Tepat tanggal 4 Desember.
Dimana kuis itu di adakannya. Setiap bulan terakhir di setiap tahunnya. Mereka bertiga pun sangat antusias mengikutinya. Pasalnya hadiah voucher atau tike pergi keluar Negeri, bukan hanya satu voucher, atau satu tiket. Melainkan ada tiga voucher tiket berlibur ke negara empat musim. Nah kan kalau mereka mendapatkannya jadi bisa liburan bersama. Harapan mereka sangatlah luas dan tinggi. Seluas samudra dan setinggi harapan orang tua. Semoga dan semoga mereka bisa memenangkannya. Harapan mereka selalu seperti itu.
Setelah menyelesaikan tugasnya sebagai karyawan cafe, mereka bertiga terlihat sudah siap. Duduk manis di dekat radio butut sembari mendengarkan ucapan demi ucapan si penyiar radio itu. Sembari memegangi ponselnya masing-masing. Jantung Dimas berdegup sangat kencang, dak dik duk tak karuan. Berharap teleponnya tersambung ke penyiar itu. Begitupun dengan Dina dan Rafa yang sudah tak jelas perasaannya. Keringat dingin mulai menghiasi.
Lima menit berlalu, masih saja dengan ocehan penyiar. Wajah Dimas menampilkan kesalahannya, tak sabaran. Pun demikian dengan, Raf. Mondar mandir nggak jelas. Juga sama terlihat kesal sama penyiar radio tua itu. Dari tadi masih saja banyak berbincang dengan bintang tamu radio. Masih tak ada pembahasan yang mengarah ke perkuisan. Dina memilih mengambil air minum, biar sedikit agak tenang untuk mengikuti kuis bergengsi ini.
Dari sebalik pintu kantor, Paman Pongki memerhatikan.
Mengawasi, mengamati gerak gerik setiap mereka bertiga. Namun, dia hanya membiarkannya saja. Karena Pongki sangat tau betul keinginan Dimas yang sejak dari dulu, sejak masih sekolah dasar bilang padanya dan selalu bercerita akan cita-citanya yang ingin pergi ke negara empat musim itu. Tepatnya ke Jepang. Dimana negara tumbuh pohon bunga sakura yang sangat indah.
"Paman Paman, aku boleh nanya nggak?" Ucap Dimas ketika masih unyu-unyu.
Senyum kecil terpancar dari bibirnya serta di barengi anggukan menandakan Paman Pongki siap mendengarkan pertanyaan keponakannya itu.
"Paman, waktu Paman di Jepang seru nggak? gimana rasanya sih pas waktu musim salju dan musim bunga sakura bermekaran?" Lagi, melanjutkan pertanyaan. Dengan begitu penuh rasa penasarannya.
Paman Pongki narik napas pelan.
"Kamu nanya? kamu bertanya-tanya, kamu ingin tau?"
"Ihh, Paman! Aku tuh serius tau." Rengek Dimas yang di becandain Pamannya.
"Iya, iya. Paman becanda." Sembari mencubit hidung Dimas.
"Nih yah, pokoknya kalau lagi musim salju tuh dingin banget, pokonya harus pake jaket tebal kalau nggak udah pasti menggigil. Mungkin kamu nggak bakalan kuat deh, dengan dinginnya salju." Ejeknya sambil menggelitik Dimas dan menatap wajah unyu-nya ketika masih kecil.
"Yah, Paman nge-remehin aku! Paman nggak tahu sih. Pas hujan-hujanan aja aku kuat kok! Malahan temen-temen aku banyak yang kedinginan, tapi aku nggak? Aku kuat dan tahan dingin." panjang kali lebar cerita bocah itu.
"Yeh, itu mah air hujan. Ini mah beda, ini salju alias es. Eh, bukan es tapi mirip es yang udah di serut halus." Jelas Pongki sembari mengelus puncak kepala keponakannya dengan penuh kasih sayang. Masa salju di samain dengan hujan, ada-ada saja bocah satu ini Dimas Dimas.
"Trus pas lagi musim bunga sakura?" Dimas bertanya kembali.
"Bunganya begitu sangat indah, mekar dengan sempurna. Apalagi jika menikmatinya bersama pasangan, serasa dunia milik berdua." Jelas Pongki lagi. Mmbuat Dimas benar benar terbawa suasana.
"Kapan yah aku bisa kesana? Rasanya aku ingin sekali pergi kesana." Keinginan terbesar Dimas. "Paman aku pengen deh ke Jepang?" Rayuan Dimas berharap di iyakan, sembari memegangi tangan Paman Pongki, dan menatap manik matanya dalam.
"Iya nanti, kalau kamu udah gede dan ada waktu yang pas, kita pergi kesana oke."
Janji paman Pongki yang sampe saat ini belum ter laksana.
Lalu setelahnya Pongki mengacungkan jari kelingking pertanda sebuah janji. Yang langsung di ikuti oleh Dimas dan menyatukannya dengan kelingking Dimas.
"Hore.... Bener ya paman. Paman janji kan." Terlihat sekali Dimas begitu kegirangan dengan ucapan pamanya itu. Pongki hanya bisa mengangguk dan tersenyum walau di hatinya merasa kurang yakin akan janjinya.
Kata-kata itu yang selalu terngiang di telinga Paman Pongki hingga saat ini. Ucapan Dimas, sewaktu masih unyu-unyu. Namun sekarang sudah tidak unyu-unyu lagi. Anak nakal yang sering melawan dan jail terhadap pamannya sendiri. Pas waktu SMA saja dia di juluki sebagai preman sekolahan karena sangat nakalnya dan sering tauran, sering balapan liar dengan sekolah lain demi martabat dan nama baik sekolahan.
Nggak ada yah anak-anak tauran atau balapan itu untuk menjadikan nama sekolah kita itu lebih keren. Merugikan diri sendiri udah pasti tentunya catat itu. Sering sekali Dimas keluar masuk ruangan BK dan sering sekali mendapat hukuman. Sampai sampai Paman Pongki menyerah kalau ada surat dari sekolah yang meminta dirinya untuk hadir berkaitan dengan masalah keponakannya itu.
Tapi yang hebat, se-nakal apapun Dimas di sekolahnya, tapi kalau masalah soal pelajaran jangan di tanya dan jangan di ragukan. Meskipun dia preman sekolahan tapi dia tak pernah absen menjadi juara umum di sekolah. Makanya banyak para siswi yang tergila-gila akan ketampanan dan kepintaran preman berdasi abu-abu itu. Sudah pintar, ketua club basket juga ketua geng motor. Lengkap sudah.
Namun, lagi-lagi Dimas mengetahui aktivitas mengintip pamannya di sebalik pintu kantor. kurang pro nih Paman Pongki, selalu saja gagal dan selalu ketahuan melulu.
Dimas menujk keberadaan Pamannya. "Wah? Paman lagi ngapain, ngintipin kita yah?" Terkejutnya Paman Pongki, yang teryata gerak gerik ngintipnya di ketahui Dimas. Lagi-lagi dan lagi. Terkejut kembali Paman Pongki.
"Eh, apa eh. Ti-tidak!! Tidak, apa-apa? Paman cuman, nih, matiin nyamuk nakal ih, jadi nyamuk nakal banget kamu. Gue udah bilang jadi nyamuk jangan nakal!" Dengan suara terbata-bata gugup tersipu malu karena ketahuan keponakannya sendiri untuk yang kesekian kalinya.
"Ah, udah deh nggak usah ngeles. Udah dua kali Paman ngintipin kita." Tegur Dimas yang makin membuat Paman Pongki semakin gugup. Dan langsung balik badan masuk ke ruangannya lagi dengan perasaan malu.
"Iya, nih Paman. Nggak jelas bet dah!" Sambung Dina kini mulai ikut menyahut.
Namun Rafa hanya melihat saja tanpa bersuara sedikit pun. Sudah malas dengan tingkah Pak tua itu yang kadang tidak lucu dan tidak tertarik untuk tertawa. Paman Pongki terlihat garuk garuk kepala.
"Ayo siap-siap yah. Siapkan ponsel kalian bisa jadi hari ini, hari keberuntungan berpihak kepada kalian?" Terdengar jelas, begitu lantang suara penyiar radio yang mengisyaratkan beberapa menit lagi kuis akan segera di buka. Dimas, Rafa, dan Dina membelalakkan matanya dan menatap dalam-dalam radio butut itu. Sembari menatap layar ponselnya masing-masing.
Sedari tadi mereka bertiga menunggu penyiar itu mengumumkan masalah kuis.
"Oke guys, dalam hitungan ketiga telpon akan buka. Berdoa dan siap siap?" Lanjut suara penyiar itu. "Satu.... dua.... tiga...." Sembari memulai berhitung yang menandakan telepon dibuka dan mempersilahkan untuk para pendengar menelpon. Bersegeralah mereka menghubungi nomor yang tertera. Dengan panik, gugup, dan bingung harus bagaimana. Dimas dengan ponselnya, Dina pun begitu juga Rafa sama.
Tut!!
Tut!!
Haya suara itu yang di dengar mereka bertiga.
Karena mungkin, saking banyak sekali orang-orang yang ingin mendapatkan voucher itu, hingga telopon pun susah tersambungnya. Terus di coba dan di coba lagi, masih tetap sama dan asih bunyi tututut. Dan akhirnya telepon itu pun tersambung. Tapi sial, bukan mereka. Melainkan orang lain yang tersambung teleponnya. Mereka berseru secara bersamaan.
Menghela napas berat, menelan luda susah payah dan lemas, saat mendapati bahwa telepon dari mereka bertiga tidak ada satupun yang terhubung. Malang sekali nasib mereka. Kini hari kesialan menghampiri lagi. Wajah mereka mulai terlihat lesung. Paman Pongki menggeleng melihatnya.
"Congratulations. Selamat kamu pemenang kuis kali ini." Penyiar wanita itu berseru tepuk tangan, mengumumkan siapa nama pemenangnya.
"Dan Kalina tau kemana tiket liburannya?" Suara penyiar lelaki membuat penasaran para pendengar. Namun mereka bertiga tidak peduli.
"Selamat kamu mendapatkan hadiah voucher tiket liburan ke Tokyo, Jepang."
Seakan tak percaya apa yang di ucapkan oleh penyiar laki laki itu.
HAAH........... KE JEPANG!!!!!
Seketika jiwa raga manusia penunggu tiket gratisan hancur lemas tak berdaya setelah mendengar bahwa hadiahnya, pergi liburan ke Jepang. Dimana negara yang begitu mereka idam-idamkan. Terutama bagi diri Dimas yang sangat sekali menginginkan tiket itu.
Ternyata apa yang mereka inginkan beneran terjadi, tiketnya benar pergi liburan ke Tokyo. Cuman, bukan mereka yang mendapatkannya, melainkan orang lain yang berhasil lebih dulu sigap mengambil kesempatan itu.
Terlihat Dimas melemparkan lapa yang dia pegang ke arah radio butut. Hingga menyisakan goyang dan hampir mau jatuh.
"Hah! sial! kenapa bukan gue coba yang memenangkan kuisnya, dan mendapatkan tiketnya!" Gerutu Dimas yang kesal marah-marah nggak jelas.
"Sabar Dim, Tenang nanti kan bisa ikutan lagi." Ucap Rafa sambil menenangkan amarah sohibnya itu. Namun, Dimas. Masih saja memperlihatkan kekecewaan di raut wajahnya yang tampan itu.
"NANTI! LO BILANG NANTI." Sembari menarik kerah baju Rafa. Rafa menelan ludahnya ketakutan bergedik ngeri.
"Anjir, lagi marah aja lo masih tetep ganteng. Nggak kaya si Rafa bikin males ngeliatnya gue!" Puji Dina untuk Dimas. Serta candaan tertuju untuk si kurang tampan Rafa. Sebenarnya Rafa juga ganteng, cuman dia bukan tipe cewek itu. Makanya dia selalu bilang kalau cowok berkacamata itu tidak lebih ganteng dari pujaannya Dimas Algara.
Sambil berusaha melepaskan diri, Rafa pun dengan sigap menutup mulut Dina dengan tangan kirinya. Dia nggak mau kalau pujaan hatinya kena amuk singa hutan yang lagi kelaparan.
"Sabar Dim sabar, lepasin baju gue? Sakit tau leher gue!" Rintih Rafa yang merasa kesakitan lehernya sedikit tercekik.
"Apa sabar kata lo, Lo tau nggak sih hah! Ini tuh hanya ada setahun sekali! masa harus nunggu tahun depan lagi. Lagi pula kalau ada tahun depan, pasti tiketnya tidak akan sama dengan yang sekarang. Ngerti lo." Keluh Dimas kesal sembari melepaskan cengkeramannya dan mengacak-acak rambutnya sendiri kasar.
Rafa pun mengacak-acak rambutnya brutal.
"
Yakan, nggak mesti Jepang aja kan! Masih banyak kok tempat liburan yang nggak kalah indahnya dari Tokyo. Contohnya yang kemaren lagi viral Cappadocia, kenapa kita nggak kesana aja coba?" Jelas Rafa mencoba mencairkan suasana yang begitu panas, berharap mereka agak terhibur dengan ucapannya.
"OMG HELLO!!! LO, PIKIR, INI LAYANG PUTUS! IS MY DREAM RAFA IS MY DREAM!" Amarah Dina juga mulai ikut memuncak, sudah tidak terbendung lagi mendengar ucapan Rafa. Kini giliran Dina yang ngamuk bak orang kurang waras.
"Lo, nggak tau Raf rasanya berjalan di bahawah hampara bunga sakura yang berjatuhan?" Sambung Dimas kembali, sembari memutar-mutar kan kemoceng. Yang siap untuk di hantam-kan kearah Rafa.
Rafa dengan sigap memundurkan tubuhnya beberapa langkah dari kedua sahabatnya, biar sedikit lebih jauh meski tidak jauh banget. Asal dia sedikit aman dari jangkauan.
Di temani hujan rintik-rintik, di putarkannya satu buah lagu melow se melow-melownya yang menyayat hati. Yang begitu pas dengan suasana hati mereka. Dari sang penyiar radio. Terlihat lesu mereka bertiga, dari raut wajah mereka masing-masing.
Tiba-tiba Paman Pongki datang menghampiri, dan kembali ngagetin merek untuk yang kesekian kalinya dengan menggebrak meja..
"BRUK!!
Sial, sontak dengan refleks mereka bertiga terkaget dan langsung membalikkan badan dan menatap Paman Pongki sinis. Tangan masing-masing mereka sudah mengepal dan yang satu sudah siap memegang senjata seakan pikiran mereka sama, ingin menghantam orang yang telah mengagetkan mereka. Makin tambah aja kekesalan mereka. Hampir-hampir saja mereka kebablasan ingin memukuli lelaki setengah tua itu. Kalau bukan bos mereka mungkin sudah inalillahi pak tua itu.
Suara meja di pukul dengan kedua telapak tangan. Mirip jurus tangan dewa dalam serial kungfu. Pertanda bos cafe marah melihat karyawannya pada duduk melamun nggak jelas. Santai-santai udah kayak di pantai.
"Please! ini jamnya kerja. Ingat dengan pasal no 1. Karyawan di larang ada yang melamun pada saat jam kerja. Ayo kerja-kerja! kalau nggak? gaji kalian gue potong."
Ancaman yang sangat mengejutkan. Ibaratnya, sudah jatuh tertimpa tangga. Ya udah wasalam kalau sampe gaji mereka di potong. Sudah gagal kuis masa harus di potong gajih kan itu nggak lucu.
"Baik paman ganteng. Baik hati, tidak sombong, dan raa-aajin menabung di warung." Ucap mereka serentak dengan kompak sambil merangkak dari lamunannya dan berlarian menuju tugasnya masing-masing.
Padahal masih malas ngapa-ngapain akibat gagal dapat kuis. Kenapa tidak mereka melamun cemberut. Soalnya, kuis itu hanya ada setahun sekali. Dan hadiahnya voucher liburan ke luar negeri, makanya mereka terlihat begitu sangat kecewa ketika tak ada satupun di antara mereka yang berhasil memenangkan kuis itu.
Di tengah-tengah kekecewaan merka, Paman Pongki mengeluarkan satu dua patah kata yang membuat amarah mereka semakin memuncak tak terkendali. Lagi dan lagi, bos cafe itu selalu membuat gara gara. Untungnya kesabaran mereka masih ada walaupun sudah tinggal setengah lagi.
"Oh iya, gue mau ngasih tau kalau liburan tahun ini di undur yah. Bukan akhir tahun." Jelas Paman Pongki. Mungkin Paman Pongki memiliki kejutan buat liburan awal tahun nanti.
Mereka yang lagi beres-beres, sangat terkejut sekali mendengar pengumuman sepihak itu. Bak di sambar petir di siang bolong. Sudah gagal ikut kuis, liburan akhir tahun pun malah di undur. Ini mah bukan lagi tertimpa tangga saja. Tapi tertimpa durian pula. Merasa hari itu hari paling sial dalam sejarah hidup mereka bertiga. Terlihat jelas sekali mereka. Dimas, Dina, dan Rafa mendengus kesal.
"WHAT!! Tapi Paman?" Keluh Dimas. Balas ucapan Pongki sambil garuk-garuk kepala sembari melangkah mendekat ke arah Paman Pongki.
"Inikan udah janji Paman, nggak bisa gitu lah. Maen ubah jadwal aja." Lanjut ucapannya mengoreksi.
Sedangkan Rafa dan Dina hanya bisa tertunduk diam mematung dan menjadi pendengar yang balik. Daripada gajinya di potong mending diam. Tidak ada yang bisa menentang ucapan paman Pongki kecuali keponakannya sendiri. Makanya Rafa dan Dina menyerahkan semuanya kepada Dimas lewat tatapan matanya yang mengisyaratkan protes.
"Dimas, semangat." Dina menyemangati. Sedangkan Rafa hanya mengacukan jempol kearah cowok yang sedang berusaha keras mempertahankan liburan akhir tahun mereka.
"Pokoknya ucapan gue sudah tidak bisa di ganggu gugat! yang protes tidak dapat jatah liburan." Tetap saja bos cafe itu kekeuh keras kepala. Dan mengeluarkan satu ancaman mengerikan lagi dari paman Pongki.
"Termasuk juga kamu Dimas. Meskipun kamu keponakan saya, now tidak bisa di ubah." Sembari menunjuk Dimas.
Yang membuat Dimas, Dina, dan Rafa semakin kesal. Kalau bukan bos mereka, mungkin udah di keroyok tuh lelaki tua. Mungkin udah di bogem dan di jadiin adonan donat.
"Dasar Paman bego!" Ketus Dimas kesal.
Ternyata ucapan Dimas terdengar sama Paman Pongki. "Apa kamu bilang!"
Dimas panik ternyata ucapannya terdengar oleh Pamannya. "Nggak, Paman. Si Rafa tuh yang ngomong. Aku dime aja dari tadi malah ikhlas banget..." Dimas menunjukkan cengirannya tak berdosa. Seketika Rafa membelalak terkejut mendengar namanya di jadikan tersangka.
"Lah kok gue!' Sambil menunjuk dan melotot kearah Dimas menandakan peperangan akan segera terjadi.
"Udah lah woy! Kita kerja lagi. Percuma kita protes juga kita di sini hanya karyawan." Ajak Dina sembari menarik lengan Dimas dan Rafa seraya mengajaknya untuk bekerja kembali sebelum paman Pongki marah lagi.
"Udah Dim, Raf. Sabar, sabar. Yang penting kan tetep liburan." Ucap Dina kembali dan mencoba menenangkan mereka. Lewat tepukan di bahu mereka berdua.
Paman Pongki mengacungkan jempolnya kearah Dina, pertanda itu sikap yang bagus. Lebih baik menurut semua perkataan bos dan kembali bekerja. Daripada menentang dan berakhir dengan patal. Gimana?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments