"Terima kasih banyak pak robert." Salam alan kepada pak robert sambil turun dari bis bersama 2 orang temanya.
Pak robert adalah supir bis jurusan middlemist ke hanley town. Di middlemist sekolah hanya ada sekolah dasar. Jadi untuk sekolah menengah harus ke kota terdekat. Dan kota terdekat dari middlemist adalah hanley town. Jarak dari middlemist ke hanley town lumayan jauh, ditempuh dengan bis menghabiskan 1 jam perjalanan dan yang lebih menyedihkan lagi dari semua itu adalah, hanya ada 4 kali perjalanan pulang pergi dalam satu hari.
Alan berjalan dengan lesu di depan gerbang sekolah. Terlihat guru pengawas mengawasi setiap siswa yang masuk ke sekolah satu persatu.
"Kenapa kamu seperti tidak ada semangat seperti itu lan?" tanya rea teman alan.
Rea... gadis cantik berambut pirang bermata biru. Dia adalah teman alan sedari kecil. Sebenarnya rea adalah anak pungut, dia ditemukan di pondok ladang seorang warga sewaktu masih bayi. hanya ada cincin bermata biru dan sepucuk surat bertuliskan *R**ea* bersamanya.
"Ahh... Aku kurang tidur. Lagipula ini hari senin. kenapa hari senin itu harus ada? akan kuhapus hari senin!" jawab alan sambil menghela nafas.
"Memang kamu punya penghapusnya lan? Kalau gitu nanti aku pinjam ya?" Kata ivan.
Ivan salah satu teman alan sedari kecil juga. Dia benar benar menjadi idola di sekolah karena wajah tampanya. Tapi begitu tau tentang kelemotan pikiranya, banyak cewek yang berpikir ulang untuk menjadi pacarnya. Seperti kata kebanyakan orang, pria humoris lebih menarik dari pada pria tampan.
"Ahh... Dasar... Mulai lagi ini lemotnya anak satu ini." Gumam rea.
Alan dan kedua temanya berbeda kelas. Jadi begitu masuk sekolah mereka berpencar menuju ke kelas masing masing. Alan sampai di kelas, terlihat kelas masih belum ramai. Siswa saling mengobrol satu sama lain, ada yang sibuk belajar, ada yang bermain game via handphone, ada juga yang masih menyalin pekerjaan rumah.
Bel pelajaran pun dimulai, para siswa mendengarkan pelajaran yang di berikan oleh guru, begitu juga alan yang tampak memperhatikan penjelasan guru. Tapi sebenarnya pikiranya terbang entah kemana. Memikirkan pertanyaan ayahnya kemarin.
Bel ganti pelajaran pun berdering. Guru sebelumnya keluar dari ruangan. Siswa mulai berisik, waktu pergantian pelajaran selalu siswa gunakan untuk mengobrol sejenak atau melanjutkan menyalin pekerjaan rumah yang belum selesai.
5 menit guru belum datang.
10 menit guru masih belum datang.
Ketua kelas pun langsung mengajak teman sebangkunya untuk pergi ke ruang guru. Memastikan apakah guru akan datang atau tidak.
"Jam kosong!" Teriak ketua sambil menari di depan pintu masuk.
"Hore...." Serentak seisi kelas teriak. Jam kosong merupakan hal terindah buat para siswa.
Seisi kelas pun langsung berubah ramai. Alan memilih pergi dari kelas seorang diri. Menyusuri koridor kelas berjalan ke ujung sekolah. Di ujung sekolah terdapat sebuah bangunan pondok dojo.
Di dojo inilah biasanya para atlet atlet bela diri perwakilan sekolah berlatih.
"Pagi master wilhem." Sapa alan pada pria paruh baya yang sedang duduk membersihkan busur panah.
"Ssstt... Jangan ganggu waktu ku dengan monica." ucap master wilhem pelan dengan jari telunjuk di depan mulutnya.
Alan hanya terperangah mengangkat sebelas alisnya. Monica adalah nama busur kesayangan master wilhem, begitulah master beladiri ini menyebutnya. Alan hanya duduk menunggu master wilhem menyelesaikan urusannya dengan monicanya.
"Jadi... Ada apa kamu datang pagi pagi? Bukanya kamu masih ada kelas?" Tanya master wilhem setelah mengembalikan monica ke lemari kaca.
"Ahhh... Saya sedang butuh saran master."
"Saran apa? Mungkin aku bisa membantu?"
"Saya bingung mau meneruskan ke universitas mana, jurusan apa yang akan saya ambil. Karena ini menyangkut masa depan saya, saya benar benar bingung."
"Ohh.... Begitu... Ikut aku..." Ajak master wilhem pada alan ke arah gelanggang di dalam dojo.
Alan menuruti master wilhem. Di dalam dojo master wilhem langsung mengambil 2 pasang busur dan anak panahnya dan 2 pasang pedang kayu. Alan hanya memiringkan kepalanya melihat dia di sodori pedang dan busur beserta anak panahnya.
"Kita lawan tanding, mana yang kamu pilih? mau bertanding dengan pedang? Atau bertanding memanah?" Tawar master wilhem.
Alan bingung dengan yang dilakukan master wilhem. Dia datang kesini meminta saran tapi malah di ajak latih tanding. Alan malah sempat berpikir, jangan jangan master wilhem ingin melampiaskan kemarahannya atas masalah pribadinya kepada alan.
"Kenapa diam? Ayo pilih!" Kata master wilhem.
Alan tentu memilih adu memanah. Dirinya adalah atlet memanah. Meskipun dia bisa menggunakan pedang, tapi di bandingkan master wilhem yang ahli dalam berpedang, bunuh diri tentunya kalau alan ingin melawan dengan pedang.
"Saya pilih memanah master."
Master wilhem tersenyum dengan pilihan alan. "Kalau begitu aku dulu yang mulai."
Siiuut... Jleb... Anak panah meluncur dan menusuk tepat di tengah tengah papan sasaran.
Satu
Dua
Tiga
Tiga anak panah menancap di tengah tengah papan tembak.
"Giliranmu... Pakailah ini semua!" Master wilhem menyerahkan hampir 20 anak panah pada alan.
Alan hanya tersenyum ketir pada master wilhem. Dia adalah atlet memanah andalan sekolah. Bagi dia untuk memanah tepat sasaran adalah hal mudah. Tidak perlu 20 anak panah, 3 anak panah cukup untuk menandingi pencapaian master wilhem pikir alan. Tapi alan menerima semua anak panahnya untuk menghormati master wilhem.
Alan menarik busurnya, membidik tengah sasaran di sebelah panah master wilhem.
Siiiuuttt.... jleb...
Anak panah menancap di lingkaran ke tiga dari dalam, alan langsung terperangah.
"Bagaimana bisa?" Selama ini dia selalu tepat sasaran dengan bidikanya.
"Coba lagi!"
Alan mencoba lagi. Bidikan kedua, ketiga, ke empat sampai anak panahnya habis tidak ada yang tepat tengah sasaran.
"Bagaimana?" Tanya master wilhem pada alan.
"Entahlah master... sSaya juga tidak tau. rasanya bidikan saya sudah tepat. Tapi semuanya melenceng."
Master wilhem tersenyum. "Duduklah sini..." Sambil duduk bersila di dojo.
Alan menurut pada master wilhem.
"Dengar... Pertama... Kenapa kamu memilih tanding memanah dengan ku?"
"Karena yang memiliki kemungkinan menang master."
"Bagus... Kenapa kamu bisa berpikir kamu bisa menang?"
"akarena saya adalah atlet pemanah master..."
"abenar... akamu adalah atlet memanah. Tapi kamu bisa menjadi atlet memanah karena kamu memiliki minat terhadap keahlian memanah. Kedua kenapa kamu tidak bisa mengenai sasaran dengan tepat?"
"Saya tidak tahu master. Saya sudah membidik ke sasaran dengan tepat. Tapi selalu saja tidak mengenai sasaran yang saya tuju."
akaster wilhem hanya tersenyum. "Dengar alan... Memanah tidak hanya mengandalkan ketajaman indera dan pikiran. Ketenangan perasaan justru yang utama. Itulah kenapa panahmu semuanya meleset."
"Baik master. Akan saya ingat saran master. Tapi apa hubunganya dengan pilihan yang akan aku ambil master?"
"Alan... Seperti tujuanmu. Kamu memilih busur dan panah karena kamu menilai kamu memiliki peluang dan minat. Begitu pula tujuanmu. kamu mesti memilih tujuanmu berdasarkan dirimu sendiri. Saranku pilihanmu haruslah memiliki unsur peluang dan minatmu."
"Baik master." Alan mengangguk.
"Lalu... Setelah kamu menentukan pilihan. mantapkan pilihanmu! Jangan pernah melakukan hal dengan setengah hati. Semua yang dikerjakan setengah setengah tidak akan berhasil dengan baik."
Alan merasa tercerahkan dengan petunjuk master wilhem. Serasa pikiran yang selama ini buntu sekarang mengalir dengan lancar.
"Terima kasih banyak master atas petunjuknya. Saya pamit kembali ke kelas."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 312 Episodes
Comments
R A C H A E L
saya baca "a" di awal kalimat itu sebenarnya anda mau bikin huruf kapital besar diawal terus kepencet a ya.
2022-02-04
2
arfan
601
2021-10-23
0
itqchi
arigatorkuusaimas
2020-12-31
1