Bodyguard Cantik Kesayangan
"Pokoknya aku gak mau tinggal di sana!" seru seorang gadis cantik dengan melipat kedua tangan di depan dadanya, dan besungut kesal pada kedua orang tuanya.
"Keputusan Papa sudah bulat. Kamu harus menjalani hukuman dari Papa, tinggal dengan kakekmu di desa selama tiga bulan!" ujar seorang pria dewasa dengan tegasnya.
"Pa, tapi Serena bisa dihukum di sini saja," tutur wanita cantik dengan tatapan memohon pada suaminya yang sedang duduk di sebelahnya.
"Tidak bisa, Ma. Keputusan Papa tidak bisa diganggu gugat. Ini sudah kesekian kalinya Serena melakukan kesalahan yang sama. Jadi, hukuman kali ini harus benar-benar bisa menyadarkannya."
Ucapan tegas dari Tristan membuat Amora tidak bisa membantahnya. Dia berusaha merayu sang suami, agar mau meringankan hukuman untuk anak gadis mereka. Bahkan Serena pun mengiba pada sang papa, agar membatalkan hukuman tersebut, dan menggantinya dengan hukuman yang lain.
Namun, semua usaha ibu dan anak tersebut gagal. Tristan benar-benar tidak bisa dibujuk saat ini. Bahkan ketika sang istri merajuk pun, dia tetap dengan keputusannya.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
"Sudah sampai, Non."
Seketika Serena mengalihkan perhatiannya dari ponsel yang sedang dipegangnya. Dia menatap pemandangan yang ada di luar mobilnya.
"Sial! Kenapa aku harus berada di pedalaman seperti ini? Menyebalkan!"
Umpatan demi umpatan dikeluarkan dari bibir mungilnya, sebelum keluar dari dalam mobil mewah yang dikendarai oleh sopir keluarganya.
"Silahkan, Non," ucap seorang laki-laki paruh baya seraya membukakan pintu mobil untuk Serena.
Dengan malasnya gadis tersebut keluar dari mobil. Langkah kakinya terasa berat, sama seperti hatinya yang berat meninggalkan rumah, teman, dan hobinya.
"Cucu Kakek yang cantik sudah datang," sapa seorang pria baya yang sedang berjalan menghampiri gadis tersebut.
"Kakek!" seru Serena seraya berlari menghampiri sang kakek.
Serena dan sang kakek berpelukan erat, melepaskan kerinduan mereka. Wajar saja mereka rindu berat, karena keluarga Serena hanya setahun sekali berkunjung ke rumah sang kakek.
"Bagaimana perjalananmu ke tempat terpencil ini? Pasti sangat melelahkan, bukan?" tanya sang kakek seraya tersenyum memandang wajah cantik cucunya.
"Kakek," ucap Serena merajuk pada kakeknya.
Sang kakek tersenyum, dan mengusap punggung cucunya, berusaha untuk menenangkannya.
"Tenanglah Seren. Semua akan baik-baik saja. Di sini tidaklah seperti yang kamu bayangkan. Di sini orangnya ramah-ramah, dan Kakek jamin, kamu pasti betah tinggal di sini bersama dengan Kakek."
'Kakek sih enak ngomongnya. Coba kalau Kakek jadi Serena, pasti Kakek gak bakalan setenang ini,' batin Serena menanggapi penuturan dari sang kakek.
"Ini semua barang-barangnya sudah saya turunkan dari mobil, Non. Apa ada yang perlu saya lakukan sebelum saya kembali ke kota?" tanya sang sopir dengan sopan pada anak majikannya.
Serena melihat semua barang yang ada di dekatnya. Beberapa koper dan tas miliknya benar-benar dikeluarkan oleh sopir tersebut.
"Makan dulu, Mang. Setelah makan, barulah pulang," tutur si kakek pada sopir keluarga anaknya.
"Terima kasih, Kek. Saya makan nanti saja. Ada pekerjaan lain yang harus saya kerjakan setelah ini," ujar sopir tersebut, menolak permintaan kakek Serena.
Serena hanya diam, tanpa berkomentar apa pun. Dia memandang iba pada tas, serta koper miliknya yang menandakan bahwa dirinya benar-benar tinggal di tempat itu.
Setalah makan siang, sang kakek mengajak Serena berkeliling desa tersebut, untuk memperkenalkannya pada warga sekitar, serta menunjukkan pada sang cucu betapa indahnya dan tenangnya desa tersebut.
Hari-hari pun berlalu. Genap tiga minggu Serena tinggal di desa tersebut bersama dengan kakeknya. Tidak ada ponsel, game, dan balap mobil yang menemani hari-harinya. Semua fasilitasnya telah diambil oleh papanya, sehingga Serena merasakan hukuman kali ini begitu berat baginya.
Beruntunglah dia telah menemukan teman untuk mengisi hari-harinya. Benu, teman kecil Serena ketika berkunjung ke rumah kakeknya, kini bertemu kembali dengannya. Betapa beruntungnya Serena, karena teman masa kecilnya itu mempunyai hobi yang sama dengannya.
Kini, hari-harinya dihabiskan bersama Benu dengan bermain game di rumahnya. Rahmat, sang kakek senang melihat cucunya tidak lagi bersedih tinggal di desa tersebut. Bahkan cucu cantiknya itu, tidak lagi mengeluh dan merengek untuk pulang ke kota.
Namun, kebahagiaan Rahmat tidak berlangsung lama. Dia harus kembali pada sang pencipta, ketika Serena genap satu bulan tinggal bersamanya.
Rumah duka itu dipenuhi dengan para warga sekitar yang berduka cita atas kepergian kakek Serena. Banyak orang yang merasa kehilangan atas kepergiannya.
Begitu pula dengan keluarga Serena. Tristan merasa sangat bersalah, karena tidak menyempatkan waktu untuk bisa lebih sering mengunjungi ayahnya. Terlebih lagi saat sang ayah meninggal dunia. Dia sangat menyesal, karena tidak bisa berada di sisinya.
Amora pun merasa sedih dengan kepergian ayah mertuanya. Kesedihannya bertambah ketika mengingat jika anak kesayangannya harus tinggal sendiri di rumah tersebut, karena masa hukumannya belum berakhir.
"Pa, sebaiknya Serena kita ajak kembali ke kota saja," ucap Amora untuk membujuk suaminya.
"Tidak bisa, Ma. Masa hukuman Serena kurang dua bulan lagi," tukas Tristan dengan tegas, tanpa melihat wajah istrinya, berusaha menyembunyikan wajah sedihnya.
"Pa, dia sendirian di sini. Apa Papa tega meninggalkan Serena hidup sendirian tanpa siapa pun di rumah ini? Apa lagi Serena tidak bisa memasak. Dia juga Papa larang untuk membawa uang. Jadi, bagaimana dia bisa hidup?"
Tristan menatap wajah sang istri yang sedang memohon padanya. Tidak dipungkirinya, dia juga mencemaskan anak tunggal mereka yang masih sedang menjalankan hukuman darinya.
"Papa rasa ini saatnya dia untuk belajar bertanggung jawab pada dirinya sendiri, Ma. Untuk makan dam sebagainya, Papa yang mengurusnya. Mama tenang saja. Papa tidak akan menelantarkan anak semata wayang kita."
'Ck! Papa susah banget sih dibujuknya. Harusnya Mama gak boleh menyerah gitu aja. Ayo, Ma. Bujuk Papa. Rayu Papa supaya aku bisa pulang ke kota bersama dengan kalian,' batin Serena ketika mencuri dengar dari balik tembok percakapan kedua orang tuanya.
"Papa jangan terlalu kejam menghukum anak sendiri. Dia tidak hidup di kawasan militer. Apalagi Serena seorang gadis. Dia harus kita lindungi, Pa. Tidak seharusnya dia hidup sendiri di tempat yang jauh dari kita," ucap Amora seraya memegang tangan suaminya, mencoba kembali merayunya.
"Serena tidak selemah itu, Ma. Dia ahli bela diri, dan pastinya lebih jago daripada Papa. Apa Mama meragukan kemampuan anak gadis kita?" tanya Tristan sembari tersenyum bangga mengingat prestasi Serena yang sering memenangkan lomba beladiri.
"Mama sangat bangga pada Serena, Pa. Dia seorang perempuan, tapi sangat tangguh. Ternyata Mama telah melahirkan putri yang sangat hebat," ujar Amora dengan bangganya.
'Sial! Ini pertama kalinya aku menyesali keahlianku. Harusnya aku jadi gadis lemah saja, sehingga aku bisa ikut kembali ke kota bersama mereka.'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Fizzo & GN
Kakak boleh tahu nggak karya yang meledak itu kaya apa? Apa hancur lebur kaya kota Hiroshima dan Nagasaki? 🤣🤣🤣
2024-09-04
0
MPit Mpit MPit
mampirrrr akuhh
2023-12-08
1