"Sah!"
Saat kalimat sakral itu terucap, seorang perempuan itu benar-benar menyesal karena telah hadir di acara pernikahan yang sangat dia nantikan. Dimana seharusnya hari ini adalah hari yang sangat membahagiakan baginya, karena akan menikah dengan seorang pria yang sangat dia cintai.
"Hei, Siren. Are you okay?" tanya seorang perempuan paruh baya, yang tak lain adalah nenek Siren. Siren tak menjawab, ia hanya menghela napas dan menggeleng kan kepala nya. Tanda Siren memang sedang tidak baik-baik saja.
Bagaimana Siren akan baik-baik saja, di saat semua nya sudah tersusun dengan rapi, dan tinggal menghitung hari, tiba-tiba semua nya harus hancur hanya karena kejadian satu malam. Siren benar-benar merasa seperti orang bodoh yang tidak mengerti dengan keadaan yang sebenarnya. Dia terpaksa menyetujui pernikahan antara ibu dan kekasihnya itu.
"Sayang, Mama minta maaf. Karena Mama, kebahagiaan kamu hilang," ujar Anita penuh penyesalan.
"Udah ya Ma, aku capek mau pulang dan istirahat. Aku turut bahagia atas pernikahan Mama, semoga pernikahan Mama dan Kak Saga langgeng sampai maut memisahkan," Jawab Siren dengan senyum manis, namun tersirat kesedihan di balik senyum manis itu.
Anita hanya mampu tersenyum getir, melihat sang putri yang hanya tersenyum penuh kepedihan. Ini semua memang kesalahan nya jika saja semua itu tidak menimpa diri nya, pasti hari ini Siren yang menikah bukan dirinya.
"Mas, Siren gimana? Dia pasti kecewa sama aku, aku emang bukan ibu yang baik untuk Siren. Seharusnya seorang ibu memberikan kebahagiaan, tapi aku malah memberikan luka yang entah kapan akan sembuh," sesal Anita dengan berlinang air mata.
"Sutt udah ya, ini semua bukan kesalahan kamu atau siapapun. Semua nya udah takdir, jadi jangan terus menyalahkan diri kamu sendiri," ujar Saga seraya mengelus kepala sang istri
Anita memandang Saga dengan pandangan yang sulit di artikan, dimana Saga yang seharusnya menjadi menantunya kini malah menjadi suaminya, takdir terkadang sebercanda itu dan tidak bisa di tebak.
"Hey kok malah liatin aku kaya gitu si, kenapa? Baru sadar ya kalau suamimu ini tampan hm," goda Saga seraya menurun naikan alisnya. Anita mencubit pelan pinggang suami nya itu seraya berkata "Dih, percaya diri sekali brondong satu ini."
"Shh, kdrt ya kamu nikah belum sehari aja udah maen cubit-cubit, eh btw aku memang percaya diri, kan memang benar kalau aku tampan dan kaya juga haha," sahut Saga seraya tertawa
"Iya deh si paling tampan dan kaya," jawab Anita dengan diiringi tawa
*
Di dalam ruangan yang minim cahaya, Siren menatap sebuah foto yang berisi dirinya dan Saga, foto di saat dia menjalani sesi prewedding. Di foto itu terlihat Siren dan Saga sangat bahagia, dan berfikir jika mereka akan melangsungkan pernikahan lalu hidup bahagia selamanya. Namun semua itu hanyalah rencana seorang manusia, dimana rencana tuhan lah yang selalu menjadi pemenangnya. Karena manusia hanya bisa merencanakan namun tuhan yang menentukan.
"Kamu jahat saga! Jahat! Kenapa hah kenapa? Aagh! Mama juga jahat! kenapa Mama tega sama aku."
Siren menumpahkan semua rasa sakit nya sendiri di dalam kamar, dia menangis seraya melempar barang apapun yang ada di hadapan nya.
Prang!
Sebuah foto dengan bingkai yang cantik kini tergeletak di lantai, Siren hanya menatap nanar foto dirinya dengan sang Mama itu tanpa menyentuh sedikit pun.
"Padahal Mama tau, kalau aku kurang percaya dengan pernikahan, karena Mama dan Ayah bercerai saat aku kecil. Tapi di saat aku mulai berdamai dengan masa lalu, Mama sendiri yang menghancur kan itu. Dan sekarang aku semakin yakin dan tidak percaya dengan pernikahan."
Kamar Siren sudah tidak beraturan, barang-barang berhamburan dan hancur semua nya. Lembaran foto yang sudah sobek memenuhi tempat sampah, dan siap untuk di buang, namun Siren tak membuang nya melainkan dengan membakar nya.
"Huh, selamat tinggal Saga. Semuanya selesai terima kasih dua setengah tahun nya, aku banyak belajar dari hubungan kita. Meskipun pada akhirnya aku yang harus terluka," ucap Siren pada kobaran api yang membakar semua foto dan barang yang bersangkutan dengan Saga.
Hari semakin larut, tapi Siren sepertinya enggan beranjak dari hadapan api yang membakar semua kenangan nya bersama Saga. Dia hanya melihat setiap kali api melahap barang sedikit demi sedikit menjadi tak terbentuk, tak berselang lama terdengar suara mobil yang memasuki halaman rumah Siren. Terlihat dua orang yang keluar dari mobil seraya bergandengan tangan, lalu memasuki rumah tanpa menyadari kehadiran Siren di halaman rumah itu.
"Gue yang emang kecil apa mereka yang emang gak liat gue," heran Siren karena Mama dan kekasih nya itu, ah ralat Ayah sambung nya itu tidak melihat diri nya. Siren tak mempedulikan itu semua, dia bergegas masuk ke dalam rumah karena memang hari sudah larut.
"Siren, kamu dari mana?" tanya Saga
"Lo nanya gue?" bukan nya menjawab justru Siren malah balik bertanya
"Iya, ak- eh maksud nya Papa nanya kamu, kamu dari mana? malam-malam gini," jawab Saga
"Dari mana gue bukan urusan lo, sekarang mending lo urus aja istri dan calon anak lo itu."
Siren pergi setelah menjawab pertanyaan Saga. Namun baru beberapa langkah dia berjalan suara Mama nya terdengar.
"Siren! Yang sopan kamu. Bagaimana pun sekarang Saga sudah menikah dengan Mama dan otomatis dia juga jadi Ayah sambung kamu, jadi kamu harus hormat sama Saga," tegas Anita
"Dih ogah," jawab Siren dan berlari menuju kamar tanpa memperdulikan ucapan Anita.
Brak!
Siren menutup pintu kamar dengan kasar, dia benar-benar muak dengan ucapan sang Mama, hei mana mau dia memanggil Saga dengan panggilan Papa, sungguh memalukan sekali. Tapi jika di pikirkan kembali sepertinya tidak buruk jika dia memanggil Saga dengan panggilan Papa.
"SIREN KA—" belum selesai Anita berbicara, Saga terlebih dahulu memotong ucapan nya.
"Udah aku gak papa kok, maklumin aja ya, Siren masih belum bisa menerima semua nya. Biarin dia sendiri dulu jangan terburu-buru, mending sekarang kita bersih-bersih terus istirahat, kasian dede utun nya dari tadi belum istirahat pasti capek," sela Saga seraya mengelus perut rata Anita. Anita hanya menghela napas panjang dan menganggukkan kepalanya, mungkin benar Siren butuh waktu untuk bisa menerima semuanya.
Siren menghela nafasnya seraya berjalan lesu menuju kasur empuknya itu. Dia menatap langit-langit kamar, tanpa terasa air mata mengalir di pipi mulusnya, Siren belum bisa menerima kenyataan pahit yang terjadi pada dirinya. Ini memang takdir Tuhan tapi kenapa Tuhan memberikan takdir yang sama sekali tak Siren harapkan.
"Huft, hari yang sangat melelahkan mending sekarang gue tidur, dan berharap semua ini hanya mimpi. Good night aku," ucap Siren dengan perlahan mulai menutup mata nya.
Cahaya mentari menembus celah-celah jendela kamar tidur Siren. Namun seperti nya dia tidak terganggu sama sekali. Sampai ketukan pintu kamar itu mulai mengusik nya.
"Siren, bangun nak udah pagi loh ini kamu kan harus kuliah."
"Eugh, iya Mam," jawab Siren setengah sadar.
Siren mengerjap kan beberapa kali mata nya, dan memandang lurus ke depan. Perlahan dia ingat jika kejadian kemarin itu bukan lah mimpi melainkan kenyataan. Siren menghela nafas lalu beranjak dari kasur untuk mandi dan bersiap pergi ke kampus seperti biasanya.
"Siren udah bangun?" tanya Saga
"Udah Mas, lagi siap-siap dia," jawab Anita
Saga mengangguk kan kepala nya dan kembali melanjutkan pekerjaan nya, Anita pun kembali ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Tak berselang lama Siren turun dari kamar nya dan langsung duduk di meja makan untuk memulai sarapan pagi nya.
"Pagi Siren, gimana tidur nya nyenyak anak Papa?" Tanya Saga seraya mengusap sayang kepala Siren
Siren tertegun saat Saga mengusap kepalanya, ini adalah kebiasaan Saga di saat mereka masih berpacaran, setiap kali bertemu di pagi hari, Saga pasti selalu bertanya seperti itu. Namun ada kata yang berubah, dari yang biasa nya Calon istri Saga sekarang menjadi Anak Papa.
"Pa-gi juga Kak, aku tidur nyenyak kok," jawab Siren dengan gugup namun dia baru sadar jika dia memanggil Saga dengan sebutan kak, bukan Papa.
"Maksud aku Pa bukan kak," jelas Siren
"Haha iya, Papa ngerti kok kalau kamu belom terbiasa panggil Kaka menjadi Papa," kekeh Saga
Anita yang melihat interaksi anak bersama suami nya itu, merasa sedikit tidak nyaman karena dia tau kalau mereka berdua itu saling mencintai dan menyayangi. Anita takut jika Saga akan meninggalkan nya dan kembali kepada Siren.
"Ini Mas kopi nya di minum ya."
"Kak eh maksudnya Papa Saga gak terbiasa minum kopi, kalau dia minum kopi nanti lambung nya sakit," sahut Siren tanpa melihat ke arah Mama nya dia sibuk menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
"Eh maaf Mas aku gak tau kalau kamu gak biasa minum kopi, aku buatin teh aja ya ata—," belum selesai Anita berbicara Siren terlebih dahulu memotong ucapan Anita.
"Papa Saga kalau pagi cuma minum air putih aja."
"Oh gitu ya, sebentar aku ambilin air putih nya."
Setelah itu mereka bertiga sarapan dengan tenang hanya suara dentingan sendok yang beradu dengan piring yang terdengar.
"Aku selesai, Siren berangkat dulu Mam," pamit Siren kepada Mama nya
"Iya hati-hati di jalan ya sayang," jawab Anita
"Kamu biar papa antar, bagaimana ?" tawar Saga
Siren terdiam dan menatap sang Mama. Dia menyungging kan senyum yang membuat Anita menatap Siren dengan tajam, Siren terlihat tidak peduli dengan tatapan sang Mama dan kembali berbicara kepada Ayah sambung nya itu.
"Kamu biar Papa antar, bagaimana ?" tawar Saga
Anita menatap tajam Siren, berharap Siren akan menolak ajakan Saga, tapi Siren justru tersenyum smirk ke arah Mamanya bahwa dia tidak akan mengalah hanya karena Anita adalah ibunya sendiri. Tapi Siren tidak sekejam itu untuk merebut Saga kembali di saat awal pernikahan Mamanya itu.
"Gak usah Pa, aku mau berangkat naik motor kesayangan aku aja," jawab Siren seraya pergi ke garasi rumah nya dan melirik ke arah Mamanya itu.
Siren pergi ke kampus menggunakan motor gede kesayangan nya, sudah lama dia tidak mengendarai motor itu, hanya sekali-sekali saja jika dia bosen karena semenjak menjalin hubungan dengan Saga dia selalu di antar jemput oleh kekasihnya nya yang sekarang menjadi Papa nya.
"Oi Siren, tumben bawa motor lagi lo biasa nya juga sama Pak Dosen ganteng itu, lagi marahan ya lo sama Pak Dosen?" tanya teman Siren.
"Banyak tanya lo Oliv , awas ah gue mau ke kelas, dan satu lagi gue sama Dosen itu udah ganti status," jawab Siren malas.
"Hah gimana? Ganti status maksud lo udah nikah gitu sama Pak Dosen? bukannya Lo nikah minggu depan ya?" tanya Oliv penasaran.
"Ganti status jadi anak dan Papa," jawab Siren sekenanya
"HAH YANG BENER AJA," heboh Oliv mendengar jawaban Siren, bagaimana mungkin hey Siren dan Pak Saga itu pasangan yang sangat cocok di kampus. Bahkan semua Dosen pun mendukung hubungan mereka, dan sekarang apa-apaan ini tiba-tiba berubah status menjadi anak dan Papa, Oliv rasanya ingin jungkir balik mendengar kabar baik atau buruk ini.
Siren sudah menduga jika Oliv akan seheboh ini mendengar kabar aneh ini, Tapi apa boleh buat ini memang kenyataannya, mau seluruh kampus mendukung hubungan dia dan Saga atau bahkan satu dunia pun. Jika jodoh dia bukan Saga, mau bagaimana lagi?
"Siren woy elah tungguin gue napa si, itu lo serius kalau Pak Saga jadi Papa lo?" tanya Oliv penasaran
"Huh iya Oliv cantik, gue sama Kak Saga udah gak ada hubungan lagi dan sekarang Kak Saga udah nikah sama Mama gue, lebih tepatnya kemarin mereka menikah," jawab Siren malas
"Gila gue beneran gak percaya, gini loh kok bisa gitu kan yang seharusnya nikah itu lo minggu depan Siren, terus ini tiba-tiba malah Mama Lo yang nikah sama Pak Saga," sahut Oliv dengan rasa tidak percaya nya.
"Lo aja gak percaya kan Liv, apalagi gue yang ngalamin sendiri, gue gu-e," Siren tidak sanggup melanjutkan ucapannya, dia menangis di pelukan Oliv sahabatnya itu.
"Siren ya ampun please jangan nangis, gue tau ini pasti berat banget buat lo, tapi gue yakin lo pasti bisa lewatin ini semua."
Siren tak menjawab ucapan Oliv, dia hanya menganggukkan kepalanya dan semakin mengeratkan pelukannya pada Oliv.
"Ini bukan Siren yang gue kenal, lo biasanya gak nangis kaya gini, lo itu wanita kuat Siren. Buktiin ke mereka kalau lo bukan wanita yang lemah, lo cantik, pinter, mandiri, tanpa Pak Saga pun lo bisa," timpal Oliv
Siren melepas pelukannya dan menatap Oliv "Makasih ya, Lo emang sahabat yang paling bisa mengerti keadaan gue, tanpa menghakimi salah satu pihak."
"Iya makasih kembali juga, udah ya jangan nangis bentar lagi kelas di mulai, mending sekarang Lo cuci muka biar seger dan gak keliatan abis nangis."
Siren menganggukan kepalanya dan beranjak dari tempat duduk nya menuju toilet. Oliv menatap punggung Siren yang perlahan menghilang, dia merasa iba kepada sahabatnya itu, selama ini Siren tidak pernah sekalipun melihat kan kesedihan nya, dan ini untuk pertama kalinya, Oliv melihat seorang Siren menangis begitu pilu, karena mantan kekasih dan Ibunya sendiri.
Berita tentang pernikahan Saga dan Mama nya Siren telah menyebar luas di Universitas Bangsa, mereka mengira Pak Saga kesayangan nya itu akan menikah dengan Queen kampus mereka. Tapi kenyataannya salah besar justru Saga menikah dengan calon mertua nya sendiri. Bisik-bisik mengenai berita itu terus terdengar dan membuat Siren muak dengan semuanya itu, hampir setiap hari dia mendengar orang-orang terus membicarakan nya, ada yang merasa iba, dan ada juga yang merasa jika Siren memang tidak pantas bersama dengan Saga. Telinga Siren rasanya panas untuk setiap waktu.
"Males banget gue pergi ke kampus, nanti pasti mereka ngomongin mamah sama kak Saga, huft apa mending bolos aja kali ya."
"Gak ada bolos-bolos kuliah."
Siren tersentak saat tiba-tiba mendengar suara dari arah belakang, ternyata itu Saga dengan setelan formal nya untuk pergi mengajar ke kampus, tempat Siren berkuliah.
"Terserah gue dong, lagian gue males orang-orang pada ngomongin Mama sama lo terus kak," cicit Siren
"Telinga gue tuh panas tau denger nya, bukan cuma kuping aja tapi hati juga panas. Gue cemburu kak cemburu, lo gak bakal ngerti gimana perasaan gue yang harus nerima kalau lo udah selingkuh sama mama gue sendiri bahkan yang lebih parah nya Mama sampai hamil anak lo kak. Sakit kak, sakit hati aku!" bentak Siren dengan air mata yang sudah membasahi pipinya itu.
Saga hanya diam, dia bingung harus bagaimana menjelaskan semuanya, hati Saga sakit saat melihat perempuan yang dia sayang dan cintai menangis di hadapan nya. Saga hanya mampu merengkuh tubuh Siren dan bergumam kata maaf.
"Maaf Siren, maaf."
Tanpa mereka sadari di balik jendela Anita melihat semua yang terjadi, dia benar-benar merasa seperti orang ketiga di hubungan anak nya itu. Tapi Anita juga tidak bisa membohongi perasaannya, jika dia memang sudah menyayangi Saga karena setiap perlakuan Saga selalu lembut dan penuh kasih sayang. Meskipun usia mereka terpaut 14 tahun. Saat ini Anita akan egois dia tidak peduli dengan hal lainnya yang dia pikirkan saat ini adalah perasaan nya dan anak dalam kandungan nya.
"Ekhem, eh ada yang pelukan nih kok gak ajak-ajak Mama sih," lontar Anita
Mereka berdua segera melepaskan pelukan nya, meskipun sebenarnya mereka masih merindukan pelukan satu sama lain.
"Loh sayang kok kamu keluar, kan aku udah bilang kamu istirahat aja di dalem gak usah anterin aku ke depan," ujar Saga
"Apa si Mas, masa aku nganterin suami sendiri ke depan rumah gak boleh, kan aku juga mau nganterin kamu. Atau kamu emang sengaja ya ngelarang aku, soalnya kamu mau berduaan sama Siren dan pelukan lagi kaya tadi," tuduh Anita
"Mam udah deh please jangan mulai. Aku capek sama semua drama ini tau gak, kalau aku pergi dari rumah ini sepertinya lebih baik, daripada harus melihat orang munafik kayak kalian."
"Bagus kalau kamu mau pergi dari rumah ini. Itu memang yang saya harapkan, tidak ada pengganggu lagi di antara saya dan suami saya."
"ANITA!"
BERSAMBUNG...
"ANITA!"
Saga membentak Anita, dia tidak percaya jika Anita berucap seperti itu kepada Siren yang tak lain anak kandung nya sendiri.
"Mas ka-mu bentak aku?" Lirih Anita
"Kamu keterlaluan Anita, mau bagaimanapun Siren itu anak kandung kamu. Tidak pantas seorang ibu berkata seperti itu terhadap anak nya," jelas Saga seraya menahan emosi yang tertahan.
"Tapi dia mau rebut kamu dari aku Mas."
"Ck, gak salah denger aku Ma? Yang rebut Kak saga dari aku tuh Mama bukan aku. Dari awal yang pacar nya Kak Saga itu aku bukan Mama, Mama cuma orang ketiga yang hadir di hubungan aku sama Kak Saga."
"Tapi sekarang Saga sudah menikah dengan saya anak sia-," belum selesai Anita berbicara, Saga terlebih dahulu memotongnya.
"STOP! KALIAN BERDUA MASUK!" bentak Saga pada Anita dan Siren.
"Aku belum selesai bicara dengan anak tidak tahu diri ini mas," sergah Anita
"ANITA! Saya bilang masuk. YA MASUK!" tekan Saga.
Anita menatap tajam Siren, sedangkan Siren dia hanya menatap Anita dan Saga dengan wajah yang sangat datar. Siren melengos pergi ke dalam rumah dan membanting pintu kamar dengan kasar. Dia segera merapikan semua pakaian dan barang-barang yang menurutnya penting. Siren sudah membulatkan tekad nya untuk keluar dari rumah ini, karena bagaimanapun dia juga tetap wanita rapuh, yang kapan saja bisa menangis saat melihat Saga dan Mamanya.
Setelah selesai merapikan semuanya, Siren turun dari kamar nya dan pergi begitu saja tanpa memperdulikan pertanyaan dari Saga, yang sedang berbicara dengan Anita.
"Siren mau kemana kamu?" Tanya Saga
Siren tak menjawab Dia hanya melirik Saga dan Mama nya itu, lalu melanjutkan langkah nya menuju garasi untuk mengambil mobilnya.
"Puas kamu hah PUAS ANITA! liat anak kamu yang selalu kamu bangga-bangga kan sekarang pergi ninggalin kamu, hanya karena keegoisan kamu."
"Aku gak peduli," ujar Anita lalu pergi masuk ke dalam kamar nya.
Saga berdecak lalu segera pergi menyusul Siren untuk menahannya agar tidak pergi dari rumah
"Siren, jangan pergi. Tetap di sini ya," pinta Saga seraya menahan tangan Siren yang ingin membuka pintu mobil.
"Kak Saga, tolong jaga Mama ya."
Siren melepaskan cekalan Saga pada tangannya, namun saat akan memasuki mobil tiba-tiba Saga menarik tubuh Siren kedalam pelukannya. Siren terperangah karena tiba-tiba Saga memeluknya begitu erat, dia tidak bisa membohongi perasaannya jika dia memang masih mencintai Saga.
"Balas pelukan aku Siren!" titah Saga
Siren hanya diam, tanpa sedikitpun membalas pelukan Saga. Sampai pada akhirnya Saga sendiri yang melepaskan pelukan itu.
"Udah kan kak? Aku pamit, permisi."
Siren menjalankan mobilnya pergi dari rumah yang selama ini menjadi tempat tinggal nya. Saga hanya menatap nanar mobil yang mulai menghilang dari pandangannya.
"Maaf Siren, suatu saat nanti kamu akan tau alasan kenapa aku menikahi Mama kamu."
*
Siren membanting kan diri ke kasur empuk miliknya, setelah merapikan semua barang-barang yang dia bawa dari rumah, dan sedikit membersihkan apartemen nya itu.
"Emang lebih baik gue hidup sendiri, dan mikirin diri sendiri daripada harus mikirin hal yang ngebuat gue stres muda," gumam Siren.
Siren tak melakukan apapun dia hanya diam menatap langit-langit kamar nya dan memikirkan diri dia yang akan hidup sendiri di apartemen ini, kalau di pikir-pikir hidup Siren malang sekali. Perceraian orang tua, punya pacar malah nikah sama Mama nya sendiri, dan sekarang dia malah di usir dari rumah nya sendiri juga.
"Ck ck, malang sekali nasib Lo Siren. Hidup gue penuh drama banget sumpah, ya Tuhan kenapa engkau memberikan takdir yang seperti ini. Huft gue bingung hubungan antara Mama dan Kak Saga itu sebenarnya apa? Kenapa tiba-tiba minta izin sama gue buat nikah tanpa menjelaskan alasannya," heran Siren
Kruk...
"Duh gara-gara gue mikirin nih masalah, sampe lupa gue belom makan sama sekali dari siang tadi."
"Hais, gue kan baru ke apartemen lagi, stok makanan pasti kosong mana sempat gue mikirin persediaan makanan. Yaudah deh kepaksa makan di luar," gerutu Siren pada dirinya
*
Kriet.
Saga membuka pintu kamar tidur dia dan Anita, terlihat Anita sedang berdiri memandang ke arah luar jendela. Saga menghela nafasnya, dia harus ekstra sabar menghadapi sikap antara Anita dan Siren.
"Anita," panggil Saga seraya memeluk tubuh Anita dari belakang.
Anita tersentak karena tiba-tiba Saga memeluk nya dari belakang.
"Kamu masih marah sama aku hmm?" tanya Saga lembut
"Mas, aku mau tanya sama kamu. Kamu nikah sama aku terpaksa kan?" bukannya menjawab pertanyaan Saga, justru Anita malah balik bertanya perihal pernikahan nya.
"Kamu ngomong apa sih, jangan bahas masalah itu lagi."
"Mas, aku tau kamu masih mencintai Siren. Aku juga tau gimana cinta nya Siren sama kamu, tapi maaf untuk kali ini aku mau egois mas," ucap Anita
Anita memeluk tubuh Saga dengan erat seolah-olah Saga akan pergi meninggalkan nya. Saga tidak menjawab apapun dia hanya diam dan membalas pelukan Anita, namun pertanyaannya dari Anita yang selanjutnya membuat Saga terkejut bukan main.
"Mas, kamu gak kangen aku?" tanya Anita seraya mengelus tangan kekar Saga.
"Hah?"
"Aku cuma nanya kok mas, kalo kamu belum siap gak papa," lanjut Anita
"Maaf Anita," ucap Saga, sebenarnya Saga paham apa yang dimaksud dengan ucapan Anita, namun dia memang belum siap.
Anita tidak menjawab dia hanya tersenyum dan pergi ke atas ranjang untuk tidur, namun pergerakan Anita terhenti ketika Saga berbicara mengenai Siren.
"Siren anak yang baik Anita. Dia juga mandiri, yang aku tau selama ini dia selalu berusaha sendiri untuk bisa mendapatkan apapun yang dia mau. Tapi tidak pernah sekalipun dia merepotkan orang di sekitarnya, mau itu aku sebagai kekasihnya ataupun kamu sebagai ibunya," jelas Saga
"Aku tau. Tapi untuk kali ini aku mau egois, aku juga butuh kebahagiaan mas."
BERSAMBUNG...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!