Sedangkan Ardian masih diam terpaku. Melihatku dibawa Radit berjalan kearah keluar. Hesty dan Naura pun menghampiri Ardian. Mencoba menguatkan Ardian yang entahlah bagaimana perasaan nya saat itu.
" Ardian, kamu yang sabar ya. Udah kamu percaya aja sama Aisyah. Lagian kan kita gak tau jelas ada hubungan apa antara cowok itu sama Aisyah." ucap Naura menenangkan.
" Iya, udah kamu tenang aja. Nanti coba aku bantu cari tahu ke Aisyah. Tapi janji kamu jangan sakiti Aisyah. Soalnya aku tahu kamu playboy no Wahid." ucap Hesty.
" Eh btw, kamu mau balik dulu apa gimana nih. Tapi kalo ngliat keadaan kamu mending kamu balik aja deh. Obatin noh wajah kamu yang udah kayak gitu." ucap Hesty yang menatap banyak luka lebam di wajah Ardian.
" Gue balik aja dulu, thanks ya. Dan maaf gara-gara gue rencana kalian jadi hancur. Tapi gpp kalo gue balik duluan?" tanya Ardian.
" Udah Sono balik duluan, kita gpp kok." ucap Naura kembali yang diangguki oleh Hesty.
Akhirnya Ardian memutuskan untuk pulang dulu menyusul Radit dan aku. Sedangkan Hesty dan Naura melanjutkan mencari bahan tugas pak Harun.
Ditempat lain, Radit melajukan motornya menuju kearah rumah ku. Aku pun merasa heran, karena setahu ku tujuan awal kami adalah rumah Mbah uti.
" Radit, katanya tadi mau kerumah uti. Kok ini kita kearah rumah ku?"tanyaku.
" Kamu gak lihat muka aku kayak gini"jawab Radit dengan suara sedikit berteriak.
" Salah sendiri ngapain juga pake acara berantem. Sekarang liat tuh muka kayak apa." ucapku sedikit sebal.
" Udah besok-besok aku nggak mau kamu anterin lagi. Sebel....sebel ......sebel. Au........" tanpa sengaja luka di sudut bibirku terasa nyeri.
Seketika motor Radit berhenti saat Radit mendengar rintihanku.
" Ais, kamu kenapa? Sakit banget ya, tunggu bentar lagi nyampek rumah kok. Apa perlu kita ke rumah sakit?" tanya Radit khawatir.
Radit mengelus luka di sudut bibirku tanpa ia sadari. Jarak kami pun sangat dekat, aku bisa melihat raut kekhawatiran dan penyesalan tercetak jelas di wajahnya. Tanpa sengaja tatapan mata kami pun bertemu. Dapat kulihat dari mata Radit terpancar sesuatu yang tidak asing yang bisa kurasakan.
Hingga Radit yang tersadar memalingkan wajah nya. Dan kemudian kembali melajukan motornya pulang ke rumah.
Beberapa menit kemudian, sampai lah aku didepan rumah ku. Motor Radit berhenti di garasi rumah ku. Lalu aku pun masuk kerumah yang di ikuti Radit di belakang ku.
Aku langsung menuju ruang ke dapur hendak mengambil minum, air hangat dan kain bersih juga kotak obat. Setelah mendapatkan apa yang ku butuhkan. Aku kembali ke ruang keluarga. Di sana terlihat Radit sudah duduk bersandar di sofa.
Aku melangkah mendekati Radit.
" Nih, kamu minum dulu." ucapku menyerahkan segelas air.
Radit menerima air itu dan langsung meneguknya hingga habis. Lalu aku duduk disebelahnya.
" Hadap sini, biar aku obatin luka kamu." tanpa basa basi aku mengobati luka di wajah nya dan beberapa luka pada telapak tangan nya.
Radit hanya diam menurut saat aku mencoba mengobati lukanya. Karena rasa kekesalan ku pada Radit, tanpa sadar aku lampiaskan dengan menekan luka nya dengan cukup keras.
" Aduh......ikhlas gak sih ngobatin nya." ucapnya protes.
" Lagian siapa yang suruh berantem sih, tadi aja lagak nya kayak jagoan. Masa diobatin gini aja udah protes." omel ku sambil terus mengobatinya.
" Udah deh, cepetan obatin nya. Pelan-pelan sakit tau" ucapnya.
Setelah selesai mengobati luka Radit, lalu aku mengobati luka ku. Agak sedikit kesusahan,tapi aku mencoba mengobatinya.
Radit yang melihat aku kesusahan saat mengobati luka ku. Segera mengambil alih obat itu dan mengobati luka ku.
Aku hanya diam melihat Radit mengoleskan obat pada luka di sudut bibirku. Mataku tak bisa lepas memandangi wajah Radit. Jantungku kembali berdetak kencang.
" kenapa sih aku deg-degan banget kalo Deket Radit kayak gini, apa jantung aku bermasalah ya?" ucapku dalam hati.
" Ais.... Aisyah....kamu kenapa kok diam." tanya Radit menyadarkan ku.
" Gak papa ....em gak papa. Cuma lagi mikirin bunda. Iya mikirin bunda" ucapku gugup.
Aku pun membereskan kotak obat dan juga air hangat dan kain bersih yang selesai digunakan. Lalu cepat-cepat pergi meninggalkan Radit menuju dapur.
Setelah sampai dapur, dan meletakkan barang-barang tadi ketempat semula. Aku menyadarkan tubuh ku ke tembok.
" aku kenapa sih?kok kayak orang aneh." ucapku.
Disaat aku sedang memikirkan tentang apa yang kurasakan tiba-tiba terlintas nama Ardian juga kedua teman ku.
" Astaghfirullah, aku lupa belum. Gimana keadaan Ardian sekarang. terus Naura sama Hesty gimana punya kabar. Kok bisa sampai lupa sih" ucapku sambil menepuk dahiku.
" lah iya aku belum telpon bunda juga, pasti bunda nungguin aku." ucapku lagi.
Lalu aku kembali keruang keluarga hendak mencari ponsel dalam tas ku. Saat aku sudah berada di rumah keluarga terlihat Radit sudah merebahkan tubuhnya di sofa panjang. Mungkin karena sangking lelah dan mengantuk. Aku melangkah sepelan mungkin supaya tidak membangunkan Radit.
Setelah mendapatkan apa yang aku cari. Aku bergegas pergi menjauh membiarkan Radit yang sudah terlelap.
Aku pergi menuju kamar ku , untuk membersihkan diri. Setelah itu mengerjakan shalat ashar karena waktu ashar sudah hampir habis.
Kemudian ku rebahkan tubuhku di atas kasur. Terdengar suara perut ku yang keroncongan karena dari sepulang sekolah aku belum ngisi perutku. Akhirnya aku putuskan untuk menunda istirahatku lalu turun kebawah untuk memasak makanan.
Namun sebelum itu, aku menelpon bunda untuk mengabari bahwa aku sudah berada di rumah. Sesudahnya aku pun tak lupa untuk mengabari Ardian dan juga kedua teman ku.
Setelah selesai, aku berjalan menuju ke dapur untuk memasak. Butuh waktu satu jam untuk menyiapkan makanan. Jangan tanya kenapa aku bisa memasak, yang pasti itu karena bunda yang sudah membiasakan aku untuk selalu ikut mambantu di dapur.
Setelah semua makanan tersaji diatas meja makan. Lalu aku berjalan menuju ruang keluarga dimana Radit berada.
" Radit, ayo bangun. Ayo makan, emang kamu gak laper apa. " ucapku mencoba membangunkan Radit.
Tidak ada respon dari Radit. Aku pun kembali mencoba membangunkannya lagi. Dengan menggoyangkan tubuhnya.
" Radit cepetan bangun, kebo banget sih. bangun nggak, kalo kamu gak bangun. Aku siram pakai air nih." ucapku lagi.
Tapi Radit masih belum merespon. Lalu aku dekatkan wajahku untuk melihat lebih dekat ke wajah Radit.
Karena sangking dekatnya, aku bisa merasakan nafas halus Radit. Hingga jarak kami sangat dekat. Dan pada detik itu juga tiba-tiba Radit membuka matanya. Kamipun saling menatap satu sama lain. Untuk beberapa saat aku terpaku tak bergerak.
Hingga bunyi dering ponsel Radit menyadarkan kami. Radit meraih ponsel yang berada di sakunya. Lalu beranjak dari tidurnya,kemudian dia terlihat menekan tombol hijau menerima panggilan di ponselnya.
Sedangkan aku pergi menuju ke rumah makan. Karena tak ingin menganggu Radit yang sedang sibuk dengan ponselnya. Sambil menunggu Radit, aku putuskan duduk diam di meja makan.
" Maaf lama nunggu ya" ucapnya sambil berjalan menuju tempat duduk di depanku.
" Iya gpp,kamu mau aku bantu ambilkan makanan apa kamu mau ambil sendiri." tawarku.
" Nih piringnya" ucapnya menyerahkan piring padaku.
" Seberapa nasinya?" tanyaku lagi.
" Sedikit aja" jawabnya.
Ku letakkan sedikit nasi di atas piringnya. Lalu ku arahkan sendok ke arah lauk. Ia hanya merespon dengan mengangguk. Setelah itu kuserahkan kembali piringnya kembali. Sekarang ganti aku yang mengisi piringku. Tanpa memedulikan Radit, aku segera melahap seluruh makanan yang berada di piringku.
" ini enak banget sumpah. Kamu yang masak Ais?" tanyanya disela-sela menikmati makanannya.
" Emang nya di rumah ini ada orang lain selain aku Sama kamu" tanya ku kembali.
" Dirumah ini gak ada pembantu" ucapku lagi.
Nampak Radit sangat menikmati makanannya. Hingga Radit meminta mengisi kembali piringnya.
" Kamu itu laper apa doyan sih dit. Santai aja kali makannya" ucapku heran dengan Radit yang begitu lahap.
Radit hanya diam saja tak menghiraukan ucapan ku. Dia masih asyik menikmati makanannya.
Setelah dirasa cukup kenyang, dan Radit pun sudah menyelesaikan makanannya. Lalu kubereskan Sisa-sisa makanan dan juga piring kotor.
Sedangkan Radit yang hendak membantuku. Urung membantu karena terdengar dari luar , seperti ada yang memencet bel pintu.
Aku yang akan beranjak untuk melihat siapa orang yang memencet bel dicegah oleh Radit.
" Kamu terusin aja, biar aku yang lihat ke depan. Biar cepat selesai, soalnya udah masuk waktu Maghrib" ucap nya berlalu.
Aku hanya mengangguk dan meneruskan kegiatan ku. Beberapa menit kemudian setelah selesai membereskan meja makan dan mencuci piring kotor. Aku berjalan hendak menghampiri Radit dan melihat siapa yang datang.
" Radit, siapa yang datang? Kok gak disuruh masuk." teriak ku sambil berjalan mendekati Radit.
" Yang...." ucap sosok dibalik badan Radit yang sepertinya aku kenal dengan suara itu.
" Loh Ardian kamu disini?" tanyaku sambil menyingkirkan Radit.
" Aku cuma mau tau kabar kamu yang, dan juga mau minta maaf masalah di mall tadi." ucap Ardian.
" emm, gak enak ngobrol di depan pintu begini. Gimana kalo kita ngobrol di teras aja." ucapku sambil nunjuk teras rumahku.
" Aisyah...." ucap Radit menarik tangan ku.
Aku abaikan panggilan Radit, dan berjalan menuju teras rumah yang diikuti Ardian.
" Darimana kamu tau rumahku, aku kan tadi udah kasih tau kamu aku gpp." ucapku.
" Aku tau alamat kamu dari Hesty. Aku gak bisa tenang yang kalo gk liat kamu dengan mata kepala ku sendiri" ucap Ardian khawatir.
" Walaupun kamu bilang gpp, tapi tetep aja yang aku khawatir sama kamu." ucap Ardian lagi sambil memegang tanganku.
" aku beneran gpp, lukanya juga gak terlalu sakit dan udah diobati. Besok juga udah ilang bekasnya." ucapku menenangkan Ardian.
" Aku mau minta maaf, aku tadi hanya cemburu ngeliat kamu Sama cowok itu terlalu dekat." ucapnya menjelaskan.
Radit hanya diam mendengarkan.
" Aku sama Radit gak ada hubungan apa-apa. Radit anak sahabat orangtuaku. Rumah kamu pun bersebelahan. Kamu yang tenang, jangan tersulut emosi yang pada akhirnya banyak orang yang dirugikan termasuk kamu." jelas ku.
Ardian nampak tenang setelah mendengarkan penjelasan ku. Tapi berbeda halnya dengan Radit, karena wajah berubah seperti menahan amarah. Walaupun begitu dia masih setia mengawasi dari pintu.
Setelah beberapa menit pembicaraan antara aku Ardian. Harus segera disudahi, karena mengingat aku belum melaksanakan kewajiban ku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments