Bab 4 Sakit Berbalut Nikmat
"Pelakor!"
Sebuah umpatan dan tamparan keras mengenai wajahku. Tetap tenang dengan mengelus pipiku, tak kuhiraukan beberapa wanita seusia dua puluhan tahun yang mengumpatiku. Berjalan memutar dengan cepat masuk ke kabin pengemudi.
Tak peduli lagi orang-orang mengejar mobil dengan sumpah serapahnya.
Manusia sekarang lebih suka dicekoki dengan keburukan dari pada kebaikan. Satu kalimat saja bisa mengubah pandangan seluruh dunia. Lebih kejam dari hukum pancung di negara yang menjalankan hudud qishos.
Pengguna media sosial yang tak kasat mata menghukum dengan membunuh perlahan. Menyiksa mentalnya, jiwa terkoyak dan akhirnya mati sia-sia. Hidup segan mati pun belum saatnya.
Aku tak mau seperti itu. Bukan aku yang harus mereka hujat. Mereka tak tahu kebenarannya. Mungkin juga mereka tak akan pernah percaya jika kebenaran itu terungkap nantinya.
"Mbak? Kenapa pipi kamu?" tanya Viorie saat mengeluarkan Nilam dari mobil yang tertidur saat perjalanan tadi.
"Nggak apa, Vi ... Aidam ke sini lagi?"
Tak kusangka tamparan itu meninggalkan bekas di wajahku. Memang terasa kebas dan panas. Tak sebanding dengan perih di hatiku.
Tak mau Viorie khawatir, aku mengalihkan bertanya tentang suamiku. Dia masih terus membujuk dan meminta maaf. Tiga hari, berulang kali mungkin terhitung ratusan kali, tak pernah kudengarkan. Hanya seperti angin lalu yang menguap ketika dia selesai mengatakannya.
"Sayang? Siapa yang melakukan ini padamu?"
Belum sempat aku melangkah pada anak tangga pertama menuju kamar. Aidam menghadang dengan mengangkat daguku.
Aku tetap bergeming, tak meresponnya. Menerabas tubuhnya menaiki tangga di celah yang ada.
"Gaurika!" panggilnya menarik lenganku.
Hanya menoleh dan menatapnya sekilas. Lalu melangkah lagi hingga masuk ke kamar. Aidam menyusul dengan mengunci pintu. Mendekap dari belakang, menyadarkan kepalanya di bahu kananku.
"Aku tersiksa dengan sikapmu yang seperti ini, Sayaaang. Maafkan aku. Kembalilah ceria seperti pertama kali aku mengenalmu." bisiknya lembut, hembusan nafas terasa hangat di ceruk leherku.
Tubuhku membeku dan meremang seluruh bulu roma ini. Perasaan yang sama seperti pertama kali dia menyentuhku tiga hari lalu. Di hari aku kehilangan keperawanan sekaligus kedua orang tua.
Sakit yang kurasa tak sebanding dengan nikmat yang secuil. Kulepaskan kaitan tangannya di perut. Dia menahannya, lebih mengeratkan dekapan.
"Katakan apa yang harus kumaafkan darimu, Aidam?"
Pertanyaanku berhasil membuat pelukannya merenggang. Kugunakan untuk menjauh darinya. Aidam terdiam beberapa detik, wajahnya tampak berpikir, terlihat banyak kerutan di keningnya.
"Semuanya yang membuat kamu memperlakukanku seperti ini, Gauri." ucapnya kemudian menyentuh sudut bibirku, "sakit? Boleh aku mengoles salep untukmu?"
Pria beda usia tiga tahun denganku itu masuk ke kamar mandi. Mengambil kotak P3K dari sana, lalu menuntunku duduk di tepi ranjang. Membuat tubuhku menghadap padanya.
"Tahan sebentar, ya? Perih sedikit, hm?"
Dia mulai melakukan apa yang ditawarkan padaku. Tak ada penolakan, aku tetap mematung dan membisu. Tapi otakku berisik beradu argumen.
Kupandangi wajahnya yang tak berubah. Dia tetap pria yang pernah singgah di hatiku sembilan tahun lalu. Pemacu semangatku menyelesaikan kuliah hingga cumlaude. Seorang yang berhasil menggetarkan hatiku. Bisa dibilang hingga kini wajah ini masih merasakan letupan kecil di sudut hatiku.
Bodohnya aku yang masih menginginkannya bahkan langsung menyetujui lamarannya. Aku tahu dan sempat hancur dengan kabar pernikahannya lima tahun lalu.
"Sayang ... aku tahu ini berat untukmu. Aku tahu ini tak adil untukmu. Jadi ...."
Dia mengusap pipiku lembut. Wajahnya mulai mendekat. Aku hanya memandang lekat ukiran indah yang semakin tak berjarak. Hembusan aroma mint menyejukkan indera penciumanku. Mataku mulai terpejam saat benda kenyal miliknya menyentuh milikku.
Sapuan lembut, sangat lembut memberi sensasi luar biasa untukku. Nalar dan logika tak sejalan.
Hatiku menangis mengingat kebohongan statusnya. Tubuhku merespon sebaliknya. Aku menikmati dan membalas perlakuan manisnya.
Hisapan lembut berubah lumatan kecil. Semakin dalam ketika tangannya menyusup di tengkukku. Satu tangan yang lain mengusap punggungku turun hingga pinggang.
Tanganku pun tak tinggal diam. Mencengkeram kuat di kemejanya. Nafasku mulai memburu dengan kecapan uang menggebu.
Tubuhnya mulai mendorongku hingga berbaring. Perlahan tapi pasti dia naik ke atasku. Melepaskan tautan bibir dan beralih turun ke leher.
Nafasku terengah dengan mata terbuka, warasku kembali. Aku mendorongnya kuat hingga Aidam hampir terjungkal.
"Jangan pernah datang lagi ke rumah ini, Aidam! Pergi!" lirihku dengan sorot mata tajam menatapnya.
Dia menggeleng dan hendak meraih tanganku. Cepat aku tepis kasar dan berdiri menghindar.
"Sayang ... maaf! Maafkan aku!"
"Aku akan memaafkanmu, Aidam."
Kulihat wajahnya berubah semringah dan tersenyum manis. Mengayunkan kaki kirinya hendak mendekat.
"Syaratnya, jangan pernah datang lagi ke rumah ini! Jangan temui aku lagi! Cukup! Aku tak akan menuntut kewajiban lahir batin darimu, Aidam!" lanjutku membuat raut itu berubah muram lagi.
"Bagaimana bisa seorang istri keluar dari rumah suaminya tanpa ijin? Kamu tahu hukumnya apa?" tanyanya dengan mengangkat satu alis.
"Ya, aku sangat tahu itu. Dan kamu tak perlu mengajariku. Sudah kukatakan, aku ikhlas dengan semua ini. Aku hanya memberi ruang untukmu agar kamu bisa adil pada istrimu yang lain juga."
Aku bicara sambil melepaskan hoodie dan melemparkannya ke keranjang pakaian kotor. Dia mengikuti arahku melangkah. Tepat di depan pintu kamar mandi aku berdiri berhadapan dengannya.
"Katakan pada media dan adillah pada dua istrimu! Itu kewajiban dan tanggung jawabmu. Usahakan jangan sampai menyakiti salah satu dari keduanya. Pergilah, selesaikan semua dan baru kembali kemari!" tegasku masuk dan mengurung diri di dalam bath tube.
Tangisanku pecah teredam air shower yang mengguyur seluruh tubuh beserta pakaianku.
Hatiku terluka, sungguh sakit. Sangat sangat sakit. Tapi aku menikmati ciuman dan perlakuan manisnya padaku. Tapi ...
Dulu, aku sadar tak akan bisa memilikinya. Aku memangkas habis ranting yang tumbuh dari benih rasa untuknya. Kutimbun dengan kesibukan tugas agar cepat menyemai rasa yang sama dengannya.
Sikap dinginnya saat memberi materi di kelas. Acuh pada setiap pujian yang datang dari mahasiswi bimbingannya. Tegas dan selalu menundukkan pandangan pada wanita yang mengaguminya.
Perangainya itulah yang membuatku memilih memantaskan diri. Mengubur benih cinta yang ditabur kekaguman dalam hatiku.
Semuanya hancur ketika aku telah berhasil mendapatkan yang terbaik. Pernikahannya dengan seorang selebritas memporak porandakan ladang hati ini. Tak lama aku bangkit dan mampu berdiri kokoh lagi.
Aidam Ishwar Sura, nama yang telah ku-black list sepenuhnya menghubungi kembali. Dengan pesona dan status yang berbeda.
Entah aku yang tak memperhatikan atau terlanjur buta akan rasa. Dia menjelma menjadi benih luka yang lama terkubur. Kecambah kebahagiaan seolah memberi tunas impian yang baru. Menggiurkan dan mengalihkan logika untuk menerimanya.
Kubuka mata dan memandang pantulan diriku sendiri di cermin.
Pelakor!
Gaurika Yada putri dari almarhum Abyasa Radeva, pengusaha properti nomer satu di Indonesia rela menjadi istri kedua dari Aidam Ishwar Sura ...
"Rela? Heh?" gumamku tersenyum sinis mengingat pembaca berita gosip di kedai es krim tadi.
"Bunda mendapat telpon dari orang tak dikenal, aku lacak nomornya udah nggak aktif. Nggak tahu apa yang dikatakan. Bunda langsung pingsan. Ayah telpon dokter Erik dan katanya sudah tak tertolong. Bunda dalam keadaan lelah selama sebulan ini. Dipaksakan dan mendapat berita mengejutkan."
Keterangan panjang dari Adnan dan Aifaz menyadarkan lamunanku.
Artinya ada yang sengaja membuat Bunda celaka. Aku harus mencarinya sendiri!
Gaurika ... kuatlah dan bertahanlah di sisi Aidam seperti yang mereka sangkakan. Pelakor, duri dalam pernikahan, perempuan egois, dan semua yang disematkan untukmu itu jadikanlah sebagai bahan bakar!
...***...
^^^Bersambung ....^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Noviyanti
terus semangat, bunga hadir
2024-01-05
1
Tati st🍒🍒🍒
masih bingung mungkin kah istri pertama merencanakan sesuatu,tapi untuk apa dan apa alasanya🤔
2023-12-18
2