Resti sampai kaget mendapati anak sulungnya memperlihatkan uang yang begitu banyak tatkala Resti selesai menjalankan sholat isya'.
"Masya Allah, Lala ! Kamu dapat uang sebanyak ini dari mana ? Jangan bilang kamu ...." Wanita yang masih memakai mukena itu menggantung ragu kalimatnya. Ingin menyangkal tapi tidak mungkin dalam hitungan 24 jam saja anaknya bisa mendapatkan uang sebanyak itu.
Kalaupun berhutang masa iya secepat ini cairnya ?
Lala tahu maksud ke arah mana pembicaraan ibunya itu. Lala mengambil kedua tangan ibunya lalu menggenggam dengan lembut. "Bu, aku tidak serendah itu. Pekerjaanku yang baru adalah mengasuh dua bocah balita dan memang kesepakatan gajinya di awal aku mulai bekerja. Uang ini cukup untuk membiayai operasi Bisma. Aku akan segera ke tempat administrasi. Ibu segeralah bicara sama dokter. Jika ditunda, aku takut terjadi sesuatu dengan Bisma." Lala menurunkan tangan Resti.
Resti mengangguk dan segera melepas mukenanya. "Ibu lipat mukena ibu dulu. Terimakasih Lala, kamu sudah berjuang untuk keselamatan adikmu!"
"Ibu tidak perlu bicara seperti itu. Kita adalah keluarga."
Lala menenteng tas berwarna coklat tua itu dengan langkah tergesa memasuki rumah sakit.
.
Pukul 20.00 Bisma sudah memasuki ruangan operasi lengkap dengan berbagai alat di tubuhnya.
Sementara Resti tak berhenti bergerak kedua bibirnya untuk mengucap doa pada sang illahi untuk keselamatan Bisma.
Lala merangkul pundak ibunya memberi kekuatan dan menghiburnya. "Operasi pasti akan berjalan lancar. Ibu tenang saja, Allah pasti akan memberikan yang terbaik untuk kita, karena Bisma adalah putra Ibu yang baik. Anak baik pasti akan mendapatkan pembalasan yang baik pula."
Resti menatap Lala lalu tersenyum. Seolah senyuman itu mengartikan kalau diri nya baik - baik saja dan Lala tak perlu khawatir.
Resti merasa bersalah juga mendapati Lala seperti sekarang. Seharusnya anak gadisnya ini sudah menikah dan hidup bahagia dengan suami. Tapi karena kerasnya hidup, Lala terpaksa harus bekerja untuk melayani keluarga kecilnya.
"Maafkan Ibu, Nak! Karena kamu terlahir dari keluarga kurang berada, kamu menjadi seperti sekarang." ucap Resti bersalah.
Lala mengukir senyum. Ia dapat merasakan kesedihan ibunya hanya dengan menatap wajah sang ibu. "Untuk apa Ibu bicara seperti itu. Aku menyukai pekerjaan baruku. Setelah ini aku akan tinggal menjadi pengasuh si kembar." Untuk mengisi kecemasan ibunya, Lala pun bercerita tentang sekelumit kehidupan si kembar.
Oma Bella sudah menceritakan semuanya pada Lala tentang si kembar bagaimana bisa senakal sekarang.
Seorang pria dengan setelan kemeja hitam merogoh ponsel lalu menghubungi atasannya untuk menyampaikan berita sesuai dengan yang apa ia lihat.
"Bagaimana, Johan?" tanya sang atasan. Kini Arfan tengah berada di kamar si kembar. Mereka terbangun lantaran haus.
"Pengasuh baru itu sekarang berada di rumah sakit. Ia menggunakan uang itu untuk biaya operasi adiknya." terang Johan menyampaikan apa yang ia dapati.
"Hem, informasi sudah cukup. Sekarang kamu boleh pergi dari sana. Jika ada sesuatu kabari aku lagi." perintah Arfan.
"Siap, Pak !" sahut Johan tegas dan segera meninggalkan RS DKT.
Sementara malam ini Mila belum juga terpejam. Ia merengek meminta pamannya untuk mendongeng.
"Om mana bisa bercerita!" Arfan mencoba menghindar dan mencari cara lain untuk menidurkan Mila. Mila memang sangat sulit penanganannya ketimbang yang satunya. Milo lebih cepat tidur jika ia merasa sangat mengantuk.
Mila mengambil buku yang awalnya sudah dibacakan Lala sore tadi dan menyodorkan pada Arfan. "Bacakan buku ini, Om ! "
"Baiklah." Arfan menerima buku itu dan memulai dari halaman depan. Baginya, membaca adalah hal yang tak sulit.
Jangankan cepat tidur, Mila malah meminta pamannya untuk membaca ulang. Arfan sudah tidak tahan lagi dan memilih segera pergi dari kamar si kembar. Mila pun mulai mendung dan tangisannya pecah.
Arfan mengabaikan itu dan ia rasa jika capek menangis Mila akan diam dan tidur sendiri.
Nyatanya hingga pukul setengah 10 Mila belum juga diam. Milo ikut terbangun dan menyumbat telinga dengan kedua tangannya. Oma Bella datang memasuki kamar si kembar, menenangkan Mila. Sekitar seperempat jam lamanya, Mila akhirnya diam dan tertidur dalam pangkuan Bella.
Oma Bella mendesah panjang setelah keluar dari kamar si kembar. Arfan mendapati sang mama yang menguap lebar. "Mama, segeralah istirahat !"
"Iya. Kemana Lala pergi ? Mama pikir setelah mendapatkan uang darimu ia akan tinggal di sini, tapi apa nyatanya? Ia malah kabur membawa pergi uangmu." tukas Bella sedikit sebal karena malam ini tak bisa tidur lebih awal. Besok pagi ia harus pergi untuk mengikuti arisan bersama teman - temannya.
"Lala bukannya kabur Ma, adiknya operasi malam ini. Dan dia sedang berada di RS menemani ibunya. " terang Arfan yang tak ingin ibunya berprasangka buruk terhadap pengasuh baru.
"Benarkah, lantas kapan ia akan kembali lagi ke sini?"
"Besok pagi."
.
Pagi sudah menjelang dan saatnya semua orang memulai rutinitas seperti hari - hari sebelumnya.
Si kembar sudah bangun. Keduanya berhamburan keluar kamar dan langsung menuju dapur. Di dapatinya bik Darsih mulai memasak.
"Den Milo dan Neng Mila sudah bangun, pasti kalian mau susu kan ?"
Si kembar kompak mengangguk. "Aku mau susu rasa coklat." ujar Mila menyampaikan keinginannya.
Milo tak seperti Mila yang seenaknya, Milo cenderung menerima saja.
Bik Darsih menyiapkan dua gelas dan memanaskan air di kompor. "Sebentar ya, bibik rebus dulu airnya." Sambil menunggu air masak, Bik Darsih menyiapkan susu. "Yah, susu coklatnya habis." Bik Darsih memperlihatkan bungkus kosong ke arah Mila.
Wajah Mila berubah cemberut.
"Susu nya yang rasa vanila saja ya," hibur Bik Darsih.
"Enggak mau. Aku maunya susu coklat !" Mila memberontak.
Mila pun mulai meraung dan menarik baju Bik Darsih.
"Mila, nanti kalau tokonya sudah buka kita beli sama - sama ya," hibur Milo.
Mila tetap saja tak terima dan itulah awal dari mogok nya si kembar.
Oma Bella sampai kewalahan menangani si kembar yang tiba - tiba rewel tak jelas. Susah di mandikan dan mogok sekolah. Kini si kembar sudah masuk di bangku TK A.
"Arfan !" teriak Bella berharap Arfan bisa membantu.
Sayangnya pria itu kini sudah berpenampilan rapi dan mana mau meladeni kedua keponakannya yang super ruwet.
"Mana Lala ? Panggil dia untuk segera datang!" Oma Bella sampai frustasi. Bagaimana tidak, ini sudah pukul 8 lewat dan ia terlambat datang di acara arisan lagi.
"Iya, Ma. Arfan coba hubungi dia." Tapi sayangnya, nomor Lala belum tersimpan di ponselnya. Dan dalam surat lamaran kemarin memang tidak tertera nomor Lala.
Arfan menghubungi Johan untuk memintanya mendatangi RS DKT. Sayangnya, Lala dan keluarga sudah pulang. Johan menyampaikan kabar itu.
Arfan menerima pesan dari Johan. Terpaksa Arfan harus menjemput Lala di rumahnya. Arfan mencatat alamat Lala dan bergegas menuju ke sana.
"Tu - tuan Arfan ! " pekik Lala tak percaya mendapati majikannya datang ke rumah.
"Cepat ikut aku. Si kembar rewel."
"Baik Tuan." sahut Lala dan bergegas meminta izin pada ibunya untuk ikut Arfan pulang. Resti tak sempat menemui majikan Lala lantaran sedang mengurus Bisma.
Saat akan menaiki mobil, Lala membuka pintu belakang dan duduk di sana.
"Pindah ke depan, aku bukan sopir !" titah Arfan seraya melihat wajah Lala dari cermin.
"Hah !" Lala dibuat nya tersentak dan bergegas keluar lalu pindah di samping Arfan.
Arfan mulai melajukan mobilnya.
Berdua bersama pria tampan tentu saja membuat hatinya tak karuan. Lala berusaha bersikap sopan, ingin rasanya mengajak ngobrol tapi ia tahu batasannya.
"Berapa nomor ponselmu?" tanya Arfan teringat ia belum menyimpan nomor pengasuh itu.
"Hah !" Lala sontak menoleh ke arah Arfan.
"Hah heh hah heh, berapa nomor ponselmu ? Aku kesulitan untuk menghubungimu. Di surat lamaranmu kemarin, kamu tidak mencantumkan nomor ponsel."
Lala menjadi kikuk dan malu untuk menjawabnya. "Maaf Tuan, saya tidak punya ponsel. Saya baru saja menjualnya dan belum sempat beli lagi." terang Lala agar Arfan tak salah sangka.
Arfan pun memahami keadaan Lala dan tak ada obrolan lagi setelah itu.
Sesampainya di rumah. Lala membujuk si kembar dan mengajaknya membeli es krim. Kebetulan ada penjual es krim lewat.
"Bagaimana rasanya?"
"Es krim, enak !" seru mereka berdua.
Lala sengaja menunggu es krim milik Mila habis setelah itu ia mengajak bicara.
"Oh, iya, Mbak Lala boleh bertanya tidak ?"
"Tanya aja Mbak." sahut Mila dengan mulut belepotan.
"Kenapa hari ini kalian bolos sekolah?" Lala tampak memperhatikan Mila yang ia dengar dari oma Bella, Mila lah yang paling sulit diatasi.
"Bik Darsih jahat." sahutnya spontan.
"Loh, jahat kenapa?" Lala sampai terlonjak kaget, bagaimana jika seandainya Lala berada di posisi Bik Darsih. Kejahatan apakah yang Mila maksud?
"Bik Darsih nggak mau buatin aku susu coklat." sahutnya sambil terus menjilati es krim.
"Kan susu rasa lain masih ada, misalnya punya Milo."
"Mila nggak mau rasa vanila, Mbak." yang menyahut Milo.
"Oh, begitu," bibir Lala membulat.
"Mila, es krimnya sudah habis yuk kita pulang." ajak Lala yang mulai berdiri diikuti Milo.
"Nggak mau. Aku mau lagi."
"Hah, lagi?" Padahal Mila sudah habis 3 cup es krim.
.
.
.
Apakah Lala bakal membelikan lagi es krim buat Mila ?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Wiwik Retno Eni
lanjut,demangat
2023-12-30
1
LISA
Menarik jg ceritanya
2023-12-26
1