Manipulatif
Ada begitu banyak hal yang ku khawatirkan. Dan ini membuat ku tertekan. Aku merasa aku pernah mengalami ini dan jika terus saja seperti ini aku takut bahwa aku akan mati di tangan kembaran ku sendiri dan juga teman-temannya karena telah mengganggu orang yang mereka cintai.
"Non, kita sudah sampai rumah." Ucap mang Nurdin.
"Iya, mang. Makasih ya." Ucapku sambil tersenyum.
"Sama-sama, non."
Aku turun dari mobil dan melihat rumah yang sudah lama tak ku tempati.
Tidak ada siapa-siapa, ayah tak ada di rumah dan Gino pin tak ada di sini. Meski kami kembar tetapi kami tak dekat bahkan dia membenciku.
Awalnya ku pikir kenapa dia membenciku, padahal aku enggak ada salah apa-apa sama dia. Nyatanya aku memang mempunyai banyak salah padanya.
Dan semua itu berawal dari ayah kami sendiri. Dia menciptakan jarak antara kami sehingga samapi dewasa pun Gino menganggap ku sebagai saingannya buka saudaranya.
"Non, kenapa diem disini aja? Enggak masuk ke kamar, istirahat?" Tanya bik Zia.
Aku menyalaminya dan dia terkejut akan hal itu. Dan yah ku akui dulu aku tak beradab pada orang yang lebih tua dariku. Sehingga banyak orang yang menunggu kematian ku.
Ku kira itu bukan sekedar mimpi biasa tetapi gambaran tentang masa depan ku. Jadi, aku mau merubah yang harusnya ku rubah.
"Gimana kabar bibik?" Tanyaku sambil memeluknya.
Aku terkekeh karena merasa bahwa bik Zia bingung harus merespon bagaimana padaku.
Ya wajar saja sih karena kami sudah lama tak berinteraksi. Sejak lulus SD aku sudah di buang ke asrama oleh ayah.
"Kabar bibik, baik." Jawabnya kikuk.
Aku melepaskan pelukannya dan pamit ke kamar. Dan kamar ini sama sekali tak berubah ketika terkahir kali aku meninggalkannya.
Aku merebahkan tubuh ku. Jujur saja aku ingin segera pergi dari sini. Tetapi, aku tak bisa karena aku tak mungkin melawan ayahku.
"Mari kita hidup dengan damai seperti lerry."
Aku tertidur karena aku benar-benar merasa sangat lelah. Samar-samar aku mendengar suara pintu terbuka dan aku membuka mataku.
Di depanku ada Gino yang sedang menatap ku penuh dengan kebenciannya.
Apa aku harus balik menatap dengan kebencian? Oh, tentu saja tidak. Aku langsung berdiri dan memeluknya sangat erat dan aku putuskan aku akan berhubungan baik dengannya supaya tak ada alasan dia membunuh ku.
"Aku kangen banget sama, kakak." Ucapku lirih.
Gini hanya diam dan tak membalas pelukan ku. Aku memeluknya cukup lama hingga dia melepaskan pelukan ku secara paksa hingga aku terjatuh ke lantai.
Dia menatap ku dan aku berdiri sambil menatapnya balik.
"Jangan panggil gue kakak!" Sinisnya.
Diam-diam aku tersenyum samar. Rasanya aku ingin sekali tertawa tetapi aku tahan karena tak ingin di anggap meremehkannya.
Siapa juga yang mau menganggapnya kakak? Aku tak menganggapnya sama sekali. Disini aku hanya bertahan untuk hidup. Dan setelah berhasil lulus SMA maka aku akan kuliah di luar negeri supaya terbebas dari orang-orang yang menjengkelkan ini.
"Dan kenapa ayah mendaftarkan lo di sekolah yang sama sih? Pasti Lo yang minta ya?" ketusnya.
Aku menggeleng, "enggak kok."
Gini memandang jijik kearah ku, "enggak usah sok lembut deh. Jijik gue." Dia terlihat merinding mendengar suaraku.
Aku hanya diam dan terus menatapnya dan aku tahu dia tak nyaman dengan apa yang aku lakukan.
"Jangan sok polos, jangan sok kenal kalau di sekolah. Jadi, jauh-jauh dari gue!" Kesalnya.
Gini pergi dari kamar ku dan menutup pintu dengan suara yang menggelar.
"Kenapa dulu aku terlalu berharap dapat kasih sayang dari dia. Kalau ingat tentang hal itu bikin aku jijik sama diri sendiri."
Gino memacu sepeda motornya menuju markas geng Insta.
"Kenapa Lo?" Tanya Regan dengan tatapan heran.
Regan adalah ketua geng, wakilnya Gino. Sementara itu ada tiga orang anggota inti lainnya seperti Bian, Asen dan Morgan.
"Iya datang-datang muka masam kayak gitu? Ada masalah?" Tanya Bian sambil memberikan minum pada Gino.
Gino menerimanya dan langsung meneguknya, "Gina balik ke rumah dan dia satu sekolah sama gue." Jawab Gino.
"Gina? Kembaran Lo?" Tanya Morgan memastikan.
Gino hanya mengangguk. Dia merasa sangat malas membahas mengenai Gina. Tetapi, pikirannya kembali di saat Gina memeluknya dengan erat seolah-olah ia sangat merindukan Gino.
"Gimana dia? Cantik enggak?" Heboh Asen.
Pertanyaan itu langsung mendapatkan jitakkan dari Regan. Asen memegangi kepalanya yang berdenyut.
"Enggak usah mulai deh. Dia tuh adeknya Gino. Kalau Lo jadikan dia mangsa Lo selanjutnya bakalan abis Lo." Ancam Regan.
"Biarin aja sih. Kalau Lo mau PHP ke dia juga enggak papa. Rusak sekalian pun enggak papa." Santai Gino.
Semuanya terkejut. Mereka tahu bahwa hubungan Gino dan Gina tak baik. Tetapi, bukankah akan sangat aneh bila membiarkan saudaranya sendiri di rusak oleh sahayanya sendiri?
"Lo gila! Walaupun Lo benci sama dia, dia tetep adek Lo." Heran Bian.
"Hooh, kalau nama dia jelek kan otomatis nama Lo juga keseret bego!" Komen Regan.
Gono menatap teman-temannya dengan malas, "biarin aja sih. Gue enggak perduli." Ketus Gino.
Regan duduk di samping Gino dan menghela nafas panjang, "terserah deh. Mendingan kita bahas tentang balapan malam ini. Siapa yang mau maju?" Tanya Regan serius.
"Taruhannya apa?" Tanya Gino mode serius.
"Uang seratus juta dan motor." Jawab Bian santai.
"Gue aja yang maju." Ucap Gino.
Mereka berlima datang ke area balapan dan disini sudah sangat ramai dari berbagai geng.
Setelah pendaftaran dan sekarang adalah saatnya untuk balapan. Ada 5 orang yang balapan dan semuanya memiliki kemapuan yang tak dapat di remehkan.
Balapan di mulai dan Gino memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Saingan terberatnya adalah Tirta dari geng BlacBlack. Mereka berdua saling bersaing cukup sengit hingga akhirnya Gino memenangkan balapan.
"Curang tuh pasti." Sindir Rehan anggota geng Lipan.
"Enggak usah fitnah!" Tak terima Gino.
Suasana mulai tak kondusif sehingga baku hantam antar geng tak dapat terhindarkan.
Mereka saling serang secara berutal bahkan ada yang menggunakan senjata tajam.
"Orang lemah macam apa tuh yang pakai sejam!" Ejek Sean.
Orang-orang yang membawa senjata pun semakin naik pitam hingga secara bringas mereka mulai menyerang siapa saja yang mengganggunya.
Hingga suara sirine polisi membuat mereka panik dan pergi meninggalkan lokasi kejadian.
Mereka berusaha untuk membantu teman mereka yang terluka parah dan ada juga yang mengamankannya dirinya sendiri supaya terhindar dari polisi.
"Balik ke rumah masing-masing!" Tegas Regan.
"Woke bos." Setuju Gino, Sean, Bian dan Morgan.
Sejujurnya Gino malas untuk pulang tetapi karena ini sudah pukul tiga subuh maka ia pun memutuskan untuk pulang ke rumah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Rodiah Rodiah
lanjuut thoor💪🥰
2024-01-24
2
Author15🦋
Wolvey mampir nih thor
2024-01-04
1