Sekarang adalah waktunya pulang sekolah. Aku merapikan buku-buku dan memasukkannya ke dalam tas.
"Pulang sama siapa, Jino?" Tanyaku seramah mungkin.
Dan dia hanya sekilas melihat ku dan pergi begitu saja. Aku hanya bisa menghela napas panjang.
Ku rasa aku tak perlu terlalu dekat dengannya. Dan aku pun tak akan mengganggunya.
Ketika aku berjalan di koridor, tiba-tiba ada yang memegangi tanganku. Dan didepan ku kini ada seorang laki-laki sedang tersenyum manis.
"Lo inget gue enggak?" Tanyanya sambil tersenyum dan melepaskan genggaman tangannya.
Aku berpikir sejenak dan langsung pura-pura heboh padahal biasa saja.
"Kak Seto, kan ya?" Heboh ku sambil loncat-loncat beberapa kali.
Dia terlihat malu dan mengangguk, "gimana kabar mu?" Tanyanya.
"Baik dong." Jawab ku sambil mengacungkan jempol.
"Oh, iya gue denger Lo bakalan ikut olimpiade Biologi ya?" Tanyanya.
"Enggak. Aku ikut olimpiade matematika." Jawab ku.
Kak Seto manggut-manggut dan setelah itu memberikan bingkisan padaku.
"Selamat bergabung di SMA Meteorit." Ucapnya.
"Wahhhh, makasih banyak ya kak." Ucapku sambil menerima bingkisan tersebut.
"Kakak pamit duluan ya." Ucapnya sambil melambaikan tangan padaku.
Aku pun membalas dan berjalan menuju parkiran.
Dan di parkiran sudah ada Gino yang menunggu ku dengan tampang masamnya.
"Lo, adeknya Gino?" Tanya Sean tak percaya.
"Hehehe, iya." Aku cuma bisa nyengir.
Dimasa lalu Sean adalah cowok paling brengsek dalam kehidupan ku.
Kalau Regan adalah manusia yang ku suka tapi dia enggak suka aku wkwkwk.
Kalau Bian dia ganteng sih, tapi dia juga enggak suka aku. Jadi, dia enggak Jai ganteng di mataku.
"Itu apaan di tangan Lo?" Tanya Gino yang membuat Regan, Asen, Bidan dan Regan melihat barang yang ku bawa.
"Oh ini." Ucap ku sambil mengangkatnya, "bingkisan dari kak Seto, sebagai ucapan selamat datang di SMA Meteorit." Jawab ku penuh semangat.
Ya, kak Seto menyukai ku. Aku tahu itu tapi aku pura-pura tak tahu. Jahat sih, tapi mau bagaimana lagi. Aku enggak mau merusak takdir indah miliknya.
"Lo kenal sama dia?" Selidik Asen.
Aku mengangguk, "dulu pernah ikut lomba debat bahasa Inggris sih." Jawab ku.
"Oh." Ucap mereka ber oh ria.
"Oh iya kenalin gue Asen. Dia Regan, Bian dan ini Morgan." Ucap Asen mengenalkan diri dan teman-temannya.
"Gina." Ucapku.
"Katanya Lo ikut olimpiade Biologi ya?" Tanya Bian tiba-tiba.
"Bu Welti nawarin sih. Tapi, aku lebih minat ke matematika." Jawabku.
Morgan menatap kearah ku dan aku balik menatapnya dengan pura-pura terlihat bingung.
Padahal aku yakin dia enggak percaya sama yang aku omongin. Jujur saja kalau inget tentang Morgan buat aku merinding njir.
"Kenapa?" Tanyaku sambil memiringkan kepala ku.
Dia enggak jawab. Malah menghidupkan motornya dan diikuti oleh yang lainnya.
Mereka kadang suka ngomong kadang enggak. Bahkan mereka cuma tatapan aja mereka udah paham satu sama lain.
Kami pulang ke rumah masing-masing dan tentunya aku dan Gino pulang ke rumah yang sama.
Setelah sampai rumah aku langsung masuk kamar dan tidur. Kasur yang ku rindukan dan tak akan ku tinggalkan.
Sepulang sekolah Zeta dan Jihan pergi ke toko buku dan setelah itu kembali lagi ke rumah Zeta.
"Ta, Lo ngerasa enggak sih kalau si Gina tu aneh?" Tanya Jihan sambil rebahan di kasur Zeta.
Sejujurnya Zeta merasa terganggu dengan kedatangan Gina yang menurutnya akan mengalihkan pandangan anggota Insta.
"Aneh gimana?" Tanya Zeta pura-pura tak tahu.
"Ya, aneh aja. Gue rasa dia memiliki niat terselubung deh." Curiga Jihan.
"Mungkin aja sih. Tapi, untuk apa coba?" Tanya Zeta.
"Entahlah. Kata hati gue mengatakan bahwa kita harus waspada sama dia." Jawab Jihan sambil menerawang jauh.
Zita sudah memikirkan ini. Dia akan mengakrabkan dir dengan Gina sehingga ia akan lebih mudah untuk dekat dengan anggota Insta.
Regan menghela napas panjang. Di rumah ini terasa sangat pengap. Masalah orang tuanya membuatnya lelah.
"Regan, jangan buat ulah terus menerus!" Sentak sang ayah.
Regan hanya diam sambil memandangiku ayahnya yang kini sedang sibuk dengan berkas-berkasnya.
"Kau anak ayah. Jika, kau membuat ulah maka kau akan menghancurkan nama ayah." Jelasnya.
"Baik." Ucap Regan malas.
Pak Gilang adalah calon kandidat walikota dan pemilihan akan di adakan tahun depan.
"Pergilah." Usir pak Gilang.
Regan langsung pergi dari ruang kerja ayahnya. Dan dia berpapasan dengan ibu tirinya.
"Mau ke mana kamu?" Tanya Rena sinis.
Regan tak menanggapinya dan langsung pergi begitu saja. Ia pergi tak tentu arah dengan sepeda motornya.
Kemudian ia terhenti karena matanya melihat sosok yang tak asing untuknya.
"Gina?"
Regan mengherankan motornya di memperhitungkan Gina yang terlihat sedang kebingungan.
"Apa dia nyasar?" Heran Regan.
Walaupun sedang kebingungan namun Gina juga terlihat senang. Ia senyum-senyum sendiri di pinggir jalan karena melihat orang yang sedang berjualan mainan.
"Kayak bocil." Batin Regan.
Regan menghidupkan motornya dan pergi ke markas Insta. Di dalam sidan ada 4 orang lainnya.
"Ngapa Lo?" Tanya Bian yang sadar dengan perubahan raut wajah Regan.
"Perasaan setiap hari ada aja jadwal wajah muram di antara kita." Heran Asen.
"Gue habis di ceramahin sama ayah. Dan di jalan gue enggak sengaja lihat Gina yang lagi kebingungan terus dia malah seneng lagi karena lihat orang jualan mainan." Jelas Regan panjang lebar.
Gino yang mendengar itulah langsung merubah posisinya yang awalnya rebahan menjadi duduk.
"Ngapain dia beli mainan?" Heran Gino.
"Ya, mana gue tahu. Gue enggak tanya kok." Jawab Regan cuek.
"Ngomong-ngomong soal adek Lo. Gue minta nomornya dong." Pinta Asen.
Gino menyenggol Asen dengan kakinya sehingga Asen terjungkal ke lantai.
"Minta sendiri sana!" Kesal Gino.
Asen bangkit dan menunjukkan wajah tak sukanya pada Gino yang asal main senggol saja.
"Gue mau tanya tentang adek Lo juga. Gimana cara dia belajar?" Tanya Morgan diam-diam.
Mereka semua saling lirik dan Gino sendiri bingung harus menjelaskan bagaimana. Karena ia tak tahu bagaimana cara Gina belajar.
"Gue enggak tahu." Jujur Gino.
Morgan menghela napas berat, "gue akui kalau Gina bisa jadi ancaman buat gue. Karena gue udah cari info tentang dia. Dan dari dulu dia selalu memegang posisi pertama dalam segala pelajaran kecuali olahraga." Jelas Morgan panjang lebar.
"Wajar aja sih si Morgan anggap Gina saingan. Karena Gina memang enggak bisa di anggap remeh otaknya." Batin Bian.
Mereka semua tahu bahwa Morgan memiliki ibu yang selalu memaksanya untuk belajar dan belajar. Bahkan jika nilainya turun maka sang ibu akan melalukan kekerasan untuk memberikan Morgan pelajaran.
"Kalau kalian penasaran sama adek gue. Entar malam ke rumah gue. Kalian bisa tanyain dia sepuasnya." Jelas Gino.
"Wahhh, beneran loh?" Tanya Asen tak percaya.
"Iya, tapi jangan lupa bawa makanan. Gue rasa dia bakalan jawab pertanyaannya kalian kalau kalian bawa makanan." Jelas Gino.
"Oke." Ucap Asen dan Morgan bersamaan.
"Padahal makanan itu gue yang mau. Mau-mau aja kalian kena tipu." Tawa Gino dalam hati.
Regan sudah tahu bahwa ini hanyalah akal-akal dari Gino saja. Tetapi, tetap saja ketika ia datang ke rumah Gino maka ia pun akan membawa makanan untuk dirinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments