Menikahi Pengasuh Si Kembar
“Lala, ibu berangkat kerja dulu, jangan lupa buatkan sarapan untuk adikmu !” ucap Resti setengah berteriak dari luar pintu. Wanita paruh baya itu harus ikut membanting tulang setelah menjanda setahun ini untuk sesuap nasi. Meski pekerjaan yang ia geluti gajinya tak seberapa paling tidak bisa untuk memenuhi kebutuhan mulut. Resti bekerja sebagai buruh cuci di sebuah rumah milik majikannya tak jauh dari tempatnya tinggal. Padahal Lala sudah meminta agar ibunya tak bekerja, tapi ibunya bilang badan akan pegal – pegal jika diam saja di rumah. Lala tak bisa mencegah keinginan ibunya untuk tetap bekerja. Ia harus berangkat pagi – pagi sekali. Melihat jam di di dinding masih menunjuk pukul 5 lewat 15 menit.
“Iya, Bu!” sahut gadis yang lahir 23 tahun lalu itu sambil menggosok baju seragam milik Bisma. Meski Lala juga bekerja ia tak lupa untuk membantu ibunya untuk menyelesaikan pekerjaan rumah. Selesai menyetrika, Lala menggantung seragam merah putih itu di tembok. Gadis dengan perawakan tinggi dan berkulit kuning langsat itu berjalan menuju dapur sambil menguncir rambut panjangnya ke atas.
“Bisma, bangun, hari ini jadi upacara bendera tidak !” teriak Lala begitu melewati kamar Bisma. Merasa tak mendengar sahutan, Lala memasuki kamar adiknya. Dilihatnya bocah laki – laki itu masih terpejam sambil memeluk guling.
Lala mengukir senyum, tak disangka waktu bergulir begitu cepat. Dulu Bisma masih terlihat kecil dan belum sekolah. Lala yang sering memandikan dan menyuapi ketika makan, dan kini Bisma sudah duduk di bangku kelas 2 SD.
Lala mendekati ranjang adiknya, duduk dan mengangkat tangganya. Mengusap lembut pucuk kepala nya dan berbisik. “Bisma, hari ini upacara bendera kan, ayo bangun!”
Bisma langsung membuka matanya, “Iya,” bangkit dan mengedarkan pandang. Melihat jam sudah menunjuk pukul setengah 6. “Ibu, sudah berangkat kerja ya Mbak Lala?” tanya Bisma lantaran yang membangunkan dia, kakaknya bukan ibunya.
Lala mengangguk, “Iya, cepatlah mandi. Mbak mau bikin sarapan untukmu.” Lala beranjak.
“Aku mau telur mata sapi.” Ujar Bisma mengutarakan keinginannya.
“Beres.” Lala merapikan selimut dan seprei setelah itu berjalan menuju dapur.
Meski masakan sederhana, Bisma selalu menghabiskan makanannya kecuali sayur, baginya sayur itu adalah makanan tak enak sepanjang sejarah. Lala menyiapkan bekal juga untuk Bisma bawa ke sekolah.
.
“Mbak Lala ...!” teriak Bisma dari balik pintu kamarnya. Suara keras itu tentu saja membuat si pendengarnya kepanikan.
Lala yang baru saja selesai mandi dan berdandan mendengar teriakan Bisma pun menjadi panik. Lala mempercepat langkahnya menuju suara teriakan adiknya.
“Bisma, ada ap ....” Mulut Lala menganga seraya membola kedua bola matanya. Bisma mengalami pendarahan hebat di hidungnya. Seragam putih yang baru saja ia kenakan berubah menjadi merah akibat tetesan darah di hidung.
“Ya Allah, Bisma, kamu mimisan lagi!” Lala menarik tisu di atas nakas untuk menyumbat hidung Bisma. Biasanya yang keluar darah hidung sebelah kanan, pagi ini gantian sebelah kiri. Sudah hampir 2 tahun ini Bisma mengalami mimisan, tapi tidak sesering dan separah akhir – akhir ini. Seminggu sekali pasti Bisma mimisan, entah itu pagi hari atau pun menjelang tidur.
Seringkali ia mengalami mimisan, saat di bawa ke puskesmas, petugas kesehatan memberitahukan kalau Bisma kekurangan nutrisi yang terdapat pada sayuran hijau. Resti sudah sering menasehati Bisma agar makan sayur, tapi selalu saja ia tolak.
“Kepalaku pusing, Mbak,” Bisma mengeluh sambil memegang kepalanya. Kedua matanya juga tampak sayu.
Lala mengambil beberapa tisu untuk menyeka sisa darah yang keluar. “Ganti baju dulu, setelah itu kamu tiduran saja. Biar mbak nanti mintakan izin ke wali kelas untuk tidak masuk sekolah.” Saran Lala.
Bisma menurut. Lala membantu melepas kancing seragam satu persatu. Mengambil baju ganti di lemari. Untuk selanjutnya Bisma bisa meneruskan sendiri. Lala melihat piring makan Bisma yang belum tersentuh. Lala menyuapi Bisma dengan telaten meski bocah berambut klimis itu selalu menolak lantaran tak selera makan.
Lala mengambil obat sisa periksa ke puskesmas beberapa hari yang lalu dan segelas air putih. “Ini, diminum obatnya setelah itu istirahatlah!” Lala menyodorkan obat lalu membantu Bisma meminumnya.
Bisma tahu jika kakaknya akan bekerja, ia tak ingin menjadi beban keluarganya. “Mbak Lala berangkat kerja saja, aku berani kok di rumah sendiri.”
Lala sebenarnya tak tega meninggalkan sang adik yang sakit begitu saja sendirian di rumah. Tapi, hari ini di tempat kerjanya akan sangat sibuk. Menimbang perkataan Bisma, Lala pun memutuskan untuk tetap pergi. Lagi pula, ibunya siang sudah ada di rumah dan Bisma sudah meminum obat nya yang kemungkinan tidak akan terjadi apa – apa lagi dengannya.
“Baiklah. Mbak pergi dulu. Kamu baik – baik di rumah. Kalau terjadi apa – apa segera kabari ya,” Lala mengulas senyum sambil mengusap lembut pucuk kepala bocah berusia 8 tahun itu. Lala sangat menyayangi keluarga kecil nya. Gaji Lala memang tak banyak tapi cukup untuk biaya berobat sewaktu – waktu Bisma kambuh lagi.
Lala mengendarai motor matic nya untuk sampai ke tempat kerja. Tiba – tiba saja motornya mati mendadak di tengah perjalanan. Lala sangat panik lantaran jam sudah lewat setengah jam dari jam masuk kerja. Lala baru tahu jika motornya kehabisan bensin. Terlihat dari arah nya berhenti kurang lebih 50 meter ke depan jalan ada pom mini. Lala menuntun motornya untuk sampai ke pom mini. Susah payah ia melakukannya, meski sedikit pegal di beberapa bagian kakinya.
“Apes banget nasibku hari ini,” Gumamnya sambil menuntun motor. Akhirnya Lala sampai juga di pom mini.
Saat akan melakukan pembayaran, Lala mencari keberadaan dompet nya. Di tas, di saku dan di dalam motor ternyata semua tempat tidak ia temukan. Lala mengaku jika dompet nya tertinggal di rumah. Ia ingat meletakkan dompet nya di atas nakas saat mengambil tisu untuk Bisma.
“Dompetku tertinggal!” panik Lala.
Betapa marahnya sang pemilik pom mini yang merasa ditipu oleh Lala. Wanita paruh baya itu mengomel panjang lebar. “Dasar anak zaman sekarang, gratisan saja maunya. Sekarang apa – apa mahal. Pokoknya aku tidak mau tahu kamu harus membayarnya. Jika tidak aku akan menghukummu!” Lala hanya pasrah mendengarnya. Sebagai ganti pembayaran, Lala disuruh mencuci 2 motor miliknya. Lala terpaksa melakukan pekerjaan itu agar bisa pergi dari sana.
Satu jam berlalu, akhirnya Lala tiba di sebuah restoran berbintang Empat. Lala segera memarkir motornya dan setengah berlari untuk bergabung bersama teman – temanya. Sang Maneger tahu keterlambatan Lala dan menegurnya habis – habisan. Lala yang sebagai karyawan biasa hanya bisa menundukkan kepala. Lala mengaku menyesal dan tidak akan mengulangi lagi.
Beberapa tamu sudah datang dan mengambil tempat di restoran itu. Para pramusaji hilir mudik menyajikan berbagai menu di meja.
“Auww !” pekik salah satu tamu wanita saat bagian dadanya tersiram minuman dingin. Wanita cantik itu menghentikan obrolannya bersama sang kekasih.
“Maafkan saya, Nona ! Saya akan membersihkan baju Anda.” Lala terlonjak kaget bukan main. Ia teramat ceroboh membawa nampan hingga salah satu gelasnya terguling dan isinya mengotori baju wanita dengan rambut panjang sepinggang. Lala meletakkan nampan lalu mengambil tisu dan hendak membersihkan baju wanita itu.
Wanita itu menahan pergelangan tangan Lala. “Singkirkan tangan kecilmu ini yang justru malah mengotori baju mahalku!” cerca wanita itu diiringi tatapan tajam.
Lala menatap mata tamunya yang ternyata ia melihat sorotan kebencian dari sana. Lala membungkukkan badan dan terus mengucapkan kata maaf.
“Manager!” teriak wanita itu dan seketika Manager datang.
“Nona Olive, ada yang bisa saya bantu?” tanyanya penuh hormat. Ternyata wanita bernama Olive itu adalah kekasih dari Joe Salman, seorang CEO yang kondang akan mendanai perbaikan restoran.
“Lihat karyawan ini, dia telah mengotori baju mahalku ! Aku tidak ingin melihat gadis ini berada di depanku sekarang juga .”
Manager menatap geram ke arah Lala. Lala belum berubah masih membungkukkan badan. Setelah manager memanggil namanya, Lala meluruskan punggungnya.
“Lala, sejak awal tadi kamu sudah datang terlambat dan sekarang kamu membuat onar dengan tamu yang sangat kami mulyawan kedatangannya. Aku sudah tidak sanggup membiarkan ini terjadi lagi. Mulai detik ini kamu dipecat.”
Lala menganga lebar tak percaya. “Pak manager, tolong jangan pecat saya! Saya sangat membutuhkan pekerjaan ini Pak!” Lala menghadap ke arah Olive yang tengah menyaksikan berakhirnya Lala. “Nona, ku mohon maaf kan saya, saya memang tidak sengaja menumpahkan minuman.” Namun Olive seolah tuli dan memilih pergi dengan angkuh.
Lala sudah mengiba namun nasibnya harus berhenti di sini. Lala meninggalkan tempat yang selama 3 tahun ini memberi kehidupan padanya.
“Loh, Mbak Lala kok udah pulang?” tanya Bisma, padahal jam belum masuk waktu dhuhur tapi kakaknya sudah tiba di rumah. Bisma mengamati kepulangan Lala dengan tangan kosong. Biasanya Lala pulang membawakan makanan dari restoran.
“Mbak dipecat.”
.
“Mila, Milo berhenti bertengkar, sebentar lagi kita melewati jalanan yang menanjak !” tegur Soni sang papa yang sedang mengemudikan mobil.
Rachel menoleh ke jok belakang untuk membantu sang suami melerai keduanya. “Dengarkan nasehat papa, jika kalian berdua menganggu konsentrasi papa dan tak patuh, minggu depan kalian tak diajak pergi lagi.” Ancamnya berharap kedua anak kembar mereka tak membuat keributan.
Milo berhasil mendapatkan mainan yang dipegang Mila, dan Mila pun menangis. Suatu kebanggaan bisa menang.
Bocah kembar berusia 4,5 tahun itu akhirnya bisa diam setelah merasa capek dan mengantuk.
“Pa, awas !!!” teriak Rachel memperingatkan sang suami jika di depan ada sebuah mobil.
.
.
Hai reader semuanya, author membuat cerita baru dengan judul, "Aku menjadi dia untuk balas dendam." silahkan mampir !
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Diana Resnawati
mampir thor
2024-02-21
0
Dey
mm
2024-02-18
0
范妮·廉姆
Kak, novel kakak semua keren....!
semoga ak bisa jadi kakak yang readers nya banyak banget.
2024-01-13
2