keluar dari mobil. Dia melambaikan tangan saat aku sudah berada di badan jalan dan bersiap memacu gas. Aku selalu berkata bahwa aku baik-baik saja dan tiap kali kata-kata itu keluar hatiku terus mengingkarinya. Walau berusaha untuk terlihat baik-baik saja, nyatanya tidak demikian, aku juga bisa jatuh karena hati yang rapuh.

Apa yang perlu kutanyakan lagi? Semua sudah jelas, mengenai hubungan yang serba ruwet ini tak ada seorang pun yang bisa menjawab akan berakhir seperti apa. Jalani seperti air mengalir, kadang kala ada benturan tapi air itu akan terus mengalir menuju muara seharusnya. Dan seperti itulah seharusnya aku bersikap, seperti air.

Terpopuler

Comments

Baihaqi Sabani

Baihaqi Sabani

nyesek thor.......😭😭😭😭😭

2022-10-17

0

Andrean Brima

Andrean Brima

cinta tk harus memiliki, yg penting bsa saling menghargai d kedua belah pihak,..jgn me²ntingkn rasa ego..( egois )... apalagi d ada keikatan pertunangan & jg teman ( sahabat karib ) saling berbagi rasa satu rumah, aduuuh... itu yg paling gk enak d liat atau dr segi persahabatan yg sangat kental...lbh baik Riana kmu mundur alon²...& dr segi keluarga jg tdk merestui hubungan antara kalian berdua dr phak Tefan..., kasian kedua orang tua mu Riana yg akn menerima segala hinaan cacian & makian, krna menuruti ke egoisan mu...

2021-05-25

1

Fatimah Zarah🎯™🦩⃝ᶠ͢ᵌꨄ​

Fatimah Zarah🎯™🦩⃝ᶠ͢ᵌꨄ​

suka dengan karya2ta' mak ji

2021-02-14

1

lihat semua
Episodes
1 CL - 01. Jelouse
2 CL - 02. Hanya Perlu Mencintainya
3 CL - 03. Papa Tefan
4 CL - 04. Bukan Aku
5 CL - 05. Rindu
6 CL - 06. Menikah?
7 CL - 07. Tetaplah Bersamaku
8 CL - 08. Cinta Saja Belum Cukup
9 CL - 09. Tak Baik-Baik Saja
10 CL - 10. Takdirku
11 CL - 11. Tak Akan Lari Lagi
12 CL - 12. Kumohon Kembalilah
13 CL - 13. Maafkan Aku
14 CL - 14. Ucapan Perpisahan
15 CL - 15. Hari Pernikahan
16 CL - 16. Menjauh
17 CL- 17. Pulang
18 CL - 18. Menemui Nina
19 CL - 19. Mencari Tanpa Petunjuk
20 CL - 20. Diburu Bagai Buronan
21 CL - 21. Ancaman
22 CL - 22. Jauhi Tefan
23 CL - 23. Pergilah
24 CL - 24. Babak Baru
25 CL - 25. Aroma Perjodohan
26 CL - 26. Ternyata...
27 CL - 27. Pertemuan Pertama
28 CL - 28. Dia Menghancurkan Milikku.
29 CL-29. Mencari Solusi
30 CL - 30. Keseriusan Saka
31 CL - 31. Saka, Trimakasih!
32 CL - 32. Makan Malam Keluarga
33 CL - 33. Bertemu Setelah Bertahun-Tahun
34 CL - 34. Melangkah Pergi
35 CL - 35. Menerima Tawaran Saka
36 CL - 36. Perkelahian
37 CL- 37. Nina Akhirnya Hamil
38 CL - 38. Jujur
39 CL - 39. Ancaman Tefan
40 CL - 40. Jujur
41 CL - 41. Dilamar
42 CL - 42. Menemani Papa Terapi
43 CL - 43. Teror Tefan
44 CL - 44. Kebaikan Saka
45 CL - 45. Penetapan Tanggal Pernikahan
46 CL - 46. Diculik
47 CL - 47. Diculik Bag. 2
48 CL - 48. Diculik Bag. 3
49 CL - 49. Rumah Sakit
50 CL - 50. Tefan Mendekam di Penjara
51 CL - 51. Menikah
52 CL - 52. Bulan Madu
53 CL - 53. Bulan Madu 2
54 CL - 54. Kabar Duka
55 CL - 55. Masih Suasana Duka
56 CL - 56. Kebahagiaan Setelah Kehilangan
57 CL - 57. Ngidam
58 CL - 58. Morning Sickness
59 CL - 59.
60 CL.60 - Permintaan Calon Bayi
61 CL - 61. 5 Bulan Kemudian
62 CL - 62. Cinta Yang Bertambah Setiap Hari
63 Halo.., Halo..., Bikin Season 2 Gak ya? Hehe
64 COMPLICATED LOVE MUSIM KEDUA SEGERA RILIS
65 Musim Kedua: Memulai Kembali
66 Musim Kedua: Seperti De Javu
67 Musim Kedua: Pertemuan
68 Musim Kedua: Pertemuan ( 2 )
69 Musim Kedua: Pindah
70 Musim Kedua: Sekolah Kiano
71 Musim Kedua: Bermain Bersama Om Ganteng
72 Musim Kedua: Tentang Saka
73 Musim Kedua: Tentang Saka (2)
74 Musim Kedua: Kematian Saka
75 Musim Kedua: Gugup
76 Musim Kedua: Rencana Tefan
77 Musim Kedua: Femi Kembali
78 Musim Kedua: Bangkit
79 Musim Kedua: Kedatangan Tefan
80 Musim Kedua: Daftar Sekolah Kiano
81 Musim Kedua: Ketahuan Femi
82 Musim Kedua: Dilabrak
83 Musim Kedua: Senja Bersamamu
84 Musim Kedua: Kemarahan Riana
85 Musim Kedua: Hangatnya Sebuah Pelukan
86 Musim Kedua: Diserang Orang Tak Dikenal
87 Musim Kedua: Permintaan Maaf Tefan
88 Musim Kedua: Sebuah Pertanyaan
89 Musim Kedua: Om Boleh Menikahi Bunda?
90 Musim Kedua: Takut Kehilangan
91 Musim Kedua: Bunda, Mau kan?
92 Musim Kedua: Disiram Kopi Panas
93 Musim Kedua: Kemarahan Tefan
94 Musim Kedua: Kiano Diculik
95 Musim Kedua: Menyelamatkan Kiano
96 Musim Kedua: Ajakan Menikah
97 Musim Kedua: Makan Malam
98 Musim Kedua: Makan Malam (Part. 2)
99 Musim Kedua: Mendadak Nikah
100 Musim Kedua: Bimbang
101 Musim Kedua: Tempatmu Pulang
102 Musim Kedua: Kedatangan Keluarga Saka
103 Musim Kedua: Ketulusan
104 Musim Kedua: I Love You
105 Marry You
106 Menjadi Pengantin Baru
107 Tragedi Malam Pertama
108 Jatuh Cinta Lagi
109 Pindah Rumah
110 Tingkah Tengil Tefan
111 Pelan-pelan, Sayang.
112 Ingin Anak Yang Lucu
113 Memaksakan Kehendak
114 Tefan Orang Baik
115 Kelakuan Si Mantan Mertua
116 Kiano Ingin Ikut Masak
117 Ingin Segera Punya Anak
118 Ternyata Mereka Belum Pulang
119 Raka Masuk Rumah Sakit
120 Apakah Kamu Ngidam?
121 Saka Koma
122 Kejujuran Riana
123 Penantian Yang Tertunda
124 Mengunjungi Saka
125 Orang Tua Macam Apa?
126 Perkembangan Kondisi Saka
127 Setelah Semua Berlalu
128 Di mana Anak dan Isteriku?
129 Saka Terus Memaksa
130 Waktu Yang Berhenti
131 Kejujuran Yang Menyakitkan
132 Sheril Yang Malang
133 Jika Hidup Itu Mudah
134 Terimalah Takdirmu
135 Makan Malam Tak Terduga
136 Perkenalkan Aku Ayahmu
137 Sayang, Apa Kamu Siap?
138 Sebuah Kado Terindah
139 Kebahagiaan Yang Tak Ternilai Harganya
140 [END] Bahagia Itu Sederhana
Episodes

Updated 140 Episodes

1
CL - 01. Jelouse
2
CL - 02. Hanya Perlu Mencintainya
3
CL - 03. Papa Tefan
4
CL - 04. Bukan Aku
5
CL - 05. Rindu
6
CL - 06. Menikah?
7
CL - 07. Tetaplah Bersamaku
8
CL - 08. Cinta Saja Belum Cukup
9
CL - 09. Tak Baik-Baik Saja
10
CL - 10. Takdirku
11
CL - 11. Tak Akan Lari Lagi
12
CL - 12. Kumohon Kembalilah
13
CL - 13. Maafkan Aku
14
CL - 14. Ucapan Perpisahan
15
CL - 15. Hari Pernikahan
16
CL - 16. Menjauh
17
CL- 17. Pulang
18
CL - 18. Menemui Nina
19
CL - 19. Mencari Tanpa Petunjuk
20
CL - 20. Diburu Bagai Buronan
21
CL - 21. Ancaman
22
CL - 22. Jauhi Tefan
23
CL - 23. Pergilah
24
CL - 24. Babak Baru
25
CL - 25. Aroma Perjodohan
26
CL - 26. Ternyata...
27
CL - 27. Pertemuan Pertama
28
CL - 28. Dia Menghancurkan Milikku.
29
CL-29. Mencari Solusi
30
CL - 30. Keseriusan Saka
31
CL - 31. Saka, Trimakasih!
32
CL - 32. Makan Malam Keluarga
33
CL - 33. Bertemu Setelah Bertahun-Tahun
34
CL - 34. Melangkah Pergi
35
CL - 35. Menerima Tawaran Saka
36
CL - 36. Perkelahian
37
CL- 37. Nina Akhirnya Hamil
38
CL - 38. Jujur
39
CL - 39. Ancaman Tefan
40
CL - 40. Jujur
41
CL - 41. Dilamar
42
CL - 42. Menemani Papa Terapi
43
CL - 43. Teror Tefan
44
CL - 44. Kebaikan Saka
45
CL - 45. Penetapan Tanggal Pernikahan
46
CL - 46. Diculik
47
CL - 47. Diculik Bag. 2
48
CL - 48. Diculik Bag. 3
49
CL - 49. Rumah Sakit
50
CL - 50. Tefan Mendekam di Penjara
51
CL - 51. Menikah
52
CL - 52. Bulan Madu
53
CL - 53. Bulan Madu 2
54
CL - 54. Kabar Duka
55
CL - 55. Masih Suasana Duka
56
CL - 56. Kebahagiaan Setelah Kehilangan
57
CL - 57. Ngidam
58
CL - 58. Morning Sickness
59
CL - 59.
60
CL.60 - Permintaan Calon Bayi
61
CL - 61. 5 Bulan Kemudian
62
CL - 62. Cinta Yang Bertambah Setiap Hari
63
Halo.., Halo..., Bikin Season 2 Gak ya? Hehe
64
COMPLICATED LOVE MUSIM KEDUA SEGERA RILIS
65
Musim Kedua: Memulai Kembali
66
Musim Kedua: Seperti De Javu
67
Musim Kedua: Pertemuan
68
Musim Kedua: Pertemuan ( 2 )
69
Musim Kedua: Pindah
70
Musim Kedua: Sekolah Kiano
71
Musim Kedua: Bermain Bersama Om Ganteng
72
Musim Kedua: Tentang Saka
73
Musim Kedua: Tentang Saka (2)
74
Musim Kedua: Kematian Saka
75
Musim Kedua: Gugup
76
Musim Kedua: Rencana Tefan
77
Musim Kedua: Femi Kembali
78
Musim Kedua: Bangkit
79
Musim Kedua: Kedatangan Tefan
80
Musim Kedua: Daftar Sekolah Kiano
81
Musim Kedua: Ketahuan Femi
82
Musim Kedua: Dilabrak
83
Musim Kedua: Senja Bersamamu
84
Musim Kedua: Kemarahan Riana
85
Musim Kedua: Hangatnya Sebuah Pelukan
86
Musim Kedua: Diserang Orang Tak Dikenal
87
Musim Kedua: Permintaan Maaf Tefan
88
Musim Kedua: Sebuah Pertanyaan
89
Musim Kedua: Om Boleh Menikahi Bunda?
90
Musim Kedua: Takut Kehilangan
91
Musim Kedua: Bunda, Mau kan?
92
Musim Kedua: Disiram Kopi Panas
93
Musim Kedua: Kemarahan Tefan
94
Musim Kedua: Kiano Diculik
95
Musim Kedua: Menyelamatkan Kiano
96
Musim Kedua: Ajakan Menikah
97
Musim Kedua: Makan Malam
98
Musim Kedua: Makan Malam (Part. 2)
99
Musim Kedua: Mendadak Nikah
100
Musim Kedua: Bimbang
101
Musim Kedua: Tempatmu Pulang
102
Musim Kedua: Kedatangan Keluarga Saka
103
Musim Kedua: Ketulusan
104
Musim Kedua: I Love You
105
Marry You
106
Menjadi Pengantin Baru
107
Tragedi Malam Pertama
108
Jatuh Cinta Lagi
109
Pindah Rumah
110
Tingkah Tengil Tefan
111
Pelan-pelan, Sayang.
112
Ingin Anak Yang Lucu
113
Memaksakan Kehendak
114
Tefan Orang Baik
115
Kelakuan Si Mantan Mertua
116
Kiano Ingin Ikut Masak
117
Ingin Segera Punya Anak
118
Ternyata Mereka Belum Pulang
119
Raka Masuk Rumah Sakit
120
Apakah Kamu Ngidam?
121
Saka Koma
122
Kejujuran Riana
123
Penantian Yang Tertunda
124
Mengunjungi Saka
125
Orang Tua Macam Apa?
126
Perkembangan Kondisi Saka
127
Setelah Semua Berlalu
128
Di mana Anak dan Isteriku?
129
Saka Terus Memaksa
130
Waktu Yang Berhenti
131
Kejujuran Yang Menyakitkan
132
Sheril Yang Malang
133
Jika Hidup Itu Mudah
134
Terimalah Takdirmu
135
Makan Malam Tak Terduga
136
Perkenalkan Aku Ayahmu
137
Sayang, Apa Kamu Siap?
138
Sebuah Kado Terindah
139
Kebahagiaan Yang Tak Ternilai Harganya
140
[END] Bahagia Itu Sederhana

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!