"Apa maksud kalian rumah tua kosong yang besar itu?" tanya warga tersebut.
"Iya benar Pak. Kami tadi mencoba menolongnya. Tapi kami malah dihajar olehnya," sahut penculik satunya.
"Wah gawat. Ayo kita ke sana. Saya akan membawa semua warga untuk membantu kita," ajak pria paruh baya tersebut pada kedua penculik itu.
Salah satu dari penculik menarik tangan pria paruh baya tersebut, dan berkata,
"Kami harus segera melapor ke polisi dan juga harus segera ke rumah sakit untuk mengobati luka-luka kami."
Pria paruh baya tersebut memperhatikan kedua penculik itu dari atas hingga bawah. Kemudian dia mempersilahkannya karena melihat luka dan lebam yang sudah membiru pada wajah serta badan mereka.
"Ayo semua kita ke rumah tua yang kosong itu. Menurut laporan kedua orang tadi, ada perempuan yang akan dilecehkan di sana," ajak pria paruh baya tersebut, pada beberapa orang bapak-bapak yang sedang bermain catur di teras rumahnya.
Dengan segera mereka meninggalkan permainan catur mereka, dan bergegas menuju rumah tua yang sudah lama tidak berpenghuni itu.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
Di dalam bangunan rumah tua yang kosong itu, tepatnya pada ruangan penyekapan Revander. Gadis cantik dan pemuda tampan itu, masih saja saling menatap, dan saling bertanya seolah saling ingin mengenal satu sama lainnya.
"Sedang apa kalian?!"
Terdengar seruan seorang pria dari arah pintu ruangan tersebut.
Sontak saja Revander dan Serena yang masih dalam posisi saling melingkarkan tangan mereka pada leher satu sama lain, menoleh ke arah sumber suara tersebut.
Para warga yang ada di sana membelalakkan matanya melihat Serena yang dalam keadaan berantakan. Kaos dengan lengan yang sobek, rambut berantakan, dan wajah sedikit lebam, membuat mereka yakin jika gadis cantik tersebut, telah mengalami tindakan tidak senonoh dari pemuda tampan di dekatnya.
"Hentikan! Kamu mau bertindak tidak senonoh dengan perempuan ini?" tanya salah satu pria dari warga yang berada di sana.
Serena dan Revander saling menatap. Mereka tidak mengerti apa yang dituduhkan pria tersebut pada Revander.
"Sudah terbukti Pak. Bawa saja mereka ke balai desa. Kita nikahkan mereka di sana," sahut pria lainnya.
"Menikah?!" celetuk Revander dan Serena secara bersamaan.
"Benar! Nikahkan saja mereka!"
"Mereka sudah melanggar peraturan adat kita!"
"Kita bawa mereka sekarang juga!"
Para warga yang berada di sana bersahut-sahutan menyuarakan peraturan adat desa mereka.
Seorang pria paruh baya yang merupakan kepala desa tersebut mendekati mereka berdua.
"Sesuai dengan peraturan desa kami. Jika ada yang berbuat mesum sebelum menikah, maka mereka harus dinikahkan saat itu juga. Agar desa kami terhindar dari kesialan, maka kalian harus menikah sekarang juga," tutur pria paruh baya tersebut, pada mereka berdua yang masih mematung mendengar semua perkataan orang-orang di ruangan itu.
Seketika mata Revander dan Serena terbelalak. Mereka saling menoleh dan saling menatap, seolah tatapan mata mereka saling mengatakan, agar menyuruh mengklarifikasi tuduhan yang diberikan orang-orang itu pada mereka.
"Ayo cepat, bawa saja mereka!"
"Iya. Lebih baik kita bawa mereka sekarang, hari sudah sangat malam."
"Cepat kita bawa mereka ke balai desa!"
"Stop!" seru Serena sambil menatap mereka semua secara bergantian.
"Kami tidak melakukan apa pun. Dia korban penculikan, dan saya yang menolongnya," jelas Serena dengan tegas.
"Kamu pikir kami percaya? Lihatlah keadaanmu saat ini. Lagi pula kalian kami temukan dalam keadaan saling memeluk," sahut salah satu pria dari warga yang berada di sana.
Gadis cantik tersebut, mengernyitkan dahinya mendengar perkataan pria yang menuduh mereka. Kemudian dia berkata,
"Memeluk? Kapan kita berpelukan? Wah, Bapak ini memfitnah kami. Tau gak Pak, kami bisa melaporkan Bapak atas tuduhan--"
"Sudahlah, jangan banyak bicara. Lebih baik kalian ikut kami sekarang juga untuk menyelesaikan persoalan ini," tutur pria paruh baya yang ada di depan Revander dan Serena.
Dengan terpaksa mereka berdua pun digiring oleh para warga menuju balai desa yang ada di desa tersebut.
"Seren, kita harus bagaimana? Apa kita benar-benar harus menikah di sini, saat ini juga?" bisik Revander ketika berjalan di sebelah Serena.
Gadis pemberani itu, menoleh ke arahnya dan menatap kesal padanya. Kemudian dia berbalas bisik padanya,
"Kenapa kamu diam saja? Kamu kan laki-laki, harusnya berani menjelaskan pada mereka."
"Enggak ah. Aku takut dikeroyok," balas Revander berbisik di telinga Serena.
Seketika kedua tangan Serena mengepal mendengar ucapan Revander. Dalam hatinya dia mengutuk pemuda tampan yang telah diselamatkannya.
'Dasar cemen! Badan aja digedein, tapi nyalinya ciut! Kalau saja gak ada hukum, pasti sudah aku habisi nih bocah gede.'
...****************...
Kini, mereka sudah berada di balai desa. Pemuda tampan dan gadis cantik itu, duduk di depan kepala desa beserta beberapa orang yang dituakan di desa tersebut.
"Loh bukannya kamu cucunya Pak Rahmat?"
"Iya Pak, benar. Saya Serena, cucu Kakek Rahmat," jawab Serena dengan tegas.
"Pak Rahmat? Apa Pak Rahmat yang baru meninggal beberapa hari lalu?" tanya pria paruh baya yang ada di sebelah bapak kepala desa.
"Iya Pak, benar. Ternyata Kakek lumayan terkenal juga," jawab Serena sambil terkekeh.
"Pak Rahmat, kakek kamu itu orangnya sangat dermawan. Jadi, semua orang pasti mengenal dia. Hampir semua orang di desa ini sudah pernah dibantunya," sahut kepala desa seolah memamerkan kebaikan sang kakek pada cucunya.
"Benar, Pak. Kita harus membantu cucu dari Pak Rahmat. Kita tidak boleh membiarkan masalah ini. Anggap saja kita sebagai ganti Pak Rahmat untuk menjaga cucunya. Jadi sesuai peraturan adat, kita harus menikahkan mereka," ujar pria yang menjadi sesepuh desa tersebut. Kebetulan sekali pria tua itu merupakan sahabat dari Pak Rahmat, kakek Serena.
"Apa? Kenapa harus menikah sih Pak? Kami aja baru ketemu, baru kenal, malah langsung di nikahin. Gampang bener mau nikahin orang," sahut Serena dengan kesalnya.
Terdengar suara kasak kusuk yang menghujat Serena dan Revander dengan terang-terangan. Suara mereka bersahut-sahutan memprotes agar menikahkan mereka berdua saat itu juga.
Brak!
Bapak kepala desa tersebut menggebrak meja dengan sangat keras, sehingga membuat semua orang yang ada di dekatnya berjingkat kaget.
Sontak saja Revander kaget, dan menarik lengan Serena, seolah berlindung padanya. Begitu pula dengan bapak-bapak lainnya yang duduk di sekitar kepala desa tersebut.
Sedangkan warga yang lain seketika menutup mulutnya. Mereka tidak pernah melihat bapak kepala desa marah hingga menggebrak meja seperti sekarang ini.
Serena menarik tangannya dengan kasar dari tangan Revander. Dengan kesalnya dia menatap bapak kepala desa, dan berkata,
"Pak, kira-kira dong. Bapak gak lihat di sebelah Bapak ada orang tua. Kalau Kakek ini jantungan gimana?"
Bapak kepala desa menoleh ke arah sampingnya. Dia melihat sahabat kakek Rahmat sedang memegang dadanya.
"Maaf Pak, saya lupa jika ada Bapak di dekat saya," ucap bapak kepala desa dengan sangat menyesal.
Kakek tersebut tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Kemudian dia berkata,
"Silahkan dilanjutkan. Sebaiknya secepatnya diputuskan, karena malam sudah semakin larut."
"Sudah Pak, nikahkan saja mereka sekarang juga. Kita semua tidak mau jika desa ini menjadi sial karena tindakan mesum mereka," sahut salah satu warga yang ada di tempat itu.
"Benar!"
"Iya!"
"Nikahkan mereka!"
Warga kembali bersahut-sahutan menyuarakan keinginan mereka. Bapak kepala desa memandang secara bergantian Revander yang terlihat sedikit ketakutan, dan Serena yang terlihat sangat kesal.
"Sesuai dengan aturan desa ini, dan sesuai dengan suara terbanyak dari warga, kami meminta kalian berdua untuk menikah sekarang juga," ucap bapak kepala desa dengan tegas seolah tidak bisa dibantah.
Sontak saja Serena dan Revander membelalakkan matanya. Mereka berdua sama-sama tidak bisa menerima keputusan itu.
"Pak, apa tidak bisa jika kita berdamai saja?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments