"Kau hanya perlu melakukannya dengan baik. Sekali ini saja." ~Bram Trahwijaya.
.
.
.
Diandra tidak punya pilihan lain. Dia hanya memasrahkan semuanya pada Tante Luna. Apakah menikah dengan pewaris Trahwijaya akan membuatnya lebih baik? Entahlah. Entah siapa Bram Trahwijaya, Diandra pun enggan memikirkannya. Gadis itu masih bergelut dengan fikirannya, masih berusaha beradaptasi dengan keadaan.
Tante Luna menjelaskan panjang lebar. Perusahaan Lee sangat berkembang pesat. Begitu banyak orang-orang yang ingin mengambil keuntungan dari berpulangnya pimpinan mereka, yaitu ibunya Diandra yang kini menyisakan ruang kosong di posisi Pimpinan Utama. Tante Luna bercerita akan banyak pihak yang hendak mengambil posisi itu, karena silau dengan kesuksesan perusahaan. Setelah pertemuannya dengan Brio Trahwijaya, yang merupakan ayah dari Bram saat ibu Diandra berada di rumah sakit, mereka sudah berbicara masalah rencana pertunangan untuk Diandra dan Bram, yang seharusnya dilaksanakan setelah ibu Diandra pulih. Namun kenyataan berkata lain. Tuhan menyayangi ibu Diandra dan memanggilnya lebih cepat, sehingga menyisakan kesedihan yang begitu menusuk di relung hati Diandra.
Alasan terbesar Tante Luna menikahkan Diandra dengan Bram, adalah untuk Diandra belajar memimpin perusahaan. Ada beberapa koalisi yang sedang mengincar kursi pimpinan, karena menganggap tidak ada pengganti yang pantas untuk mengisi kursi itu. Diandra dianggap masih terlalu muda, terlebih dia masih anak kemarin sore dan buta soal perusahaan. Maka dari itu Bram harus mengajari Diandra memimpin perusahaan, mengajari gadis itu bagaimana menjalankan perusahaan dan mengelolanya dengan baik.
Bram di mata Tante Luna adalah pemuda yang sangat kompeten. Dia telah beberapa kali bertemu Bram dan pemuda itu menunjukkan sikap sopan, sekaligus terlihat tampan dan maskulin.
Ketampanannya diwarisi dari garis jepang ibunya, yang juga telah tiada. Wajahnya yang khas percampuran Indonesia dan Jepang, hampir mirip jika disandingkan dengan wajah oriental Diandra yang mendapat garis Korea dari sang ayah.
Di sisi lain, Bram terus memutar otak. Dia tidak bisa melepaskan segala aset yang dimilikinya seperti ancaman Papanya kemarin. Dia tahu betul kondisi perusahaan sedang tidak stabil. Perusahaannya membutuhkan sokongan untuk bertahan dan dia yakin perusahaan Lee dapat melakukan itu. Sebaliknya, wanita yang akan dijodohkan padanya adalah pewaris tunggal, yang mungkin akan memiliki banyak musuh yang ingin merebut posisi pimpinan utama. Bram tahu wanita itu tidak pernah terjun ke bisnis dan selama ini menetap dan sekolah di Paris.
Tapi bagaimana nasib hubungannya dengan Zea? Zea kini sedang berada di Italia untuk pemotretannya dan tidak lama lagi pasti akan kembali ke Indonesia. Bagaimana lelaki itu akan menjelaskan semuanya pada Zea? Bram memegangi kepalanya dan meremas rambutnya frustrasi.
Pria itu mengambil ponselnya dan dengan ragu memencet sebuah kontak. "Diandra", begitu nama itu tertulis di layar ponselnya. Setelah berfikir cukup lama, dia akhirnya memutuskan untuk menekan tombol panggil. Nada masuk berbunyi beberapa kali, yang akhirnya dijawab oleh sang pemilik telepon.
"Halo?" Sebuah suara di sebrang membuyarkan lamunan Bram.
"Halo, Diandra?" balasnya ragu.
"Iya, dengan siapa?" Suara wanita ini terkesan berat tetapi tegas.
"Diandra, ini aku Bram," ucap Bram kemudian yang diikuti hening sesaat.
"Ya, Bram ... bagaimana aku harus memanggilmu? Bram atau Mas Bram?" balas gadis itu lagi.
Bram mematung.
Apa yang baru saja diucapkan oleh wanita ini? Dia menanyakan bagaimana dia harus memanggilku?
"Bram saja," jawab Bram singkat.
"Baiklah, Bram. Apa kau tak keberatan? Kau kan tujuh tahun lebih tua dariku," ucap Diandra lagi. Kini nada suaranya terdengar lebih santai.
Bram tertawa kecil.
"Wah, rupanya kau telah tahu banyak tentangku," balas Bram berusaha lebih santai kali ini.
"Tidak banyak. Aku hanya tahu kau berusia dua puluh sembilan tahun. Dan aku dua puluh dua tahun. Haruskah aku memanggilmu Abang?"
Senyum Bram semakin melebar. Wanita ini menarik, gumamnya dalam hati.
"Tidak, Bram saja. Oh ya, apa kau punya waktu malam ini?" tanya Bram.
Diandra terdiam sesaat.
"Aku punya banyak waktu, Bram. Jemputlah aku di rumah jam tujuh malam," jawab Diandra tegas.
Bram sedikit terkejut dengan jawaban Diandra. Tidak ada keraguan dalam intonasi maupun kata-kata gadis itu. Dia mungkin telah lebih dulu bersiap untuk menghadapi apa yang sedang menanti mereka di kemudian hari.
"Baiklah. Sampai ketemu jam tujuh, Diandra."
Diandra tidak lagi menjawab, namun langsung menutup sambungan telepon itu.
Bram terdiam, memandangi ponselnya yang telah tidak lagi tersambung pada panggilan telepon.
Diandra adalah gadis muda yang tegas, simpul Bram. Lelaki itu menghela napas pelan.
Baiklah. Aku hanya perlu melakukannya. Sekali saja.
.
.
.
🌾Bersambung🌾
~Dukung dengan like, komen dan vote ya, Readers. Makasih sudah mampir 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
dyz_be
Next..
2022-07-10
0
EndRu
lanjut... Bee 🤩
2022-06-20
0
Dhiena DLaf
😊😊
2021-12-22
0