Hening. Keadaan rumah kakek Serena menjadi sepi. Hanya terdengar suara jangkrik yang sudah familiar baginya. Serena menghela nafasnya, dan memperhatikan sekelilingnya.
"Sepi. Papa tega banget sih. Aku kesepian di sini sendirian," rengek Serena di tengah kesunyian malam.
Percuma saja dia merengek ataupun menangis, karena tidak ada seorang pun yang berada di dekatnya. Di dalam rumah tua yang bergaya klasik itu, gadis cantik nan tomboy tersebut, hanya ditemani sebuah televisi di ruang tengah.
"Aku bosan, dan kesepian. Apa yang harus aku lakukan," ucapnya seraya menghentak-hentakkan kedua kakinya, layaknya seorang bocah yang sedang merengek meminta sesuatu.
Tiba-tiba dia teringat akan kakeknya yang selalu mengatakan jika dia sangat bangga padanya. Bangga akan kecantikannya, kepintarannya, dan keberaniannya, sehingga sang kakek memintanya agar tetap tinggal di desa tersebut, untuk mengajari anak-anak desa menjadi lebih maju.
"Cuma Kakek yang menyayangiku. Cuma Kakek yang selalu mengerti aku. Kakek, Serena kangen," gumamnya disertai tetesan air mata kerinduannya pada sang kakek.
"Serena! S-e-r-e-n-a!!!"
Terdengar seruan dari luar rumah tersebut memangil nama si penghuni rumah tersebut.
Seketika mata Serena membelalak, dan tersirat cahaya kesenangan di matanya. Bibirnya melengkung ke atas mendengar suara seorang laki-laki yang tidak asing di telinganya.
Sontak saja dia melompat dari tempat duduknya, dan berlari kecil menuju pintu, seraya berseru,
"Benu!"
"Apaan sih Ser, teriak-teriak? Kuping Benu masih normal," ujar Benu dengan santainya, ketika pintu tersebut sudah terbuka.
Senyum Serena musnah. Bahkan wajahnya yang sumringah, kini terlihat kesal mendengar ucapan dari teman satu-satunya di desa tersebut.
"Masih untung aku sambut kamu dengan teriakan kegembiraan, daripada aku sambit pakai golok, pilih yang mana?" tukas Serena sembari berkacak pinggang.
"Hiiii sereeeem," ucap Benu bergidik ngeri.
Plak!
Sebuah sandal berwarna baby pink, telah mendarat dengan indahnya pada bibir Benu, hingga membuat sang pelempar yang juga merupakan pemilik dari sandal tersebut, bersorak kegirangan.
"Yes! Tepat sasaran!"
"Serena!!!" teriak Benu seolah menggetarkan seisi jagat raya.
Plak!
Sebuah pasangan dari sandal yang sama, kembali mendarat di bibir Benu. Sandal bagian kanan milik Serena, kini telah bertemu pasangannya kembali. Mereka sama-sama tergeletak di lantai, tepat sebelah kaki Benu.
Hidung Benu kembang kempis menahan amarahnya. Dia menatap pada gadis yang sedang menertawakan dirinya. Tawa gadis itu membuat Benu semakin kesal dan marah, sehingga dia tidak bisa lagi menahannya.
"Se-re-na!!!"
Seketika Serena berlari keluar dari rumah tersebut. Dia tertawa riang, karena merasa puas bisa menjahili seorang Benu yang selalu kalah darinya.
"Serena! Sini! Jika kamu tidak menyerahkan telingamu untuk aku jewer, jangan harap kamu bisa ikut aku ke rumah sekarang!" seru Benu dengan bangganya, sambil berkacak pinggang di depan pintu.
"Ke rumah? Maksudnya ke rumahmu?" tanya Serena seolah tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
Benu menganggukkan kepalanya, dan tertawa penuh kemenangan. Kemudian dia berkata,
"Ibu menyuruhku memanggilmu untuk makan bersama kami. Sayangnya itu tidak mungkin, karena--"
Secepat kilat Serena bergerak cepat menghampiri Benu. Dia mendekatkan telinganya, seraya berkata,
"Ini, silahkan jewer sepuasnya."
Seketika bibir Benu melengkung ke atas. Dia merasa jika kali ini bisa mengalahkan sahabat tomboy nya itu.
Namun, ketika tangannya akan menyentuh telinga gadis cantik tersebut, tiba-tiba Benu teringat sesuatu. Tangannya berhenti tepat di dekat telinga Serena, dan bertanya padanya.
"Apa kamu benar-benar menyerah?"
Dengan cepatnya Serena menganggukkan kepalanya, dan semakin mendekatkan telinganya pada Benu, seraya berkata,
"Ikhlas. Cepat lakukan. Jangan mengulur-ulur waktu. Aku sudah lapar."
"Kamu gak akan balas dendam, kan?" tanya Benu ragu-ragu.
Pertanyaan Benu membuatnya tertawa. Tanpa sadar, tangan Serena memukul-mukul lengan Benu seiring tawanya.
"Ra, sakit!" seru Benu seraya meringis, menahan rasa sakit.
Namun, seruan Benu hanya sia-sia belaka. Serena masih saja memukulnya. Bahkan tawa gadis itu pun masih menggema di telinganya.
"Kenapa? Kamu takut ya, jika aku membalas dendam?" tanya Serena di sela tawanya.
Merasa semakin kesakitan menerima pukulan di lengannya, dengan cepatnya Benu berjongkok, agar bisa lepas dari pukulan sahabatnya. Hanya cara itulah yang bisa menyelamatkannya, karena sudah bisa dipastikan jika Serena tidak akan pernah melepaskan tawanannya.
Seketika tawa Serena lenyap. Dia memandang heran pada sahabatnya, dan berkata,
"Ngapain kamu ngejogrok di situ?"
Benu menatap kesal pada sahabat cantiknya yang sama sekali tidak merasa bersalah padanya. Dengan kesalnya dia berkata,
"Belum balas dendam saja, badanku sudah kamu buat remuk. Apalagi nanti kalau kamu niat balas dendam? Bisa-bisa jadi almarhum aku nanti."
"Gak usah bacot deh. Ayo cepat bangun. Kasihan ibumu sudah nungguin kita dari tadi," ujar Serena sembari menarik tangan Benu, berusaha menolongnya untuk segera berdiri.
Dengan malasnya Benu berjalan bersama dengan Serena. Dia mengomel seiring dengan langkah kakinya.
"Ck! Bilang saja jika kamu sudah sangat lapar, dan tidak sabar menikmati makanan ternikmat di dunia."
Serena hanya tersenyum lebar menanggapi omelan Benu, tapi dalam hati dia menggerutu.
'Ya jelas dong terenak, gak bayar alias gratis.'
Gadis cantik nan tomboy itu, menarik tangan Benu dengan sangat kuat, sehingga Benu terseret mengikuti langkah kaki sahabatnya.
Sesampainya di rumah Benu, semua makanan sudah terhidang di atas meja makan. Memang makanan sederhana, tapi gadis cantik itu menyukainya. Bahkan dia sangat lahap memakannya.
Setiap hari Serena selalu makan di rumah Benu. Bukan karena tanpa sebab, ibu Benu telah diberikan amanat oleh papa Serena untuk mengurus makanan sang putri tercinta. Tristan telah memberikan sejumlah uang dengan jumlah yang besar pada ibu Benu, karena Serena benar-benar tidak diberikan uang untuk hidup di sana.
"Ser, main PS yuk!" ujar Benu sembari menarik tangan sahabatnya.
"Ben, bisa gak manggilnya jangan Ser? Panggil aja nama lengkap, Serena. Lebih bagus, kan?" tukas Serena sambil berjalan menuju tempat rental PS di sebelah rumah Benu.
"Kenapa?" tanya Benu heran.
"Aku gak suka. Kayak digoyang aja, ser-ser," ujar Serena sambil mencebik kesal.
Seketika Benu menghentikan langkahnya. Dia tertawa terbahak-bahak mendengar kekesalan sahabatnya.
"Yes, menang!" seru Serena layaknya sedang melakukan selebrasi kemenangan setelah mengalahkan Benu pada permainan yang mereka mainkan.
Benu menatap kesal pada sahabatnya yang kini menjadi lawan permainannya. Dia meletakkan stik PS nya dengan kasar, seraya berkata,
"Ck! Bisa gak sih kamu kalah sekali saja, Ser?"
"No way! Gak akan! Serena akan tetap jadi Serena sang pemenang sejati. Lihat saja, namaku akan selalu tertera sebagai pemenang!" ujar Serena dengan bangganya.
"Sana pulang! Aku akan main sendiri tanpa lawan," ucap Benu dengan kesalnya mengusir sahabatnya.
"Sudahlah, kalian berdua jangan bertengkar terus. Serena, ini buatmu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments