Brittle
...•••••••••••••••••...
...Berawal dari sebuah pertemuan yang singkat, lalu berlanjut ke cerita panjang yang terikat.......
...•••••••••••••••••...
...***...
Bagaimana jika dirimu ditatap dengan begitu intens oleh banyak orang. Apa yang kamu rasakan?, tentu saja risih bukan. Itulah yang sedang dialami oleh seorang gadis. Ia berjalan menyusuri sepanjang koridor sekolah dengan kepala yang tertunduk.
Gadis itu terus melangkah dengan berpasang-pasang mata yang tidak pernah lepas menatapnya. Ia tau persis seperti apa tatapan-tatapan yang dilayangkan untuknya tersebut. Iri?, benci?, jijik?, hina?, sudah dihapalnya luar kepala. Seolah itu sudah menjadi makanan sehari-harinya.
Risih?, tentu saja ia risih dengan segala tatapan yang seolah merendahkan dirinya. Tetapi mau bagaimana lagi, ia hanyalah gadis sederhana yang tidak akan pernah mampu untuk membeli mata yang sudah merendahkannya dan mulut yang sudah mencaci makinya. Dirinya selalu bisa diam dan tersenyum dengan penuh kepalsuan.
Dengan memandang lantai marmer putih yang dipijaknya sambil menghitung satu persatu kotak ubin yang telah dilaluinya, ia terus melangkahkan kakinya menuju kelasnya yang sudah tampak oleh mata.
Gadis tersebut sedikit mendongak kan kepalanya kesamping untuk melihat bagaimana tatapan yang selalu setia menemani setiap langkahnya itu.
Kemudian ia langsung bergidik ngeri ketika melihat tatapan-tatapan tersebut. Ia kembali memandang kebawah. Takut melihat mata mereka yang sudah seperti ingin keluar. Ia tidak ingin berdosa karena sudah membuat mata mereka keluar semua. Ampuni hamba ya Allah.
Sungguh itu bukan salah hamba.
Langkahnya terhenti ketika tanpa sengaja kepalanya menabrak sesuatu yang sangat keras. Apa itu?, tembok?,pintu?. Tapi sejak kapan SMA ALLANDRA membangun sebuah tembok ditengah-tengah koridor.
Brak
"Auhh", ringis gadis tersebut sambil memegang kepalanya yang terasa berdenyut.
"Gak punya mata?", suara bariton seseorang tersebut langsung membuat gadis berkucir kuda itu tersentak dan refleks mendongakkan kepalanya.
Matanya langsung tertubruk dengan netra coklat terang milik laki-laki yang ada dihadapannya kini.
Astaga!, jadi tadi yang aku tabrak itu dia....?
Aishh, gerutu gadis tersebut dalam hati.
"Eh lo!, orang nanya itu ya dijawab!, udah enggak punya mata, enggak punya mulut juga?", gadis tersebut lagi-lagi tersentak karena ucapan ketus laki-laki yang sedang memandang sengit kearahnya.
"Ma-maaf. Enggak sengaja", cicit gadis tersebut dan kembali menundukkan kepalanya. Sungguh ia takut dengan tatapan tajam milik laki-laki itu. Seperti siap untuk melahap dirinya hidup-hidup.
Laki-laki itu tidak menggubris sama sekali apa yang diucapkan gadis dihadapannya. Justru pandangannya beralih menatap ke name tage gadis yang sudah berani menabraknya. Kemudian ia menarik sebelah sudut bibirnya. Lalu mengikis jarak antara dirinya dan gadis yang masih setia menundukkan kepalanya itu.
"Nama sama penampilan lo enggak sinkron", bisik laki-laki itu dengan nada ketusnya dan segera berlalu meninggalkan gadis tersebut dengan tatapan-tatapan sinis yang ia dapat dari siswi-siswi yang setia menontonnya sedari tadi.
Gadis itu tidak memusingkan tatapan sinis siswi-siswi tersebut. Apa yang mereka pikirkan. Apakah mereka berpikir kalau dia akan mengambil idola mereka?, tapi taukah mereka kalau dia sudah gugup setengah mati hanya karena tatapan tajam dari seorang Reagan Zarvio Allandra.
Jangankan untuk merebut, bahkan untuk menyukai pria angkuh tersebut saja tidak pernah sama sekali terbesit diotak mungilnya.
"Cukup ini pertemuan yang pertama dan yang terakhir", gumamnya.
Lalu Gadis itu kembali melanjutkan langkahnya. Ia menghembuskan nafas lega. Untung saja kelasnya sudah tampak dari ia berada sekarang. Jadi ia tidak perlu berlama-lama lagi untuk merasakan tatapan-tatapan sinis dan tajam yang sudah siap menghunus tubuhnya bagai pedang.
Sungguh pagi ini adalah pagi yang tersial selama ia hidup di dunia ini.
Ia tersenyum sumringah ketika melihat sahabatnya yang sudah berdiri diambang pintu kelas dengan senyuman tipisnya. Ah, ia sangat menyayangi sahabatnya itu. Karena hanya seorang Gina Taniara Atmaja lah yang selalu menemani harinya dan yang bisa menerima dirinya.
"Gina!", sapa gadis itu dengan ramah dan tangan yang melambai cantik didepan wajah Gina.
Gadis itu menurunkan tangannya ketika melihat wajah Gina yang terlihat sebal. Kenapa?, padahal ia merasa tidak pernah membuat masalah dengan Gina. Lalu kenapa gadis berambut pirang tersebut terlihat sebal.
"Gina. Kamu kenapa?. Aku ada salah ya?, Maaf deh kalau ada salah", Gina berdecak sebal ketika melihat sahabatnya itu selalu saja menundukkan kepalanya. Apa yang dia cari dibawah?. Semut yang menikah?.
"Ck, lo enggak ada salah. Gue hanya kesal aja lihat penampilan lo yang enggak pernah berubah. Coba deh lo fikir, kita udah kelas dua belas dan lo selalu berpenampilan kayak gini. Itu sebabnya mereka terlalu suka membully lo. Gue enggak suka lihat lo yang selalu menunduk kayak gini", cerocos Gina panjang lebar dengan wajah datarnya.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan penampilan gadis itu. Hanya saja ia tak dapat menyikronkan kondisi penampilannya dengan tempat ia berada sekarang. Arinta Zarvisya Deltava tidak terlalu perduli dengan penampilannya. Menurutnya bisa bersekolah disekolah elit ini saja sudah merupakan sebuah anugerah untuknya.
Gina hanya bisa mengembuskan napas lelah ketika melihat Arinta yang masih setia menunduk. Tengkuknya tidak pegal apa?, pikirnya.
Gina menjulurkan tangan kanannya keatas kepala Arinta dan melepas ikatan kuncir kuda yang terlalu tinggi itu. Gina lalu menggerai rambut hitam legam milik Arinta yang sangat cantik ditambah gelombang diujung rambutnya menambah kesan tersendiri untuk rambut sepinggang itu.
"Nah, kan cantik kalau begini", ujar Gina sambil tersenyum tipis dengan tangan yang bersidekap di dada.
Arinta menyelipkan anak rambutnya ketelinga dan mendongakkan kepalanya. Arinta bisa melihat betapa bahagianya Gina yang terbukti dengan senyumannya. Walau tidak pernah lebar, tapi ia paham apa arti senyuman itu.
Segitu bahagianya kah gadis itu hanya karena penampilan Arinta yang diubah hanya sedikit. Lalu bagaimana jika penampilan Arinta diubah sepenuhnya?. Mungkin Gina, bahkan penghuni ALLANDRA bisa dibuat menjadi manekin dadakan.
Jika dibandingkan dengan Gina. Penampilan Arinta tidak ada apa-apa nya. Karena wajar bukan. Gina adalah anak dari salah satu pembisnis handal di Indonesia. Bahkan perusahaannya sudah terkenal di Asia.
Sedangkan Arinta?, dirinya hanyalah anak dari keluarga yang sederhana. Ayahnya yang memiliki toko kelontong walau pun kecil, tapi itu sudah cukup untuk membiayainya. Dan ibunya yang menjadi penjahit untuk menambah keuangan keluarga. Arinta juga memiliki dua adik laki-laki kembar yang sudah duduk di bangku SMA kelas satu.
"Hai guys", sapa Laily sambil mencium kedua pipi Arinta dengan entengnya tanpa melihat ringisan yang ada di wajah gadis tersebut.
Gina yang risih pun langsung menjauhkan wajah Laily yang juga ingin mencium pipi nya,"Datang-datang ngerusuh!, bukannya Assalamualaikum, langsung aja nyosor cium pipi anak orang. Entah kuman dari mana yang lo bawa", sarkas Gina membuat Laily melototkan matanya.
"Heh, sembarangan. Lo kira gue pembawa penyakit", sergah Laily yang tak terima dengan ucapan Gina.
"Iya. Udah deh Rin, enggak usah deket-deket sama pembawa virus ini", Gina merangkul Arinta dan ingin masuk kedalam kelas. Namun belum sampai masuk kedalam kelas, Arinta melepaskan rangkulan tersebut dan dengan polosnya bertanya, "Emangnya Laily bawa virus apa?", Gina yang mendengarnya refleks memejamkan mata.
Tanpa menghiraukan Gina. Arinta menghampiri Laily dengan wajah cemasnya.
"Laily, kamu sakit?, kenapa sekolah?, entar tambah parah lho. Ayo aku anterin ke UKS.", ujarnya sambil merangkul Laily dengan tujuan untuk menuntun sahabatnya itu jalan ke UKS.
"Siapa yang sakit sih, Rinta", Laily gemas melihat wajah polos sahabatnya yang bercampur cemas itu.
"Kamu kan yang sakit?, karna enggak mungkin aku yang sakit. Semalam udah minum vitamin kok. Apa vitaminnya kadaluarsa ya?, tapi belinya baru dua Minggu yang lalu, apa jangan-jangan mbak apotekernya tipu aku ya?", Arinta memegang perutnya, lehernya, kemudian dahinya dengan keringat dingin. Takut, jika dirinya memang benar terserang penyakit.
Kedua sahabatnya yang melihat kecemasan berlebihan Arinta kompak langsung menepuk jidatnya masing-masing.
"Gue enggak kuat Gin, sumpah gue enggak kuat", Laily mendramatisir dengan menutup wajah dengan kedua tangannya. Seolah-olah menjadi orang yang tersiksa. Dasar drama queen.
"Enggak waras", cetus Gina tanpa menghiraukan kedua sahabat nya yang masih sibuk dengan dunianya sendiri-sendiri. Dan segera berlalu masuk kedalam kelas.
"WOI, KALIAN BERDUA MAU MASUK ENGGAK. BEL UDAH BUNYI TUH", teriak Gina dari dalam kelas.
Arinta dan Laily yang masih diluar itu pun langsung bergegas masuk ke dalam kelas ketika melihat pak Yanto yang sudah berjalan diujung koridor. Berjumpa dengan guru BK tersebut sama saja dengan bertemu malaikat Izrail.
...~Rilansun🖤....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
sakura
....
2025-01-05
0
Edah J
Aku baca lagi ini untuk yg kedua kalinya
selalu kangen dgn novel ini
sehat"ka othor 😘
2023-01-18
0
Oh Dewi
Mampir ah...
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya (Siapa) Aku Tanpamu, searchnya pakek tanda kurung biar gak melenceng yaa
2022-12-09
0