Bab 3 Terendus Media

Bab 3 Terendus Media

Tak ada air mata lagi selepas tanah basah bertabur bunga menutup dua orang tersayangku. Menatap kosong pada nisan bertuliskan Abyasa Radeva dan Adhira Laksman. Pasangan sehidup semati yang berhasil menjadikanku setegar ini.

Aisha dan Viorie merangkulku agar beranjak dari sana. Mengajakku pulang, tapi aku masih ingin ada di tempat ini.

"Pergilah, biarkan aku di sini dulu." kataku lirih tanpa mengalihkan pandangan sedikit pun dari foto yang bersandar di atas gundukan.

Aidam berpindah di sebelahku berjongkok, memelukku dari samping. Sedikit meremas bahuku, mungkin agar aku lebih kuat.

Semuanya telah tertulis jauh sebelum aku dilahirkan. Tak ada pilihan lain kecuali ikhlas dan terus berjalan meski aku tak tahu tujuan lagi.

"Pak, Nona Yosi ada di sini." Bisikan asisten pribadi Aidam terdengar di telingaku.

'Apa yang dicari wanita itu di sini?' Batinku geram.

Tak bisa dipungkiri, hatiku sudah mati rasa karena terluka berkali-kali. Sekarang, aku tak akan melawan lagi. Biarlah takdir yang akan membawaku pada keridlaan Tuhanku. Menyerah, tak ada lagi rasa yang tersisa. Mungkin ladang bernama cinta di hatiku telah tandus dan mengering.

Setelah menghembuskan nafas panjang, aku coba berdiri. Mengabaikan setiap berisik yang mengganggu warasku. Aidam memapahku dengan membenahi kerudung yang menutup kepalaku. Baru beberapa langkah, sepasang heels hitam menghadangku.

Kaki jenjang nan mulus berbalut dress hitam membalut tubuh seksi berdiri di depanku. Dia lepaskan kacamata hitam yang bertengger di hidungnya. Dua mata bersoftlens hazzle berembun menatapku sendu. Satu langkah kakinya mendekat.

Meraih punggung tangan kanan Aidam dan menciumnya. Sedetik kemudian memelukku dengan terisak.

"Sabar, ya Mbak ... Ayah dan Bunda sudah tenang di sisiNya. Semoga chusnul khotimah dan ditempatkan di tempat terbaik di surga." bisiknya sesenggukan.

Dadaku sudah bergemuruh ingin sekali meluapkan padanya. Warasku lebih mendominasi dan meredam semuanya tak terjadi. Hanya anggukan kecil yang kuberikan. Tak ada gunanya melampiaskan dan memupuk kebencian di hati. Membuang energi, bisa cepat mati!

Akan kupikirkan matang-matang apa motif Aidam dan perempuan yang kutahu bernama Yosita Ashari ini menghancurkan keluargaku. Tak bisa gegabah dan harus bermain cantik. Tetap menjadi Gaurika yang mereka pikir lemah dan tak berdaya.

"Kenapa kamu bisa ada di sini, Yos? Sudah kubilang--"

"Mas ... aku juga sedih kehilangan orang tua. Bahkan aku tak pernah merasakan memilikinya sejak lahir. Apakah ini salah?"

Perdebatan kecil mereka bisa kudengar tapi memilih mengabaikannya. Aidam pasti merasa tak enak hati dengan hadirnya Yosita di antara kesedihanku. Sedangkan artis terkenal yang sedang naik daun beberapa bulan terakhir ini ingin menunjukkan eksistensinya.

Aku tak peduli dengan ekspresi wajah keduanya. Hanya menunduk dengan menahan kemelut di dada. Sekuat tenaga aku mengatur nafas dan memejamkan mata.

"Mari mampir ke rumah, Mbak!" tawarku dengan melangkah mendahului.

"Kembalilah saja, Yos! Reputasimu dipertaruhkan di sini. Banyak media yang akan meliputmu nanti. Pulanglah dulu, kita bicarakan lagi setelah semua mereda. Bukan sekarang." sahut Aidam merangkulku, mengabaikan wanita yang juga istrinya berdiri di tengah pemakaman.

Perempuan yang lebih muda dariku itu mundur. Memberiku jalan dan diam di tempatnya sampai aku duduk di mobil. Aidam tetap di sampingku. Lengannya masih betah melingkar di bahuku. Hingga Pak Juki melajukan mobil sampai halaman rumah yang masih terpasang tenda tamu, aku sudah tak melihat istri Aidam itu lagi.

"Lepaskan Mbak Gauri! Ucapkan talak untuknya, AIDAAAM!"

Aifaz menghempaskan tubuh Aidam dengan bogeman keras di perut pria yang masih resmi menjadi suamiku. Dia membungkuk memegang perutnya. Menatap adik lelaki pertamaku dengan bertanya-tanya.

"Arsyad! Arkaan! Apa ini? Dia kakak ipar kalian! Bicarakan baik-baik, jangan seperti ini!" bentakku tegas pada dua adikku yang memegang dua lengan Aidam. Siap menghajarnya lagi.

Keduanya melepaskan Aidam bersamaku. Memapahnya sendirian masuk ke dalam. Tak ada yang berani melawan ucapanku.

Di rumah ini hanya ucapan Ayah dan akulah yang mereka dengarkan. Karena memang Bunda tak pernah memerintah atau memaksa kami selama ini.

Menghindari tatapan orang-orang yang sudah berkasak-kusuk sedari tadi. Semua adik dan iparku mengikuti hingga ke ruang keluarga. Aku memerintahkan kepala ART untuk menyampaikan pada pelayat agar pulang saja. Mendoakan dari rumah masing-masing dan aku akan menutup akses bertamu mulai sekarang.

"Katakan apa yang membuat kalian memukul suamiku? Apa yang membuat kalian marah padanya?" tanyaku menatap mereka satu per satu.

"Apa kamu belum tahu, Mbak? Aidam menjadikanmu yang kedua! Kamu istri keduanya, Mbak!" ucap Aifaz meninggi pada Aidam tapi menatap sendu ke arahku.

"Dan kalian nggak rela Mbakmu ini mendapatkan seorang suami seperti dia?" kataku melirik sekilas pada lelaki yang masih meringis memegang perutnya.

"Ndra, tolong ambilkan air es dan handuk kering, juga kotak P3K. Bawa ke kamar!" titahku pada istri Arsyad, Diandra namanya.

"Ayo istirahat ke kamar, dulu!"

Aku menuntun Aidam, sedikit tertatih menuju kamar. Sebelumnya telah kuberi isyarat pada mereka agar menungguku. Mendahulukan keadaan suamiku baik-baik saja sebelum membicarakan apa yang terjadi. Akan lebih leluasa jika Aidam tak di sampingku sekarang.

"Aifaz, pindahlah ke Surabaya. Handle perusahaan Papa di sana. Bawa Viorie dan anak-anakmu semuanya ke sana!"

Ide pertamaku muncul ketika mengompres memar dan mengobati lebam di wajah Aidam tadi.

Aku dan Arkaan akan menggantikan Papa mengurus semua perusahaan di Jakarta. Aifaz di Surabaya, Arsyad di Medan dan Adnan tetap di tempatnya selama ini, di Semarang. Dengan begitu, aku akan tahu apa maksud dan tujuan keluarga Sadana merencanakan perjodohanku dengan Aidam.

Sementara itu aku tetap akan bertahan menjadi istri kedua. Biarlah takdir yang akan membawaku ke mana hatiku bersandar. Bertahan atau akan ada pria lain yang bersedia setia denganku.

Tiga hari masa berkabung keluarga, justru kami isi dengan berkemas barang-barang Aifaz dan Arsyad. Dua anak Aifaz tak mau pindah dari rumah kakek neneknya. Merengek dan menangis sepanjang hari. Terpaksa aku yang menenangkan mereka, sementara orang tuanya beberes.

"Aunty! Ada Kakek di TV! Sama Uncle Aidam juga!" seru Nizam menunjuk ke sebuah LCD TV yang menggantung di kedai es krim tempatku menghiburnya.

"Setelah ini nurut sama Mama sama Papa, ya? Ikut ke rumah Eyang di Surabaya. Sekolah dan tinggal di sana. Nggak boleh nangis lagi dan minta tinggal di sini. Nenek sama Kakek sudah tidur nyenyak di sisi Allah. Mengerti?" ucapku mengalihkan perhatiannya dari berita gosip di TV Swasta.

Kuusap kepala Nizam dan menatap tepat di manik matanya. Seperti sebuah hipnoterapi, dia langsung mengangguk tanpa paksaan. Melanjutkan menyendok es krim dalam cup yang tinggal separuh, dia tak membahas apa-apa lagi hingga lelehan manis terakhir ia jilat dari wadahnya.

Kesempatanku mendengarkan apa isi berita itu. Hampir saja aku mengeluarkan umpatan saat mendengar nama istri pertama Aidam mulai didengungkan. Dadaku naik turun mencegah desakan dari dalam meledak.

Semakin geram dengan bahasan tentang diriku sebagai perebut suami orang. Menjadi duri dalam pernikahan artis naik daun itu. Wajahku mulai diekspose di media. Dan sialnya aku baru ingat jika sesang berada di keramaian sekarang.

"Nizam! Kita pulang sekarang, ya?" bisikku berusaha menutup wajah dengan masker.

Kacamata hitam di kepala kupasang lagi. Beruntung aku memakai hoodie yang memiliki penutup kepala lebar. Bukan aku takut dikejar pewarta berita. Tapi aku sedang bersama dua keponakan yang masih belum mengerti keadaan.

Secepat mungkin aku berjalan menggandeng Nizam dan terpaksa harus menggendong Nilam. Saat sudah sampai di depan mobil, seseorang menepuk bahuku.

"Anda Mbak Gaurika Yada? Putri almarhum Bapak Abyasa Radeva?"

Aku menoleh setelah kedua keponakanku berhasil masuk ke dalam mobil.

"Pelakor!"

Sebuah umpatan dan tamparan keras mengenai wajahku. Tetap tenang dengan mengelus pipiku, tak kuhiraukan beberapa wanita seusia dua puluhan tahun yang mengumpatiku. Berjalan memutar dengan cepat masuk ke kabin pengemudi. Tak peduli lagi orang-orang mengejar mobil dengan sumpah serapahnya.

...***...

^^^Bersambung ....^^^

Terpopuler

Comments

Noviyanti

Noviyanti

dukungan mendarat

2023-12-21

1

Tati st🍒🍒🍒

Tati st🍒🍒🍒

mingkun pengen nambah tenar jadi dia bikin seolah dia korban pelakor

2023-12-18

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!