“Kedua anak itu ... Irene, apakah mereka adalah anakmu?”
Bagai salju membeku dengan angin badai. Berdiri pada puncak batu karang yang terhempas terikut hujaman air laut pada lepas pantai karam, begitu terkejut tak kala menatap pada kedua mata itu, terlihat begitu menahan perasaan dengan sisa luka lama yang kembali terbuka lebar.
Tidak perlu berpura-pura merasa khawatir untuk pengorbanan yang kulakukan! Rasa sakit ini kuubah menjadi perjuangan untuk bertahan hidup, meski kehadiranku tidak diinginkan! Gumam kesal Irene dalam hatinya saat memalingkan pandangan dari Hendrik yang menatap begitu serius.
“Untuk apa menanyakan hal yang tidak masuk akal? Tentu mereka anakku! Apa ada masalah?” balas Irene dengan langsung berdiri tegap dan menarik kedua kembar ke belakang tubuhnya.
“Si-siapa ayah dari kedua anak itu? Apa mereka adalah an—”
“Hendrik? Kau ada di sini?” tanya Collin sengaja menyanggah perkataannya, melihat sang adik yang tersudutkan.
“Aku, ada urusan bisnis yang harus dilakukan ... maafkan aku tidak menyapa, aku tidak tahu kalian berada di kota ini, sungguh,” balas Hendrik seraya menyapa Collin layaknya pelukan seorang sahabat lama yang kembali bertemu.
Irene seketika memalingkan wajahnya karena memang sang Kakak adalah sahabat Hendrik saat mereka duduk dibangku perkuliahan. Bahkan di saat berita yang tersebar dengan Hendrik yang memberikan kertas perceraian pada Irene, Collin adalah orang pertama yang menyanggahnya karena begitu mengenal sifat Hendrik yang tidak mungkin melakukan hal seperti itu.
Saling tegur menyapa, tatapan Hendrik tidak terlepas dari Irene yang memeluk erat kedua anaknya. Merasa kehadirannya tidak diperlukan lagi, Irene berjalan bergandengan tangan membawa kedua anaknya untuk masuk ke dalam mobil.
“Tunggu Irene, tunggu ... jawab aku, siapa ayah dari kedua anak ini?!” Hendrik menarik tangan Irene begitu saja, agar dapat menatap dan berbicara dengan tegas kepadanya.
“Apa perdulimu mereka anak siapa?! Kenapa? Apa kau pikir mereka anakmu?!” jawab Irene dengan begitu ketus saat kembar sudah masuk kedalam mobil.
“Aku tidak bermak— lupakan! Aku hanya ingin memastikan, apakah mereka adalah an—”
“Bukan. Mereka bukan anakmu!”
Malam terasa sunyi dengan ramainya jalur lalu lintas ibu kota pada malam hari ini. Namun bagi mereka, bagai berada dalam sebuah ruang hampa, tatapan serta raut wajah Irene membuat Hendrik hanya dapat berdiri kembali diam membeku dan memandang Irene penuh tak percaya.
Genggaman tangan Hendrik pun terlepas membiarkan Irene memalingkan diri dan berjalan masuk kedalam mobil begitu saja. Tak kuasa akan kejutan yang hadir dalam satu hari yang sama semenjak kedatangannya ke Dallas untuk melakukan bisnis, Hendrik benar-benar bagai hilang akal saat ini.
Tak ingin mencari masalah dan turut campur dalam urusan rumah tangga mereka, Collin hanya dapat menepuk pundak Hendrik pelan seraya berjalan masuk kedalam mobil dan mengendarai mobilnya pulang ke rumahnya.
“Kau, tidak apa-apa? Kejutan hari ini benar-benar tidak terduga,” tanya Bastian, assisten pribadi serta manager kepercayaan Hendrik. Mengamati dari kejauhan, Bastian cukup mengerti keadaan yang terjadi saat ini.
“Menurutmu, kedua anak itu adalah anakku?” tanya Hendrik dengan nada lirih.
“Aku tahu kau penasaran, tapi mantan istrimu berkata mereka bukanlah anakmu,” balas Bastian dengan tegas seperti biasanya.
“Tidak, tidak ... usia kedua anak itu sepertinya masih kecil, dengan jarak perceraian kami, apa menurutmu Irene cukup waktu menjalin hubungan dengan pria lain? Kau juga tahu Irene wanita seperti apa, bukan?” balas Hendrik dengan begitu serius berkata pada Bastian.
“Lalu kau mau apa? Menyelidiki mereka? Aku tidak keberatan, tapi apa kau tahu? KARENA MENEMANIMU, AKU PUTUS DENGAN PACARKU!” Bastian menarik jas Hendrik, menatap dengan mata berkaca-kaca menahan tangisnya karena tahu kebiasaan Hendrik yang keras kepala.
“Ka-kau putus? Sungguh? Kenapa?” tanya Hendrik dengan polos.
Bastian melangkah kesal meninggalkan Hendrik begitu saja yang saat ini terlihat kebingungan akan sikapnya. Semenjak bercerai dari Irene dahulu, Hendrik bagai bulldozer kejam menghabiskan seluruh waktunya untuk bekerja bagai lupa dengan sekitarnya.
Tentu bagi Bastian yang masih melajang, hal ini sangat mempengaruhi kehidupan percintaannya karena selalu gagal dan gagal, namun kepekaan Hendrik benar-benar diambang batas pemahamannya.
“Jadi mau kemana sekarang? Apa kau yakin ingin menyelidikinya?” tanya Bastian pada Hendrik begitu sampai di dalam mobil, melaju menuju hotel penginapan mereka.
“Ya, tapi bawa aku ketempat biasa. Ada orang yang harus aku temui disana,” balas Hendrik sembari memeriksa layar handphonenya.
Bastian kembali melaju cepat memutar arah menuju sebuah bar di tengah kota. Hendrik ternyata memiliki kenalan yang bisa membantunya menyelidiki Irene dan kembali berbicara serius. Jujur bagi Bastian yang juga berhutang permintaan maaf pada Irene kala itu, tindakan Hendrik kali ini sangat ia dukung sepenuh hatinya, di tengah pekerjaan yang menumpuk.
***
“Mommy, you look sad ... don’t cry Mommy,” ucap Xavia lembut dengan mengusap lembut air mata Irene yang tanpa sengaja menitik.
“Ren, jika Kakak boleh memberikan pendapat, bagaimana jika kau mem—”
“Jangan sekarang Kak, kita bicarakan begitu sampai di rumah.”
Tatapan Irene kini menjurus pada Xander tak kala tangan satunya memeluk Xavia. Tatapan Xander begitu serius seolah terlihat kemarahan dalam tatapannya saat ini. Irene seketika tersenyum dan memeluk Xander karena tahu akan sifat Xander yang begitu menjaganya.
Xavia dan Xander memang sangat berbeda meski mereka kembar dan meski baru mau menginjak usia lima tahun. Xander selalu bersikap layaknya orang dewasa karena merasa perlu melindungi ibunya yang berjuang seorang diri untuknya serta adiknya, Xavia.
Melihat itu tentu membuat Irene merasa sedih karena anak seusianya seharusnya tidak perlu berprilaku seperti ini dan menikmati waktunya dengan bermain, tapi Xander benar-benar terlarut dalam perasaannya dengan pikiran polos yang membuat siapa pun pasti jatuh hati padanya.
Sesampainya di rumah percakapan pun terjadi dengan Irene yang menidurkan kedua kembar terlebih dahulu. Terduduk bagai berada di ruang sidang, Irene hanya berkali-kali menghembuskan nafas panjang seolah dirinya pun bingung menghadapi kejadian yang tak terduga.
“Nak, apa yang akan kau lakukan dengan Hendrik yang akhirnya mengetahui keberadaanmu, bahkan ia pun melihat kembar, bukan begitu?” tanya Nenek Emma dengan raut wajah menenangkan mencoba agar Irene tidak terlalu tertekan.
“Nek, Irene pun ... tidak tahu. Tapi, satu hal yang pasti yaitu Irene tidak akan memberitahu padanya bahwa kembar adalah anaknya!” sahut Irene dengan gugup namun cukup tegas.
“Sist ... biar bagaimana pun Hendrik adalah ayah kandung mereka. Darah Hendrik ada di dalam tubuh mereka, baik kau suka atau tidak! Aku takut jika kau me—”
“Tak apa Kak, biar Irena yang menanggung semua ini. Sejak awal memang harus Irenelah yang bertanggung jawab bukan?” balas Irene tersenyum lirih.
Terdiam tak dapat lagi membalas perkataan Irene, mereka pun hanya dapat pasrah akan keputusan yang Irene ambil, meski dalam hati mereka ada rasa penolakan namun juga penerimaan. Dan bagi Irene sendiri, kehadiran Hendrik saat ini tidak lain hanya sebagai investor utama dalam proyek kerjanya dan tidak memiliki arti lainnya.
Keesokan harinya Irene datang ke kantor seperti biasa dengan Hendrik yang kembali hadir untuk bertemu dan membahas kembali dengan perwakilan dari pihak jasa konstruksi. Pembicaraan pun berlangsung normal dan profesional, di mana Irene dapat menjelaskan dengan sangat baik hingga pekerjaan berjalan lancar.
Di tengah itu, kejadian tak terduga kembali hadir tak kala CEO dari perusahaan tempat Irene bekerja bernama Luke, kembali selepas melakukan perjalanan bisnis. Ia pun langsung menyapa dan berdiskusi dengan Hendrik layaknya sesama CEO perusahaan besar yang mempuni.
Pada jam istirahat siang, Luke terlihat menghampiri ruangan Irene dan dengan tanpa malu memeluk dan mengecup pipi Irene bagai sepasang kekasih dihadapan semua orang. Irene yang terlihat terkejut langsung menjaga jarak dan mencoba untuk mengatur pandangannya dari Luke.
Jelas terlihat penolakan yang dilakukan Irene saat ini pada Luke karena merasa tidak nyaman atas tindakan Luke yang dianggap tidak sopan. Hendrik begitu memperhatikan mereka dari jauh dan mencoba untuk memastikan bahwa apa yang di pikirannya saat ini adalah benar.
“Jika berkenan, bagaimana jika kita makan malam bersama?” tanya Hendrik secara tiba-tiba saat memasuki ruangan tengah kantor.
“Tentu, tentu ... kebetulan aku sudah menyiapkan tempat untukku dan Irene untuk makan malam, bergabunglah dengan kami,” balas Luke dengan tersenyum bangga dan berlalu pergi meninggalkan ruangan, diikuti Irene dan Giselle dibelakangnya.
Hendrik membalas senyuman itu dengan berjalan mengikuti mereka semua dari belakang. Terlihat Irene sangat tidak nyaman dengan merangkulkan tangannya pada Giselle yang juga terlihat melindunginya. Tatapan Hendrik sedikit pun tidak terlepas dari Irene saat ini.
“Kau ... adalah kekasihnya?” tanya Hendrik pada Irene, sesaat sebelum masuk kedalam mobil.
“Apa urusanmu?! Pak Hendrik, sebaiknya anda menjaga sikap. Kita adalah rekan kerja, jadi jangan sampai melewati batas satu sama lain,” balas Irene begitu ketus, saat berjalan masuk kedalam mobil Luke.
Hendrik terdiam seketika dengan hanya membiarkan Irene melaju bersama Luke menggunakan mobilnya. Hendrik menatap serius hingga tanpa sadar Bastian pun sudah menunggunya di dalam mobil dan ia pun mengikuti arahan mobil Luke yang berkendara di depannya.
“Jadi ... dia adalah kekasih Luke?” tanya Bastian sembari mengemudikan mobil.
“Irene tidak menjawab, juga tidak menolaknya. Tapi jika melihat dari reaksinya, sepertinya Irene tidak memiliki perasaan pada Luke,” jelas Hendrik sembari menatap kearah luar jendela.
“Jadi, apa yang akan kau lakukan sekarang?” balas Bastian kembali bertanya.
Pertanyaan yang menyisakan jawaban yang membingungkan. Tak kala hati merasa ragu dengan penolakan yang dilakukan, kesempatan seperti apa yang akan hadir dalam kisah ini jika terus dilanjutkan?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
kenapa hendrick bisa menceraikan Irene thour, kelihatannya hendrick ngk merasa berbuat menceraikan, jadi penasaran 🥸
2025-03-01
0
Nadhira Alfia Nisa
mantappp, makin seruuu
2023-12-09
1
dinda anissa
mantap thor! lanjutkan!
2023-12-04
0