Bayangan Di Balik Senyuman
Dengan penuh semangat dan wajah berseri-seri Haru memulai paginya, Ia berjalan ke arah jendela sambil merasakan hangatnya sinar matahari yang menyinari wajahnya. Setelah beberapa saat ia lalu berjalan dan berdiri di depan sebuah tembok seraya menatap sebuah foto.
Entah kenapa setiap kali melihat foto terseut membuat Haru menjadi lebih ceria, bahkan ketika ia sedang sedih ataupun kesal karena kegiatannya dalam menulis, meski sebenarnya tidak ada seorangpun menyuruh ia melakukan hal tersebut.
Sambil tersenyum Haru melangkahkan kaki menuju pintu rumahnya, di hari pertama tahun kedua ia bersekolah. hingga akhirnya ia menghentikan kakinya di sebuah rumah yang di cat dengan warna biru cerah, ia pun berteriak memanggil nama seseorang.
"Yuuki, Ayo kita berangkat sekolah bersama" teriak Haru dengan nada lembut.
Tak lama kemudian seorang laki-laki berambut emas keluar dari rumah tersebut. "Selamat pagi, Haru.. tidak biasanya kamu yang datang ke rumahku." ucap Yuuki sambil mengejek Haru. "biasanya aku yang pergi ke rumahmu dan itupun aku masih harus menunggu beberapa saat hingga kau bangun."
"Astaga, aku lupa mengatakan salam.. kalau begitu, selamat pagi Yuuki.. ayo kita berangkat sekolah bersama." Haru menatap dengan senyuman hangat di wajahnya.
"Selamat pagi juga, Haru." jawab Yuuki dengan sebuah senyuman.
Setelah mengatakan hal itu Yuuki mengulurkan tangannya, lalu mereka pergi berjalan menuju ke sekolah, karena hari itu mereka telah berada di kelas dua, maka entah kenapa mereka memutuskan untuk berjalan kaki menuju ke sekolah.
Kadang mereka berhenti sejenak seraya melihat bunga-bunga di tepi jalan untuk mengambil foto, hingga tanpa di sadari mereka telah sampai di gerbang sekolah, dan dengan langkah cepat mereka langsung menuju papan pengumuman untuk melihat pembagian kelas.
Namun seketika senyuman di wajah mereka berdua tiba-tiba tergantikan oleh perasaan kecewa, karena mereka menemukan fakta bahwa mereka berdua berada di kelas yang berbeda, meski begitu tidak satupun di antara mereka menunjukkannya.
"Sayang sekali ya kita gak sekelas." Haru berkata seraya membuat lelucon. "tapi kayaknya masih bisa ketemuan deh, kan bisa dibilang kelas kita sebelahan."
"Jangan lupa ya sewaktu istirahat mampir ke kelasku." ucap Yuuki seraya merangkul bahu temannya. "lagi pula kalau kita sekelas ntar siapa yang bakal jadi juara satunya, ya kan?"
"Cukup masuk akal juga sih." Haru berkata seraya tertawa dan memegang perutnya. "kalo alu lupa kau yang mampir ya."
"Waduh, aku baru ingat kalo Haru orangnya sedikit pelupa kan, maaf ya." Yuuki melepaskan tangannya dari pundak Haru lalu melambaikan tangan. "aku akan pergi membereskan kelas dulu, ciao."
"Ada ada saja—"
Sebelum Haru menyelesaikan perkataannya hujan turun dengan deras, ia pun segera berlari hingga ke koridor kelas lalu menghela nafas panjang.
"Mana gak bawa payung lagi, untung aja aku juara lari nasional gini aja mah gampang—"
Namun ketika berjalan tiba-tiba ia merasa lapar, namun ia juga tidak tahu letak kantin sekolah karena selama ini ia selalu membawa bekal dari rumah, ataupun pergi ke Cafe di dekat sekolah, sebab dalam fikirannya ia menilai bahwa makanan kantin terasa tidak enak bahkan jika di bandingkan dengan masakan buatannya.
Meski sebenarnya sudah hampir waktu untuk masuk kelas, tapi karena telah kelaparan ia pun memilih untuk pergi ke Cafe, hingga di tengah jalan ia hampir menabrak beberapa orang yang tampak tidak asing tapi juga tak ia kenali.
"Siapa mereka ya? Kayak pernah liat tapi di mana ya?." gumam Haru seraya melanjutkan langkah kakinya.
"Kau pasti murid di sekolah 'Starlight' ya?" tanya seorang di sana.
"Kalian siapa dah? Sok akrab—"
"Jadi Haru udah lupa ama kita ya? Padahal rumah kita juga deket dan hampir bisa di bilang tetanggaan loh." gerutu seorang gadis berambut hitam bergelombang. "ini aku Tsuki, dan mereka Joe, Davy juga Iri."
"Apa iya kita tetangga?" Haru menggaruk kepala seraya menatap kebinggungan. "apa itu sebabnya kaya pernah lihat."
"Kita di lupain ges, parah banget gak sih Haru." ucap Tsuki. "kapan-kapan kita ke bioskop atau ke pantai deh."
"Sampai jumpa nanti ya, Haru." ucap Tsuki seraya melambaikan tangannya. "Bye."
Karena hampir lupa untuk pergi ke Cafe akhirnya Haru melanjutkan langkahnya, ia pun lalu duduk di tempat yang dekat dengan jendela agar bisa dengan mudah melihat ke arah luar jika bel telah berbunyi.
"Boo." ucap seseorang yang tiba-tiba muncul di belakangnya.
"Apaan sih— kamu siapa?" Haru menatap dengan wajah datarnya. "bisa gak—"
"Namaku Sophie Karin Angelica, senang bertemu denganmu Haru." ucapnya dengan nada santai.
"Dari mana kau bisa tahu namaku? Jangan bilang selama ini kau telah—"
"Maaf tapi aku bukan penguntit karena namamu kan tertera di 'Name Tag' milikmu, hadeh." mendengar pernyataan itu membuat Sophie hanya bisa menghela nafas. "bahkan namaku juga tertulis."
"Begitu rupanya." Haru mengelus keningnya karena ia tampak tidak mengerti. "kok aku gak tahu ya? Apa gak sadar aja pas pake?"
"Kamu gak masuk kelas? Udah hampir mulai loh pelajarannya." ucap Sophie lalu duduk di kursi depan Haru.
"Gak, itu bukan—" seketika perkataan dari Haru terhenti, ia pun menatap dengan wajah datar. "bukannya lu juga itu bolos?"
"Emang bisa gitu ya?" Sophie tertawa sambil menggaruk kepalanya. "lagi pula ini masih hari pertama, gak usah terlalu khawatir juga sih."
'Dah lah, ngomong ama orang macam gini juga gak ada gunanya.' batin Haru. 'mending aku melihat buku menunya dulu deh.'
Ketika ingin memesan makanan Sophie berdiri seraya memukul meja dan membuat Haru menjadi kaget. "apaan dah? Kok kamu gitu?"
"Makanan ini apa ya?" Sophie memberikan buku menu sambil menunjukkan foto makanan.
"Waduh, aku juga gak tahu." ucap Haru tanpa mengubah posisi duduknya. "lagian di sana kan tertulis nama menunya, baca aja."
"Kalo gitu, kita pesan ini aja." ucap Sophie dengan percaya diri.
"Gak lah, gw mau pesan nasi goreng dengan—"
Namun sebelum Haru menyelesaikan perkataannya Sophie telah pergi membawa sebuah buku menu.
"Apa, dia mesan makanan buatku juga?" Haru segera berdiri dari tempat duduknya sambil mencari keberadaan dari Sophie. "cepet banget deh larinya, udah kayak ninja aja deh."
Tapi di sepanjang mata memandang Sophie sudah gak kelihatan, yang membuat Haru sedikit kesal juga panik, jika makanan pesanannya tidak sesuai dengan keinginannya ia pun menolak untuk membayar untuk alasan apapun.
Beberapa saat berlalu dan Haru memutuskan untuk kembali ke tempat duduk sambil melihat orang yang melewati Cafe tersebut, meski begitu fikirannya tetap kepada Sophie hingga membuatnya tidak bisa tenang, ia pun menghentakkan jarinya di atas meja dengan kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments