SAKURA AFTER THE RAIN
Hai, Hai, Hai.
Good morning para pendengar setia Story Hati.
Kembali lagi bersama gue, Aneth yang cantik jelita. Dan gue, Dante yang tampan mempesona di 175,5 FM bagi bagi berkah. Di cuaca yang sedikit agak mendung, kiyowo-kiyowo gimana gitu. Pastinya kalian udah nggak sabar kan, mau denger berita yang begitu dahsyat dan begitu menggelegar di hati. Oke, sebelum ke inti, gue mau puter dulu satu buah lagu yang tentunya lagi hitz banget dan selalu menjadi rating satu di setiap acara musik, untuk menemani kegalauan kamu kamu pada hari ini. Ini dia sebuah lagu dari penyanyi cantik Keisya Levronka Tak Ingin Usai cekidot (check it out)"
Beberapa menit kemudian.
Setelah lagu tersebut selesai, Aneth dan Dante kemabli bersuara. Aneth mengawali kata, "wahh, lagu yang sangat enak buat di dengerin, bener nggak Dante?" Penyiar cewek itu melempar pertanyaan ke penyiar cowok yang menjadi partnernya.
"Bener banget guys, apalagi buat kamu yang lagi di landa resah akan pasangan lo yang mulai berubah." Tanggapan Dante.
"Gue setuju," Aneth mengacungkan jempol. "Betul banget, sesuai dengan judul lagunya."
Terdengar cuitan dari salah satu radio tua yang ada di cafe milik Paman Pongki, tepat berada di pojokanan dan menjadi teman seperjuangan Paman Pongki. Menjadi teman yang selalu menghibur dikala galau melanda. Tak ada tempat lagi untuk menghibur diri selain suara penyiar radio tua itu. Bagi Pongki itu sudah membuat dirinya terhibur dari maslah rutinitas yang melelahkan.
Iya, cafe ini milik Paman Pongki, Pamannya Dimas sendiri. Ukurannya tidak terlalu besar, tidak juga terlalu kecil. Namun, sangat estetik dan sangat cocok sekali buat para selebgram berfoto ria untuk story medsosnya. Tau sendiri kan anak jaman sekarang? Anak-anak milenial nggak pernah absen kalau liat tempat unik dan nyentrik matanya selalu gatal untuk mengabadikan setiap momen di dalam ponselnya kalau liat tempat unik.
Dikit-dikit ckrek, dikit-dikit ckrek upload, mau ada yang like mau kaga, mau ada yang komen mau kaga yang penting eksis. "Ahh, bodo amat, itu urusan belakang."
"Di cafe nih bos senggol dong slebeww." Caption salah seorang medsoser..
"Lagi disini nih, yang kenal colek aja" timpal story yang lainnya.
Di pinggiran ibukota yang sangat ramai penduduk, lelaki yang kini usianya menginjak angka ke 39 tahun, sudah sejak lama mendirikan cafe itu. Ia hanyalah seorang duda yang tak memiliki anak dari pernikahan sebenarnya.
Karena, lelaki itu dulunya hanya seorang kuli yang gajinya tak seberapa. Makanya ia, di tinggalkan pergi oleh istrinya dan memilih berpisah. Mungkin mantan istrinya merasa kalau Pongki tidak mampu lagi untuk mencukupi kebutuhan hidupnya yang glamor. Suka belanja, jalan-jalan, dan hidup dengan penuh kemewahan bak anak sultan gedongan. Dan nyatanya tidak seperti demikian.
Dari semenjak perceraian itu, Pongki pergi merantau ke negeri Jepang. Bekerja di salah satu cafe kopi ternama di sana sebagai Barista. Sampai kebeli apartemen pribadi di sana. Lima tahun lebih Pongki merantau, menabung dan mengumpulkan modal untuk membangun usaha sendiri.
Ketika kontrak kerja habis, ia tidak mengambil untuk memperpanjang masa kerjanya, melainkan Pongki memilih pulang ke Indonesia. Mungkin Pongki sudah merasa cukup tinggal di Negara sakura dan merasa rindu akan tanah kelahirannya.
Dari situlah Pongki berfikir, dengan modal yang yang cukup lumayan, hasil dari uang gajinya yang ia sisihkan, dan tekad yang kuat, dengan ilmu yang laki-laki itu dapatkan dari menjadi Barista, ketika masih bekerja sebagai TKI di jepang. Dengan niat yang tinggi bertekad membangun usaha sendiri, mendirikan sebuah cafe yang berdiri hingga sekarang.
Syukur Alhamdulillah menjadi salah satu tempat nongkrong yang wajib di kunjungi para anak gaol. Pongki selalu bersyukur, karena kerja kerasnya selama ini tidak sia-sia. Ia sering merasa bangga ketika usah kecilnya selalu ramai dari pembeli dari semua kalangan. Anak remaja, anak muda, juga yang tua tua juga ada sering nongki di tempat estetik ini.
Bukan muji Paman Pongki tapi ini penilaian dari orang-orang yang pernah datang kesini. Dan selalu memberikan bintang lima.
COFFEE LOVE STORY.
Terpampang jelas nama cafe itu, love story di amabil dari cerita Pongki pernah kerja sebagai Barista di cafe kopi di Jepang dan ia mendeskripsikannya? "ada cerita cinta di balik segelas kopi."
...🌸🌸🌸 ...
Terlihat Dimas, Dina, dan Rafa sedang asik membereskan meja juga kursi. Lalu membersihkan, serta mengelap semua sudut-sudut di semua ruangan Cafe itu biar bersih dan kinclong, kalau bersih kan semua pelanggan, kalau datang merasa nyaman dan tidak merasa jijik karena tempatnya bersih.
Mereka bertiga sudah sedari lulus SMA, bekerja di cafe love story. Selain buat tambahan biaya kuliah, juga buat cari pengalaman. Serta mereka merasa pemilik cafenya itu sangat baik dan sangat perhatian terhadap karyawan sendiri. Dan memperbolehkan mereka kerja sambil kuliah. Apalagi sama Dimas yang sudah jelas keponakannya sendiri. Membuat mereka tidak pernah malu akan pekerja ini.
Meskipun sebagai anak kuliahan dan juga sebagai karyawan cafe. Yang sangat jauh berbeda dengan teman sebaya mereka dimana lagi asyik-asyiknya menikmati harta orang tua. Tidak ada sedikitpun terbesit dalam pikiran mereka kata "gengsi"
Meskipun Rafa terlahir dari anak orang kaya, tapi ia sama sekali tidak merasa malu kerja sebagai pelayan cafe, malah ia merasa bangga pada dirinya sendiri. Bisa mandiri tanpa embel-embel nama keluarga besarnya. Juga ia ingin membuktikan kepad kedua orang tuanya bahwa dia juga manusia berguna juga bisa di andalkan, tidak seperti apa yang mereka bilang.
Waktu baru menunjukkan pukul sembilan lewat dua puluh tujuh, dimana masih belum ada satupun pelanggan yang dateng sekedar membeli makanan dan minuman, atau bersantai di cafe itu. Kebetulan jam segini memang cafe juga baru buka dan masih beres-beres. Jadi wajar saja kalau masih terlihat sepi pengunjung.
Biasanya, sekitaran jam makan siang atau jam istirahat sekolah, banyak sekali orang-orang yang nongkrong di sini. Menikmati kopi atau memesan makanan ringan dan bercanda ria, serta ber-selfie manja.
Apalagi anak-anak SMA Harapan Bangsa yang bangunannya tepat bersebrangan dengan cefe itu. Yang sudah pasti mereka paling sering nongkrong di cafe milik Paman Pongki itu. Juga itu SMA dimana dulu, Dimas dan kedua sahabatnya bersekolah.
"Permisi kak?"
Terdengar nyaring suar sapaan dari sebalik pintu tembus pandang berlapis kaca itu, terlihat berdiri seorang anak laki-laki berseragam putih abu terlihat sangat unyu kulit putih, berbadan tinggi, dan menggemaskan, pokonya ganteng maksimal, kece badai parah. Pasti dia idola banget di sekolahnya. Dengan senyuman tipisnya yang membuat meleleh para kaum hawa sebayanya. Termasuk mata Dina yang tak berkedip beberapa detik melihat keberadaan orang itu.
Sayangnya, masih anak SMA. Termasuk masih bocil bagi seukuran Dina. Tapi, beneran deh cool banget. Tapi lebih coolan Dimas Algara sih di bandingkan dengan dengan akan itu hehehe.
Mungkin siswa itu mau memesan coffee latte atau sepotong Roti bakar Mozarella. Menu yang menjadi andalan di cafe coffee love story itu. Karena, ada banyak cerita di dua menu andalan cafe itu. Cerita masa lalu sang pemilik kedai. Makanya sang pemilik selalu merekomendasikan, satu minuman dan satu makanan itu.
Awalnya Dina mendengus kesal, layaknya seperti karyawan-karyawan biasa. Tapi apa boleh buat, namanya juga konsumen kita harus melayani dengan baik dan sedikit memberikan senyuman. Dengan rasa penasaran, Dina pun melangkah dengan menghentak-hentakan kakinya kesal serta melihatnya, wanita itu bersegera lah membuka pintu. Meski dari dalam juga terlihat, namun hanya samar-samar saja merasa kurang jelas.
Makanya ia buru-buru membuka pintu dan menyapa balik lelaki itu. Serta menanyakan hal yang dia lakukan di depan kedai. Soalnya, bingung gitu kenapa nggak langsung masuk aja, biasanya kan kalau mau pesan langsung pada masuk aja nggak pake permisi lagi. Ini macam mau ngamen saja tapi nggak bawa gitar ataupun kecrekan dari tutup botol minuman. Ah, aneh rasanya.
"Hai!"
Balas hangat Dina sembari melambaikan tangan dan mengulas senyum tipis sembari menatap wajah anak SMA itu dengan heran, yang terlihat sedikit agak gemetar dan pipinya mulai di hiasi kemerahan.
Anak SMA yang sedang berdiri dihadapan Dina itu hanya terlihat senyum-senyum malu sembari memainkan jari jemarinya. Tak ada kata sedikit pun yang keluar dari mulutnya. Dina menghembuskan nafas pelan. Tak lama setelahnya, anak SMA itupun, memberanikan diri untuk meminta sesuatu kepada wanita yang ada di hadapannya itu. Masih dengan senyuman malunya dan masih dengan jari jemarinya yang di mainkan.
"Hai kak, aku ngefans banget loh sama Kaka. Aku boleh Mita foto gak?" Pintanya imut, rasanya ingin sekali mencubit ipinya. Gemesss. Beberapa menit hanya senyum, sekalinya bicara langsung pada inti kedatangannya. Dasar bocah SMA.
Masih sambil tersenyum dan kalini mulai mengulurkan ponsel miliknya, yang siswa itu ambil dari saku celananya. Dan tidak lupa memasang muka melas jurus jitu agar di turuti permintaannya. Sebetulnya hal itu sangat membuat Dina tercengang kaget akan permintaan dari bocah ingusan itu yang menurutnya itu hal aneh. Namun... Ada yang membuat Dina begitu terkejut.
Belum sempat mengiyakan ataupun menolak permintaan anak SMA itu, tiba-tiba Rafa datang kaya jelangkung yang tak di undang kehadiranya. Maen serobot aja tuh handphone dari genggaman bocah SMA itu. Sampai-sampai anak SMA dan Dina terkejut, serta menoleh kompak kearah lelaki yang baru aja datang di tengah percakapan mereka.
"Boleh! boleh banget. Asal, dengan satu syarat? kamu beli dulu salah satu minuman di sini." Rayuan Rafa sembari memainkan telunjuknya kearah muka anak SMA itu. Ia sangat jelas menegaskan, jika ingin berfoto dengan idolanya alias dengan Dina. Jadi siswa itu harus bersedia membeli salah satu minuman di cafe itu.
Mengisyaratkan hal itu wajib sekali di ikuti. Lantas hal itu membuat geli Dina. Yang terlihat beberapakali mengangkat bahunya dan memainkan bola matanya. Menunjukkan kalau dia tidak suka atas apa yang di lakukan Rafa. Hal ini yang selalu Dina hindari. Berkali-kali Dina menghembuskan nafas dengan kasar. Tapi hal itu tak membuat Rafa mengurungkan niatnya.
"Dih, apa-apaan sih lu!" sewot Dina sembari melipatkan tangannya di dada, dengan menunjukkan mimik wajah kesal kemerahan hampir mirip udang rebus.
Sangat antusias dan tidak berpikir panjang, bocah SMA itu segera mengambil uang yang ada di saku celananya dengan penuh semangat. Dengan senyum lebar di bibirnya yang begitu kegirangan. Inget ini senyum bukan nyengir yah tar keliatan lagi jigong nya.
"Nih, cofe vanilla latte satu?" terlihat uang berwarna biru di berikan kepada Rafa. Yang langsung di comot oleh Rafa tanpa basa-basi lagi. Lumayan penglaris di pagi hari ini. Rafa berseru dalam hati, sambil jingkrak-jingkrak kesana kemari.
"Siap bos, tunggu sebentar yah." Jawab Rafa antusias. Ia, segera bergegas masuk dan membuat kan satu gelas kopi yang sangat spesial sekali. Hal ini tentu saja mengundang amarah bagi Dina.
"Awas aja, tunggu aja setelah bocah ini pergi dari hadapan gue!" suara batin Dina mengancam bernada amarah.
Anak SMA itu berdehem, menarik napas lalu menghembuskannya, menundukkan kepala berulang seta mengulas senyum kepada idolanya.
"Makasih ya Kak," anak SMA itu mengaguk, juga masih tetap menahan senyumnya.
"Ya, sama-sama." Meski Dina sangat kesal, tapi tetap saja dia berusaha ramah.
Dan beberapa menit kemudiaan.
"Vanilla latte untuk pembeli perta mah di hari yang indah ini segera datang untuk orang yang spesial. Nih, silahkan di nikmati." Teriak Rafa sambil membawa segelas cafe vanilla latte di tangannya. Sambil bersiul kegirangan layaknya habis dapat rotle.
"Eh sumpah yah Raf! Lo alay banget tau. Jijik gue liatnya." Keluh Dina sambil melipatkan tangannya kembali di dada dan sedikit cemberut. Mendengar hal itu, Rafa sedikit menelan ludahnya. Kemudian.
"Huuusstt. Berisik lo!" balas Rafa, sembari menutup mulut Dina dengan jari telunjuknya.
"Yang penting dia mau beli di sini. Yang penting dia penglaris hari ini." lanjutnya lagi dan sedikit menjulurkan lidahnya ke arah Dina meledek. Lalu bersegera mebuka camera handphone si anak SMA itu.
"Iya, gitu. Deket dikit napa Din? Iya, gitu. Satu, dua, tiga." Perintah Rafa kepada dua orang yang ada di hadapannya yang sudah siap untuk di foto.
Masih saja raut wajah Dina Tidka berubah, masih seperti yang awal. Dan tetap anak SMA itu masih tersenyum.
CKREK!!
CKREK!!
Suara dari handphone yang di pegang Rafa begitu nyaring berbunyi. Seraya laki-laki itu mengintruksikan model yang sedang berpose. Udah kaya fotografer aja nih si Rafa. Padahal terlihat jelas wajah Dina yang penuh kesal, dan mengepalkan tangan seakan ingin menghantam wajah Barista lelaki yang ada di hadapannya itu. Padahal temennya sendiri, ya mau gimana lagi kalau udah gondok mah. Mungkin kalau nggak ada hukum udah habis tuh si Rafa di jadiin samsak sama si Dina. Berkali-kali ia mengembuskan napasnya begitu kesal. Mungkin udah ada sepuluh kali Dina menghembuskan napasnya. Belum lagi dia menelan ludahnya dengan begitu kasar.
Namun, mau bagaimana lagi. Bocah cilik itu kan pembeli, inget pembeli adalah raja. Jadi mau nggak mau harus bersikap ramah agar dia tidak merasa kecewa dan mau balik lagi. Seperti yang sedang Dian lakukan saat ini.
Inget kalian kalau jadi penjual, harus jadi penjual yang ramah tamah sama pelanggan agar mereka merasa nyaman.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
bener, jangan mau gengsi.
2023-12-21
2