Kekasihku, Suami Ibuku
"Sah!"
Saat kalimat sakral itu terucap, seorang perempuan itu benar-benar menyesal karena telah hadir di acara pernikahan yang sangat dia nantikan. Dimana seharusnya hari ini adalah hari yang sangat membahagiakan baginya, karena akan menikah dengan seorang pria yang sangat dia cintai.
"Hei, Siren. Are you okay?" tanya seorang perempuan paruh baya, yang tak lain adalah nenek Siren. Siren tak menjawab, ia hanya menghela napas dan menggeleng kan kepala nya. Tanda Siren memang sedang tidak baik-baik saja.
Bagaimana Siren akan baik-baik saja, di saat semua nya sudah tersusun dengan rapi, dan tinggal menghitung hari, tiba-tiba semua nya harus hancur hanya karena kejadian satu malam. Siren benar-benar merasa seperti orang bodoh yang tidak mengerti dengan keadaan yang sebenarnya. Dia terpaksa menyetujui pernikahan antara ibu dan kekasihnya itu.
"Sayang, Mama minta maaf. Karena Mama, kebahagiaan kamu hilang," ujar Anita penuh penyesalan.
"Udah ya Ma, aku capek mau pulang dan istirahat. Aku turut bahagia atas pernikahan Mama, semoga pernikahan Mama dan Kak Saga langgeng sampai maut memisahkan," Jawab Siren dengan senyum manis, namun tersirat kesedihan di balik senyum manis itu.
Anita hanya mampu tersenyum getir, melihat sang putri yang hanya tersenyum penuh kepedihan. Ini semua memang kesalahan nya jika saja semua itu tidak menimpa diri nya, pasti hari ini Siren yang menikah bukan dirinya.
"Mas, Siren gimana? Dia pasti kecewa sama aku, aku emang bukan ibu yang baik untuk Siren. Seharusnya seorang ibu memberikan kebahagiaan, tapi aku malah memberikan luka yang entah kapan akan sembuh," sesal Anita dengan berlinang air mata.
"Sutt udah ya, ini semua bukan kesalahan kamu atau siapapun. Semua nya udah takdir, jadi jangan terus menyalahkan diri kamu sendiri," ujar Saga seraya mengelus kepala sang istri
Anita memandang Saga dengan pandangan yang sulit di artikan, dimana Saga yang seharusnya menjadi menantunya kini malah menjadi suaminya, takdir terkadang sebercanda itu dan tidak bisa di tebak.
"Hey kok malah liatin aku kaya gitu si, kenapa? Baru sadar ya kalau suamimu ini tampan hm," goda Saga seraya menurun naikan alisnya. Anita mencubit pelan pinggang suami nya itu seraya berkata "Dih, percaya diri sekali brondong satu ini."
"Shh, kdrt ya kamu nikah belum sehari aja udah maen cubit-cubit, eh btw aku memang percaya diri, kan memang benar kalau aku tampan dan kaya juga haha," sahut Saga seraya tertawa
"Iya deh si paling tampan dan kaya," jawab Anita dengan diiringi tawa
*
Di dalam ruangan yang minim cahaya, Siren menatap sebuah foto yang berisi dirinya dan Saga, foto di saat dia menjalani sesi prewedding. Di foto itu terlihat Siren dan Saga sangat bahagia, dan berfikir jika mereka akan melangsungkan pernikahan lalu hidup bahagia selamanya. Namun semua itu hanyalah rencana seorang manusia, dimana rencana tuhan lah yang selalu menjadi pemenangnya. Karena manusia hanya bisa merencanakan namun tuhan yang menentukan.
"Kamu jahat saga! Jahat! Kenapa hah kenapa? Aagh! Mama juga jahat! kenapa Mama tega sama aku."
Siren menumpahkan semua rasa sakit nya sendiri di dalam kamar, dia menangis seraya melempar barang apapun yang ada di hadapan nya.
Prang!
Sebuah foto dengan bingkai yang cantik kini tergeletak di lantai, Siren hanya menatap nanar foto dirinya dengan sang Mama itu tanpa menyentuh sedikit pun.
"Padahal Mama tau, kalau aku kurang percaya dengan pernikahan, karena Mama dan Ayah bercerai saat aku kecil. Tapi di saat aku mulai berdamai dengan masa lalu, Mama sendiri yang menghancur kan itu. Dan sekarang aku semakin yakin dan tidak percaya dengan pernikahan."
Kamar Siren sudah tidak beraturan, barang-barang berhamburan dan hancur semua nya. Lembaran foto yang sudah sobek memenuhi tempat sampah, dan siap untuk di buang, namun Siren tak membuang nya melainkan dengan membakar nya.
"Huh, selamat tinggal Saga. Semuanya selesai terima kasih dua setengah tahun nya, aku banyak belajar dari hubungan kita. Meskipun pada akhirnya aku yang harus terluka," ucap Siren pada kobaran api yang membakar semua foto dan barang yang bersangkutan dengan Saga.
Hari semakin larut, tapi Siren sepertinya enggan beranjak dari hadapan api yang membakar semua kenangan nya bersama Saga. Dia hanya melihat setiap kali api melahap barang sedikit demi sedikit menjadi tak terbentuk, tak berselang lama terdengar suara mobil yang memasuki halaman rumah Siren. Terlihat dua orang yang keluar dari mobil seraya bergandengan tangan, lalu memasuki rumah tanpa menyadari kehadiran Siren di halaman rumah itu.
"Gue yang emang kecil apa mereka yang emang gak liat gue," heran Siren karena Mama dan kekasih nya itu, ah ralat Ayah sambung nya itu tidak melihat diri nya. Siren tak mempedulikan itu semua, dia bergegas masuk ke dalam rumah karena memang hari sudah larut.
"Siren, kamu dari mana?" tanya Saga
"Lo nanya gue?" bukan nya menjawab justru Siren malah balik bertanya
"Iya, ak- eh maksud nya Papa nanya kamu, kamu dari mana? malam-malam gini," jawab Saga
"Dari mana gue bukan urusan lo, sekarang mending lo urus aja istri dan calon anak lo itu."
Siren pergi setelah menjawab pertanyaan Saga. Namun baru beberapa langkah dia berjalan suara Mama nya terdengar.
"Siren! Yang sopan kamu. Bagaimana pun sekarang Saga sudah menikah dengan Mama dan otomatis dia juga jadi Ayah sambung kamu, jadi kamu harus hormat sama Saga," tegas Anita
"Dih ogah," jawab Siren dan berlari menuju kamar tanpa memperdulikan ucapan Anita.
Brak!
Siren menutup pintu kamar dengan kasar, dia benar-benar muak dengan ucapan sang Mama, hei mana mau dia memanggil Saga dengan panggilan Papa, sungguh memalukan sekali. Tapi jika di pikirkan kembali sepertinya tidak buruk jika dia memanggil Saga dengan panggilan Papa.
"SIREN KA—" belum selesai Anita berbicara, Saga terlebih dahulu memotong ucapan nya.
"Udah aku gak papa kok, maklumin aja ya, Siren masih belum bisa menerima semua nya. Biarin dia sendiri dulu jangan terburu-buru, mending sekarang kita bersih-bersih terus istirahat, kasian dede utun nya dari tadi belum istirahat pasti capek," sela Saga seraya mengelus perut rata Anita. Anita hanya menghela napas panjang dan menganggukkan kepalanya, mungkin benar Siren butuh waktu untuk bisa menerima semuanya.
Siren menghela nafasnya seraya berjalan lesu menuju kasur empuknya itu. Dia menatap langit-langit kamar, tanpa terasa air mata mengalir di pipi mulusnya, Siren belum bisa menerima kenyataan pahit yang terjadi pada dirinya. Ini memang takdir Tuhan tapi kenapa Tuhan memberikan takdir yang sama sekali tak Siren harapkan.
"Huft, hari yang sangat melelahkan mending sekarang gue tidur, dan berharap semua ini hanya mimpi. Good night aku," ucap Siren dengan perlahan mulai menutup mata nya.
Cahaya mentari menembus celah-celah jendela kamar tidur Siren. Namun seperti nya dia tidak terganggu sama sekali. Sampai ketukan pintu kamar itu mulai mengusik nya.
"Siren, bangun nak udah pagi loh ini kamu kan harus kuliah."
"Eugh, iya Mam," jawab Siren setengah sadar.
Siren mengerjap kan beberapa kali mata nya, dan memandang lurus ke depan. Perlahan dia ingat jika kejadian kemarin itu bukan lah mimpi melainkan kenyataan. Siren menghela nafas lalu beranjak dari kasur untuk mandi dan bersiap pergi ke kampus seperti biasanya.
"Siren udah bangun?" tanya Saga
"Udah Mas, lagi siap-siap dia," jawab Anita
Saga mengangguk kan kepala nya dan kembali melanjutkan pekerjaan nya, Anita pun kembali ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Tak berselang lama Siren turun dari kamar nya dan langsung duduk di meja makan untuk memulai sarapan pagi nya.
"Pagi Siren, gimana tidur nya nyenyak anak Papa?" Tanya Saga seraya mengusap sayang kepala Siren
Siren tertegun saat Saga mengusap kepalanya, ini adalah kebiasaan Saga di saat mereka masih berpacaran, setiap kali bertemu di pagi hari, Saga pasti selalu bertanya seperti itu. Namun ada kata yang berubah, dari yang biasa nya Calon istri Saga sekarang menjadi Anak Papa.
"Pa-gi juga Kak, aku tidur nyenyak kok," jawab Siren dengan gugup namun dia baru sadar jika dia memanggil Saga dengan sebutan kak, bukan Papa.
"Maksud aku Pa bukan kak," jelas Siren
"Haha iya, Papa ngerti kok kalau kamu belom terbiasa panggil Kaka menjadi Papa," kekeh Saga
Anita yang melihat interaksi anak bersama suami nya itu, merasa sedikit tidak nyaman karena dia tau kalau mereka berdua itu saling mencintai dan menyayangi. Anita takut jika Saga akan meninggalkan nya dan kembali kepada Siren.
"Ini Mas kopi nya di minum ya."
"Kak eh maksudnya Papa Saga gak terbiasa minum kopi, kalau dia minum kopi nanti lambung nya sakit," sahut Siren tanpa melihat ke arah Mama nya dia sibuk menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
"Eh maaf Mas aku gak tau kalau kamu gak biasa minum kopi, aku buatin teh aja ya ata—," belum selesai Anita berbicara Siren terlebih dahulu memotong ucapan Anita.
"Papa Saga kalau pagi cuma minum air putih aja."
"Oh gitu ya, sebentar aku ambilin air putih nya."
Setelah itu mereka bertiga sarapan dengan tenang hanya suara dentingan sendok yang beradu dengan piring yang terdengar.
"Aku selesai, Siren berangkat dulu Mam," pamit Siren kepada Mama nya
"Iya hati-hati di jalan ya sayang," jawab Anita
"Kamu biar papa antar, bagaimana ?" tawar Saga
Siren terdiam dan menatap sang Mama. Dia menyungging kan senyum yang membuat Anita menatap Siren dengan tajam, Siren terlihat tidak peduli dengan tatapan sang Mama dan kembali berbicara kepada Ayah sambung nya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments