Benih Yang Kau Tinggalkan
#Pernikahan yang bahagia adalah percakapan panjang, yang selalu tampak terlalu singkat. (Andre Marois)#
...***...
“Nona Irena maaf, terpaksa saya memberitahukan bahwa anda ternyata mengidap Endometriosis.”
Bagai vonis mutlak saat menghadiri sebuah pengadilan, kerutan kening begitu terlihat tak kala mencoba untuk tidak percaya dengan apa yang didengarkan. Titik air mata jatuh tak tertahan, di saat menyadari akan kehadiran buah hati yang tak kunjung akan datang.
Pertanyaan akan butuh waktu berapa lama lagi untuk menanti kehadiran buah cinta, di saat jiwa dan raga yang sudah tersakiti pun semakin menoreh semakin dalam. Tak kala perkataan orang terkasih menyudutkan, bagai belati menghunjam tepat mengenai setiap relung hengkang hati.
“APA?! Bagaimana bisa wanita sepertinya masuk ke keluarga Kessler? Memalukan sekali, Irene, apa kau tahu berapa banyak wanita yang ingin berada di posisimu saat ini?! Tapi, apa? Endometriosis?!” sentak Anna, Tante dari Hendrik sang suami yang kini mendiami kediaman keluarga Kessler.
“Tan, meski begitu Irene masih ada kemungkinan hamil. Aku akan berjuang bersamanya, jadi berhenti menyudutkan Irene seperti ini,” balas Hendrik berdiri tegap dihadapan Irene.
“Ayah dan ibumu memberi wewenang padaku untuk mengurus keluarga ini selama mereka pergi keluar negeri, dan aku tidak ingin wanita itu membuat malu keluarga Kessler!” Anna menunjukkan jarinya kearah Irene dengan penuh amarah.
“TANTE! Aku diam bukan berarti takut, tapi karena aku menghargaimu. Karena itu jangan pernah lagi mengganggu urusan rumah tangga kami!” Hendrik menarik tangan Irene berjalan meninggalkan ruangan tengah menuju kamar mereka di lantai atas.
Jika ada yang bisa mendengar jerit tangis hatinya, tentu bagi Irene saat ini kelapangan dada adalah jawaban dari semua doa-doanya. Tahu akan adanya penolakan keras yang akan diberikan keluarga Kessler padanya, Irene hanya dapat menundukkan kepala tak kala Hendrik begitu terbawa emosi.
Yang dikatakan tante Anna memang benar, dengan status sosial keluarga Kessler seharusnya aku sadar diri dengan bercermin menatap diri sendiri mempertanyakan, apa kelebihanmu hingga Hendrik pantas menikah denganmu, gumam Irene dalam hatinya.
Lembaran putih kini dipenuhi noda tinta hitam yang pekat, kembali menatap Hendrik dengan begitu sendu, kesedihan pun terpancar di saat kedua bola mata indahnya yang berkaca-kaca mencoba menahan tangisnya, menatap pada Irene yang terlihat begitu sangat tertekan.
Terduduk lemas pada sebuah sofa berwarna jingga muda, hiasan kamar tidur pun menjadi saksi bisu percakapan Hendrik dan Irene saat mencoba mencari jalan keluar lain, yang tentunya sudah di bicarakan dengan dokter kandungan sebelumnya.
“Operasi? Kau yakin, dear?” tanya Hendrik begitu lirih saat menyentuh lembut wajah istrinya.
“Bukankah ini jalan satu-satunya? Lagi pula rasa sakit ini semakin lama semakin menjadi, dengan semua kegiatan sosial dan perkumpulan yang harus aku datangi, akan sangat memalukan jika aku selalu absent tidak hadir,” balas Irene mengecup tangan sang suami.
“Tapi Irene, operasi bisa me—”
“Bayi tabung ... jika memang masih gagal, kita lakukan bayi tabung. Babe, please ...,” Irene begitu memohon pada Hendrik yang mulai terlihat mempertimbangkan permintaannya.
Hendrik mengeluarkan handphone dari balik jas yang dikenakannya untuk kembali berkonsultasi dengan dokter kandungan akan apa saja kemungkinan terburuk atau terbaik dari tindakan ini. Tersadar akan keinginan serta permintaan akan harapan ahli waris utama, mau tidak mau Irene memang harus melakukan operasi atau bahkan melakukan proses bayi tabung.
Hendrik tak kuasa menahan kegelisahannya dengan hanya dapat menundukkan kepala, tak mampu lagi menatap pada Irene. Hendrik menyadari karena dalam proses itu, tentu Irenelah yang akan mengalami rasa sakit, bukan hanya pada tubuhnya, namun Hendrik lebih mengkhawatirkan kondisi psikis Irene.
Kematian kedua orang tua Irene yang terjadi tepat saat pergi bersama dengannya, menyisakan luka mendalam bahkan trauma saat setiap kali dirinya harus memeriksakan diri ke rumah sakit. Dan kini, Irene harus sampai melakukan operasi, tentu saja membuat Hendrik gusar dan gelisah.
...***...
“My dear, my love ... apa kau benar-benar siap dan yakin?” tanya Hendrik begitu lembut menatap Irene saat akan bersiap-siap masuk ke dalam ruangan operasi.
“Babe ... tetaplah di sini ketika aku sadar nanti. Berjanjilah padaku,” Irene menggenggam erat tangan Hendrik seraya menatapnya begitu serius.
“Tentu saja, aku tidak akan pergi kemana pun. Aku akan menunggumu,” Hendrik menyematkan sebuah ciuman hangat dan dalam, sesaat sebelum Irene memasuki ruangan operasi.
Genggaman tangan yang terlepas pun berakhir dengan senyuman kesedihan satu sama lain. Lampu indikator ruangan operasi pun menyala pertanda operasi sedang berlangsung. Hendrik terduduk dengan begitu gelisah seorang diri dengan doa yang dia panjatkan setiap detiknya.
Berlangsung selama beberapa jam, Irene pun keluar dengan kabar gembira bahwa operasi berjalan lancar. Keduanya pun saling memandang di saat Irene tersadar akan Hendrik yang selalu setia berada disisinya, bahkan sedikit pun tak beranjak meninggalkannya.
Namun kebahagian itu ternyata berlangsung semu, tak kala lapisan dinding rahim Irene kembali terjadi penebalan sehingga menjadi penghambat kehamilan. Tak kuasa akan jerit hatinya, Irene meminta Hendrik untuk menyetujui usulnya di mana mereka pun akhirnya memutuskan untuk melakukan proses bayi tabung tanpa diketahui oleh siapa pun.
Di tengah menunggu hasil dari proses bayi tabung yang mereka lakukan, kejadian tak terduga pun kembali terjadi, di saat tante Anna tanpa di sadari mulai menyusun sebuah rencana yang ternyata berniat ingin memisahkan Hendrik dan Irene.
“Hendrik, kau ada di mana?! Terjadi masalah besar di perusahaan! Produk Levelex yang baru kita luncurkan terjadi masalah bahkan merambat ke anak cabang perusahaan di luar negeri,” ucap Anna dengan begitu panik melalui sambungan telephone.
“Pergilah babe ... aku tidak apa-apa, lagi pula lusa aku sudah boleh pulang,” pinta Irene tersenyum pada Hendrik, saat mendengar percakapan berakhir.
“Tapi jika begitu, aku harus meninggalkanmu ... anak cabang berada di luar negeri, dan me—”
“Aku tahu babe ... tenanglah, aku akan memberikan kabar padamu nanti apakah proses bayi tabung ini berhasil ... pergilah babe,” pinta Irene kembali dengan tersenyum manis.
Sebagai CEO dari perusahaan keluarga Kessler di mana PT. Ethereal, merupakan perusahaan multinasional yang bergerak di bidang manufaktur produsen elektronik dan peralatan rumah tangga, tentu sangat berpengaruh di kancah dunia bisnis.
Menikah dalam usia yang terbilang muda, Hendrik dan Irene menggemparkan media sosial karena status sosial mereka yang berbeda di mana Irene kala itu lulusan dari sebuah universitas berjurusan arsitektur dan lahir dari keluarga menengah, sangat jauh berbeda dengan Hendrik yang di katakan sebagai milyarder keluarga Kessler.
Tentu hal ini mendapat penolakan keras dari pihak keluarga seperti Anna, karena baginya status sosial sangat penting dibandingkan apa pun. Berniat ingin menikahkan anaknya dengan Hendrik, Anna yang mendengar kondisi Irene saat ini pun bagai mendapat kesempatan emas untuk melancarkan aksinya, yang ingin mengambil alih perusahaan.
Kepergian Hendrik keluar negeri pun dimanfaatkan oleh Anna dengan menyebarkan berita palsu akan kemunculan wanita tak dikenal yang mengaku sudah bertunangan secara diam-diam dengan Hendrik dan ialah yang seharusnya menikah dengannya.
Beberapa foto yang beredar dengan semua karangan cerita pun Anna sengaja lakukan, hingga berhasil memenuhi kepanikan dalam diri Irene tak kala berita dalam negeri akhirnya berhasil menyudutkan Irene yang kini dianggap sebagai wanita murahan perusak hubungan.
“Kenapa tidak diangkat?! Babe, angkat telephonenya!” Irene merasa kesal setelah beberapa kali mencoba menghubungi Hendrik namun masih tidak tersambung.
Irene pun pulang dari rumah sakit seorang diri dengan penuh hujatan kebencian, namun masih saja melangkahkan kakinya menuju kediaman keluarga Kessler yang tanpa ia sadari, Anna dan anaknya yang bernama Sarah, sudah menunggunya sejak tadi, dengan rencana busuk mereka.
Terkejut akan apa yang di berikan Anna padanya, Irene bagai hilang akal disaat sebuah surat perceraian pun berada tepat di hadapannya dengan tanda tangan Hendrik yang sudah berada paling jelas terlihat sebagai pihak pemohon pada pengadilan.
“Tapi ... kenapa? ... Apa salahku?” tanya Irene kebingungan dengan nada begitu lirih menatap pada lembar surat perceraian.
“Masih berani bertanya?! Kau adalah aib, kehadiranmu bagai dosa terbesar di keluarga Kessler ini! Sekarang tanda tangani surat itu, karena Hendrik saja bahkan tidak mau melihatmu hingga menyuruhku memberikan ini padamu!” ucap Anna begitu ketus, dengan wajah menyudutkan.
“APA?! Tidak mungkin ... tidak mungkin dia melakukan ini pad—”
“Masih mengelak! Dasar wanita tidak tahu diri kau ini! Apa mertuamu datang kali ini untuk mendukungmu? Tidak ada bukan?! Lalu, bagaimana mungkin Hendrik ingin bersamamu jika kedua orang tuanya saja sudah tidak ingin melihatmu!” Anna kembali berprilaku tidak sopan dengan menunjukkan jarinya, tepat mengenai kepala Irene beberapa kali.
“Hey Irene, kau tidak hamil bukan? Jadi dalam hal ini, kau tidak dirugikan sama sekali. Begini saja, aku tahu kau juga memikirkan nama baik keluargamu yang saat ini diserang oleh awak media, jadi bagaimana jika aku memberikan persyaratan?” ucap Sarah yang akhirnya ikut berbicara.
“Apa maksudmu?!” balas Irene dengan ketus.
“Kau pergi dari kediaman ini dengan tidak meninggalkan jejak apa pun! Lalu aku dan Ibu akan membereskan awak media serta nama baikmu dan juga keluargamu ... kudengar restaurant milik kakakmu saat ini terpaksa ditutup,” ucap Sarah dengan senyum menyeringai penuh hina.
“Kau ... mengancamku?!” balas Irene kembali dengan ketusnya pada Sarah.
“Ayolah Irene, restaurant itu satu-satunya pendapatan keluargamu bukan? Bisa kau bayangkan jika itu tutup selamanya?!” Anna tiba-tiba menyela pembicaraan.
“Lagi pula Hendrik sudah tidak menginginkanmu, kau tidak lihat di foto itu ia terlihat bahagia? Dia juga tidak bisa di hubungi kan? Jika tidak ingin di ganggu olehmu, apa lagi coba?!” lanjut Anna dengan tersenyum bersama Sarah.
Bagai suatu bencana buruk, disaat kabar bahagia menghampiri. Kehadiran buah hati yang begitu di nantikan hancur dalam sekejap dengan datangnya lembar perceraian. Berjalan keluar dengan menatap pantulan diri pada kaca jendela, bisakah diri ini melupakan luka hati yang begitu menyakitkan?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Nena Anwar
nyimak dulu ya Thor kayaknya seru nih ceritanya 🙏
2024-01-05
0
𝑱𝑨𝑬 𝑯𝑾𝑨"
tulisan fid rapi banget...
👏👏👏👏
tak tega mau koment di tiap line.....
😏
2023-12-14
0
Nadhira Alfia Nisa
seruuu ceritanya!
2023-12-09
0