“Lala, ibu berangkat kerja dulu, jangan lupa buatkan sarapan untuk adikmu !” ucap Resti setengah berteriak dari luar pintu. Wanita paruh baya itu harus ikut membanting tulang setelah menjanda setahun ini untuk sesuap nasi. Meski pekerjaan yang ia geluti gajinya tak seberapa paling tidak bisa untuk memenuhi kebutuhan mulut. Resti bekerja sebagai buruh cuci di sebuah rumah milik majikannya tak jauh dari tempatnya tinggal. Padahal Lala sudah meminta agar ibunya tak bekerja, tapi ibunya bilang badan akan pegal – pegal jika diam saja di rumah. Lala tak bisa mencegah keinginan ibunya untuk tetap bekerja. Ia harus berangkat pagi – pagi sekali. Melihat jam di di dinding masih menunjuk pukul 5 lewat 15 menit.
“Iya, Bu!” sahut gadis yang lahir 23 tahun lalu itu sambil menggosok baju seragam milik Bisma. Meski Lala juga bekerja ia tak lupa untuk membantu ibunya untuk menyelesaikan pekerjaan rumah. Selesai menyetrika, Lala menggantung seragam merah putih itu di tembok. Gadis dengan perawakan tinggi dan berkulit kuning langsat itu berjalan menuju dapur sambil menguncir rambut panjangnya ke atas.
“Bisma, bangun, hari ini jadi upacara bendera tidak !” teriak Lala begitu melewati kamar Bisma. Merasa tak mendengar sahutan, Lala memasuki kamar adiknya. Dilihatnya bocah laki – laki itu masih terpejam sambil memeluk guling.
Lala mengukir senyum, tak disangka waktu bergulir begitu cepat. Dulu Bisma masih terlihat kecil dan belum sekolah. Lala yang sering memandikan dan menyuapi ketika makan, dan kini Bisma sudah duduk di bangku kelas 2 SD.
Lala mendekati ranjang adiknya, duduk dan mengangkat tangganya. Mengusap lembut pucuk kepala nya dan berbisik. “Bisma, hari ini upacara bendera kan, ayo bangun!”
Bisma langsung membuka matanya, “Iya,” bangkit dan mengedarkan pandang. Melihat jam sudah menunjuk pukul setengah 6. “Ibu, sudah berangkat kerja ya Mbak Lala?” tanya Bisma lantaran yang membangunkan dia, kakaknya bukan ibunya.
Lala mengangguk, “Iya, cepatlah mandi. Mbak mau bikin sarapan untukmu.” Lala beranjak.
“Aku mau telur mata sapi.” Ujar Bisma mengutarakan keinginannya.
“Beres.” Lala merapikan selimut dan seprei setelah itu berjalan menuju dapur.
Meski masakan sederhana, Bisma selalu menghabiskan makanannya kecuali sayur, baginya sayur itu adalah makanan tak enak sepanjang sejarah. Lala menyiapkan bekal juga untuk Bisma bawa ke sekolah.
.
“Mbak Lala ...!” teriak Bisma dari balik pintu kamarnya. Suara keras itu tentu saja membuat si pendengarnya kepanikan.
Lala yang baru saja selesai mandi dan berdandan mendengar teriakan Bisma pun menjadi panik. Lala mempercepat langkahnya menuju suara teriakan adiknya.
“Bisma, ada ap ....” Mulut Lala menganga seraya membola kedua bola matanya. Bisma mengalami pendarahan hebat di hidungnya. Seragam putih yang baru saja ia kenakan berubah menjadi merah akibat tetesan darah di hidung.
“Ya Allah, Bisma, kamu mimisan lagi!” Lala menarik tisu di atas nakas untuk menyumbat hidung Bisma. Biasanya yang keluar darah hidung sebelah kanan, pagi ini gantian sebelah kiri. Sudah hampir 2 tahun ini Bisma mengalami mimisan, tapi tidak sesering dan separah akhir – akhir ini. Seminggu sekali pasti Bisma mimisan, entah itu pagi hari atau pun menjelang tidur.
Seringkali ia mengalami mimisan, saat di bawa ke puskesmas, petugas kesehatan memberitahukan kalau Bisma kekurangan nutrisi yang terdapat pada sayuran hijau. Resti sudah sering menasehati Bisma agar makan sayur, tapi selalu saja ia tolak.
“Kepalaku pusing, Mbak,” Bisma mengeluh sambil memegang kepalanya. Kedua matanya juga tampak sayu.
Lala mengambil beberapa tisu untuk menyeka sisa darah yang keluar. “Ganti baju dulu, setelah itu kamu tiduran saja. Biar mbak nanti mintakan izin ke wali kelas untuk tidak masuk sekolah.” Saran Lala.
Bisma menurut. Lala membantu melepas kancing seragam satu persatu. Mengambil baju ganti di lemari. Untuk selanjutnya Bisma bisa meneruskan sendiri. Lala melihat piring makan Bisma yang belum tersentuh. Lala menyuapi Bisma dengan telaten meski bocah berambut klimis itu selalu menolak lantaran tak selera makan.
Lala mengambil obat sisa periksa ke puskesmas beberapa hari yang lalu dan segelas air putih. “Ini, diminum obatnya setelah itu istirahatlah!” Lala menyodorkan obat lalu membantu Bisma meminumnya.
Bisma tahu jika kakaknya akan bekerja, ia tak ingin menjadi beban keluarganya. “Mbak Lala berangkat kerja saja, aku berani kok di rumah sendiri.”
Lala sebenarnya tak tega meninggalkan sang adik yang sakit begitu saja sendirian di rumah. Tapi, hari ini di tempat kerjanya akan sangat sibuk. Menimbang perkataan Bisma, Lala pun memutuskan untuk tetap pergi. Lagi pula, ibunya siang sudah ada di rumah dan Bisma sudah meminum obat nya yang kemungkinan tidak akan terjadi apa – apa lagi dengannya.
“Baiklah. Mbak pergi dulu. Kamu baik – baik di rumah. Kalau terjadi apa – apa segera kabari ya,” Lala mengulas senyum sambil mengusap lembut pucuk kepala bocah berusia 8 tahun itu. Lala sangat menyayangi keluarga kecil nya. Gaji Lala memang tak banyak tapi cukup untuk biaya berobat sewaktu – waktu Bisma kambuh lagi.
Lala mengendarai motor matic nya untuk sampai ke tempat kerja. Tiba – tiba saja motornya mati mendadak di tengah perjalanan. Lala sangat panik lantaran jam sudah lewat setengah jam dari jam masuk kerja. Lala baru tahu jika motornya kehabisan bensin. Terlihat dari arah nya berhenti kurang lebih 50 meter ke depan jalan ada pom mini. Lala menuntun motornya untuk sampai ke pom mini. Susah payah ia melakukannya, meski sedikit pegal di beberapa bagian kakinya.
“Apes banget nasibku hari ini,” Gumamnya sambil menuntun motor. Akhirnya Lala sampai juga di pom mini.
Saat akan melakukan pembayaran, Lala mencari keberadaan dompet nya. Di tas, di saku dan di dalam motor ternyata semua tempat tidak ia temukan. Lala mengaku jika dompet nya tertinggal di rumah. Ia ingat meletakkan dompet nya di atas nakas saat mengambil tisu untuk Bisma.
“Dompetku tertinggal!” panik Lala.
Betapa marahnya sang pemilik pom mini yang merasa ditipu oleh Lala. Wanita paruh baya itu mengomel panjang lebar. “Dasar anak zaman sekarang, gratisan saja maunya. Sekarang apa – apa mahal. Pokoknya aku tidak mau tahu kamu harus membayarnya. Jika tidak aku akan menghukummu!” Lala hanya pasrah mendengarnya. Sebagai ganti pembayaran, Lala disuruh mencuci 2 motor miliknya. Lala terpaksa melakukan pekerjaan itu agar bisa pergi dari sana.
Satu jam berlalu, akhirnya Lala tiba di sebuah restoran berbintang Empat. Lala segera memarkir motornya dan setengah berlari untuk bergabung bersama teman – temanya. Sang Maneger tahu keterlambatan Lala dan menegurnya habis – habisan. Lala yang sebagai karyawan biasa hanya bisa menundukkan kepala. Lala mengaku menyesal dan tidak akan mengulangi lagi.
Beberapa tamu sudah datang dan mengambil tempat di restoran itu. Para pramusaji hilir mudik menyajikan berbagai menu di meja.
“Auww !” pekik salah satu tamu wanita saat bagian dadanya tersiram minuman dingin. Wanita cantik itu menghentikan obrolannya bersama sang kekasih.
“Maafkan saya, Nona ! Saya akan membersihkan baju Anda.” Lala terlonjak kaget bukan main. Ia teramat ceroboh membawa nampan hingga salah satu gelasnya terguling dan isinya mengotori baju wanita dengan rambut panjang sepinggang. Lala meletakkan nampan lalu mengambil tisu dan hendak membersihkan baju wanita itu.
Wanita itu menahan pergelangan tangan Lala. “Singkirkan tangan kecilmu ini yang justru malah mengotori baju mahalku!” cerca wanita itu diiringi tatapan tajam.
Lala menatap mata tamunya yang ternyata ia melihat sorotan kebencian dari sana. Lala membungkukkan badan dan terus mengucapkan kata maaf.
“Manager!” teriak wanita itu dan seketika Manager datang.
“Nona Olive, ada yang bisa saya bantu?” tanyanya penuh hormat. Ternyata wanita bernama Olive itu adalah kekasih dari Joe Salman, seorang CEO yang kondang akan mendanai perbaikan restoran.
“Lihat karyawan ini, dia telah mengotori baju mahalku ! Aku tidak ingin melihat gadis ini berada di depanku sekarang juga .”
Manager menatap geram ke arah Lala. Lala belum berubah masih membungkukkan badan. Setelah manager memanggil namanya, Lala meluruskan punggungnya.
“Lala, sejak awal tadi kamu sudah datang terlambat dan sekarang kamu membuat onar dengan tamu yang sangat kami mulyawan kedatangannya. Aku sudah tidak sanggup membiarkan ini terjadi lagi. Mulai detik ini kamu dipecat.”
Lala menganga lebar tak percaya. “Pak manager, tolong jangan pecat saya! Saya sangat membutuhkan pekerjaan ini Pak!” Lala menghadap ke arah Olive yang tengah menyaksikan berakhirnya Lala. “Nona, ku mohon maaf kan saya, saya memang tidak sengaja menumpahkan minuman.” Namun Olive seolah tuli dan memilih pergi dengan angkuh.
Lala sudah mengiba namun nasibnya harus berhenti di sini. Lala meninggalkan tempat yang selama 3 tahun ini memberi kehidupan padanya.
“Loh, Mbak Lala kok udah pulang?” tanya Bisma, padahal jam belum masuk waktu dhuhur tapi kakaknya sudah tiba di rumah. Bisma mengamati kepulangan Lala dengan tangan kosong. Biasanya Lala pulang membawakan makanan dari restoran.
“Mbak dipecat.”
.
“Mila, Milo berhenti bertengkar, sebentar lagi kita melewati jalanan yang menanjak !” tegur Soni sang papa yang sedang mengemudikan mobil.
Rachel menoleh ke jok belakang untuk membantu sang suami melerai keduanya. “Dengarkan nasehat papa, jika kalian berdua menganggu konsentrasi papa dan tak patuh, minggu depan kalian tak diajak pergi lagi.” Ancamnya berharap kedua anak kembar mereka tak membuat keributan.
Milo berhasil mendapatkan mainan yang dipegang Mila, dan Mila pun menangis. Suatu kebanggaan bisa menang.
Bocah kembar berusia 4,5 tahun itu akhirnya bisa diam setelah merasa capek dan mengantuk.
“Pa, awas !!!” teriak Rachel memperingatkan sang suami jika di depan ada sebuah mobil.
.
.
Hai reader semuanya, author membuat cerita baru dengan judul, "Aku menjadi dia untuk balas dendam." silahkan mampir !
“Hallo, selamat pagi, apakah ini dengan keluarga Rachel Siregar ?” tanya seorang perempuan dari jarak jauh. Tutur bahasanya yang halus membuat Arfan yakin untuk memberi sahutan.
Arfan yang baru saja membuka acara meeting pun terpaksa mengangkat deringan ponselnya yang sejak tadi ia abaikan. Biasanya pria yang lahir 30 tahun ini mematikan ponselnya saat sedang rapat, tapi karena ia lupa jadi tak sempat. Panggilan itu sudah keempat kalinya. Dirasa begitu penting, Arfan pun menerimanya.
“Ya, saya adiknya. Arfan Siregar.” Sahut Arfan yang mulai berpikir tentang kakaknya yang cerewet itu.
....
Arfan tiba – tiba saja terdiam kaku setelah mendengarkan penuturan seseorang tadi yang ternyata adalah petugas medis. Arfan mendapatkan kabar buruk jika kakak dan kakak iparnya mengalami kecelakan saat perjalanan menuju arah Jakarta. Itu artinya pasangan suami istri itu tengah perjalanan pulang setelah bepergian ke Solo. Seolah tak percaya dengan yang ia dengar, ia pun mencoba menghubungi sang kakak ipar. Mirisnya yang mengangkat panggilannya adalah orang yang sama, petugas medis tadi. Barulah Arfan percaya berita buruk itu.
Arfan meminta Johan, sang asisten untuk melanjutkan meeting.
“Sebenarnya ada apa Pak?” tanya Johan sempat penasaran juga, tak biasanya atasannya meninggalkan meeting meski itu hal yang sangat penting.
“Kak Rachel dan suaminya sedang kritis. Aku akan ke rumah sakit. Kamu tolong handel rapat ini selama aku pergi.” Terang Arfan seraya mencari kontak seseorang.
Johan menganggukkan kepala, “Baik Pak !” sahutnya tegas.
Arfan meninggalkan ruangan rapat dengan langkah buru – buru. Kepergian Arfan membuat semua karyawan yang melihatnya keheranan. Atasan mereka yang terkenal disiplin waktu itu perlahan menghilang dari pandangan mereka.
Arfan menghubungi mamanya, Bella. “Ma, datanglah ke rumah sakit DKT sekarang juga. Aku akan berangkat dari kantor.” Arfan segera mematikan ponselnya sebelum Bella bertanya. Arfan tahu mamanya pasti sangat shock mendengar kabar ini. Jadi, biarkan mamanya melihat sendiri kejadian yang anak perempuannya alami. Arfan tak berhenti berdoa dalam hati tatkala ia mengendarai mobilnya menuju rumah sakit. Meski tadi Arfan mendapat kabar jika kedua keponakannya dalam keadaan baik – baik saja.
Meski Arfan dan Rachel terpaut jauh usianya, tapi hubungan komunikasi mereka sangat bagus. Rachel selalu bercerita tentang masalah pribadinya dulu saat sedang pdkt dengan Soni. Arfan pun mengimbangi dengan memberikan masukan yang sangat mudah Rachel terima. Itulah sekelumit kenangan yang kini menghiasi pikiran Arfan.
Arfan mempercepat laju mobilnya. Perasaannya kini mendadak tak enak. Dalam waktu kurang lebih 18 menit Arfan tiba di RS DKT.
Terlihat di parkiran bang Maman turun dari mobil dan mengitari mobil untuk membukakan pintu majikannya. Bella keluar dan langsung melihat Arfan yang berjalan ke arahnya.
Arfan langsung di suguhi pertanyaan oleh sang mama.
“Ar, siapa yang masuk rumah sakit?” tanya Bella harap – harap cemas.
“Kak Rachel dan suaminya.” Sahut Arfan sembari terus berjalan meninggalkan mamanya yang mungkin sangat shock tak percaya.
Soni memang sempat pamit akan pergi ke luar kota untuk tugas dinas sebagai kepala keuangan, tapi Rachel dan kedua anaknya merengek untuk ikut. Sekalian mengisi liburan. Soni tak bisa menolak permintaan istri tercintanya itu. Soni bepergian sudah 4 hari ini.
Bella berhasil mengejar dan mengimbangi langkah Arfan. “Lalu, bagaimana keadaan mereka?” kecemasan semakin kentara dari wajah yang mulai keriput itu.
“Kritis.” Sahut singkat Arfan yang membuat dada mama Bella tak karuan rasanya. Sesak itu pasti dialaminya, apalagi usianya yang rentan dengan berbagai penyakit.
Arfan terus berjalan memasuki rumah sakit dan sampai di depan ruangan ICU. Seorang dokter berjubah hijau keluar, menatap Arfan dan Bella. “Apakah Anda keluarga korban kecelakaan bernama Rachel Siregar dan Soni Gumilang ?” tanya dokter itu untuk memastikan kedatangan mereka berdua.
“Ya, saya adiknya dan ini ibu saya. Bagaimana keadaan mereka, Dokter?” tunjuk Arfan pada diri nya lalu ibunya, Bella yang mulai terlihat menangis.
“ Kami sudah berusaha melakukan pertolongan semaksimal mungkin. Darah terus saja mengalir dan sulit dihentikan. Tuhan telah memanggil mereka berdua untuk kembali ke sisinya.” Terang Dokter itu seraya memberi penguatan kepada keluarga korban.
Bella menjerit histeris tak terima jika anak dan menantunya meninggal secepat ini. Arfan menenangkan Bella. Bella langsung berlari masuk untuk melihat kedua jenazah anaknya.
“Rachel, kenapa kamu pergi meninggalkan mama secepat ini, Sayang!” Bella meraung tak terkendali. Arfan bergegas memeluk ibunya dan menyadarkan kalau masih ada si kembar yang perlu di jaga. Bella pun berangsur mulai reda tangisannya lalu menatap dokter.
“Lalu, cucu – cucu saya dimana Dokter?” tanya Bella disela isak tangisnya.
Dokter mengantar Bella sementara Arfan mengurus berkas persiapan kepulangan kedua jenazah.
“Mila, Milo!” seru oma Bella memanggil kedua cucu kembarnya. Si kembar tengah berada di taman dengan seorang petugas medis yang menjaganya. Mereka tak sekedar di ajak ke taman tapi juga dibelikan beberapa cemilan agar tidak rewel. Sejak ditemukan di TKP, si kembar menanyakan kedua orang tuanya.
“Oma !” balas si kembar yang langsung menghambur ke arah nya.
Bella menciumi dan memeluk mereka erat. Air matanya pun pecah kembali.
“Oma, kenapa menangis?” Mila menghapus pipi oma Bella yang basah.
“Mana papa dan mama, kata kakak di sana papa sama mama sedang tidur,” timpal Milo.
Saat ditemukan Mila dan Milo dalam keadaan terjepit. Beruntung mereka tidak mengalami cidera. Mereka melihat kedua orang tuanya sedang tidur. Para petugas segera menjauhkan mereka agar tidak trauma lebih parah.
Bella tak kuasa untuk menjawab pertanyaan Milo. Kemudian Arfan menyusul.
“Om Arfan, papa sama mama mana, kok nggak ikut jemput kami di sini?” Mila melihat pamannya datang seorang diri.
Hati Arfan sangat sakit, tidak mungkin juga ia memberitahukan kebenaran ini pada bocah balita. Arfan hanya memaksakan senyum di sela rapuhnya jiwa. “Kalian sudah makan?” Arfan mencoba mengubah pembicaraan.
Mila dan Milo kompak menggeleng. “Belum, tapi kalau makan jajan sudah.” Terang si cantik Mila.
Seorang perawat datang dan mengabarkan jika jenazah sudah bisa diantar pulang.
Mendengar kata jenazah, si kembar pun langsung mengerti dan protes. “Jenazah siapa Om ? Kakak yang di sana bilang, papa dan mama sedang tidur kan ?” Milo menghadap Arfan disusul Mila yang lepas dari pegangan oma Bella.
Arfan merendahkan tubuhnya, berdiri dengan lutut sebagai tumpuan, mendekap keduanya. Semenit kemudian, air mata Arfan mengalir meski tak terdengar suatu tangisan.
“Om Arfan, kenapa menangis, tadi oma sekarang gantian Om yang nangis.” Mila menangkap wajah Arfan dengan kedua tangannya yang mungil.
“Mila, Milo mulai sekarang kalian harus janji dulu sama Om,” Arfan memperlihatkan jari kelingkingnya.
“Janji apa dulu Om?” protes Milo yang sepertinya sulit diajak kompromi.
“Pokoknya janji dulu.” Arfan pun tak mau kalah.
Mila dan Milo bergantian janji kelingking.
“Karena mama Rachel dan papa Soni orang yang baik, sekarang mereka berdua di panggil oleh Allah untuk menghadap.” Terang Arfan begitu hati – hati.
“Itu artinya apa, Om?” Mila sepertinya sudah merasakan, matanya berkaca – kaca. Terlebih Milo, meski matanya mulai berair tapi ia masih kuat.
“Orang tua kalian sudah meninggal. Sesuai janji kalian, kalian tidak boleh sedih.” Arfan memegang bahu mereka.
Bagaimana tidak menangis, orang tua adalah orang yang sangat dekat dengan kita, apalagi mereka yang masih balita. Keduanya pun menjerit tak karuan. Arfan lekas menggendong Mila. Oma Bella yang tak kuat tenaganya hanya mampu menggandeng Milo saja.
.
Satu minggu setelah pemakaman Rachel dan Soni, Mila dan Milo sangat susah di atur.
“Aku nggak mau mandi, kalau bukan mama yang mandiin !” teriak Mila dari balik pintu kamar. Mila mengunci dari dalam.
Oma Bella berusaha membujuk beserta dua orang pengasuh baru mereka. Pintu terbuka, dua pengasuh itu masuk dan apa yang terjadi ? Mereka justru menjadi sasaran kejahilan si kembar.
Satu minggu juga si kembar berhasil membuat para pengasuh pergi dan kapok.
“ Mila ! Milo !” teriak oma Bella, sangking kesalnya Oma Bella membawa sapu untuk menakut – nakuti mereka. Justru ini menjadi permainan yang disukai si kembar. Kejar – kejaran. Oma Bella mau berangkat arisan, tapi si kembar menyembunyikan tas oma.
Oma Bella sudah lelah kejar – kejaran. Beliau duduk di sofa sembari menata nafasnya yang tersenggal. Oma Bella menghubungi Arfan.
“Ar, mama sudah sangat lelah bin capek. Segera carikan pengasuh untuk mereka. Tingkat kan gajinya. Mama sampai gagal ikut arisan, ini sudah ketiga kalinya mama absen.” Keluh oma Bella.
Arfan yang mendengar keluhan sang mama hanya bisa memijat kening. “Iya, Ma. Arfan usahakan. “
“Jangan cuma iya – iya saja, cepat Ar!”
“Iya, Ma ....” Arfan pun mengakhiri panggilan lebih dulu. Ia sendiri juga sudah capek mengurus si kembar. Mulai bangun tidur, Arfan sudah menjadi tunggangan mereka secara bergantian. Mereka mau mandi jika sudah naik kuda om Arfan. Tak berhenti di situ, saat makan juga, mereka hanya mau disuapi. Terlalu mudah jika membayangkan menyuapi itu hal ringan. Nyatanya, Arfan harus main kejar – kejaran dulu saat menyuapi. Waktunya habis untuk mengurus si kembar. Arfan baru tiba di kantor setelah pukul 08.00. Untung saja Johan sang asisten sangat cepat kaki ringan tangan.
Arfan pun mulai membuat pengumuman, mencari seorang pengasuh dengan biaya 50 juta di awal masuk.
.
“Bisma, Ya Allah kamu mimisan lagi!” panik Resti sambil mengambil tisu lalu menyumbat hidung Bisma. Bisma terlihat lesu karena banyak darah yang sudah ke luar. Dua kotak tisu tak bisa mengatasi.
Lala yang baru saja pulang dari mencari pekerjaan pun ikut panik. “Bu, darah yang keluar tak sewajarnya. Kita bawa Bisma ke rumah sakit.” Setelah memantau banyaknya tisu yang berada di keranjang sampah.
“Tapi, uangnya dari mana?” Resti mau saja memeriksakan Bisma ke rumah sakit, tapi kendala uang yang menjadi masalahnya.
“Ibu tenang saja, aku masih punya tabungan. Nanti aku akan ambil di ATM mini.” Lala menyarankan ibunya, “ Sekarang, Ibu persiapkan apa saja yang perlu di bawa untuk periksa ke rumah sakit. Termasuk baju ganti milik Bisma.”
Resti pun bergegas menyiapkan berkas seperti foto kopi akte dan KK.
.
“Anak Ibu mengalami kanker rongga hidung dan harus segera dioperasi.” Terang dokter setelah melakukan serangkaian pengecekan.
Tentu saja berita ini membuat Resti sangat shock. “ Kan – ker hidung? Operasi Dok?” mulut Resti sedikit bergetar.
Dokter mengangguk dan mulai menerangkan jenis penyakit yang dialami Bisma. Jika Bisma tak segera dioperasi maka mungkin nyawa Bisma pun ikut terancam.
Resti mengabarkan berita ini pada Lala yang baru saja tiba mengambil uang. Resti mengira biaya berobat ke rumah sakit akan menelan biaya sekitar 800 juta an.
“ Operasi Bu !” Lala tak kalah kagetnya mendengar berita ini.
Resti mengangguk dan menceritakan seperti apa yang diterangkan dokter barusan.
“Berapa biaya operasi Bisma, Bu ?” tanya Lala yang mulai ragu jika uang 2 juta yang ia bawa tidak akan mampu untuk biaya operasi.
“Sekitar 30 juta.”
“Hah, 30 juta !” Mata Lala membola sempurna. Ke mana ia harus mencari pinjaman. Ke Bank kah? Tapi biaya pengembalian sangat mahal. Lala mengurungkan niatnya mencari pinjaman ke Bank. Lala meninggalkan rumah sakit untuk mencari pekerjaan dan akan meminta bayaran di muka. Sudah sampai menjelang maghrib, Lala baru tiba menemui ibunya.
“Lala belum mendapatkan uang, Bu.” Sesal Lala mendapati reaksi ibunya yang teramat cemas.
“Lalu, bagaimana ini ? Bisma tidak akan dioperasi jika kita belum melunasi administrasinya.”
“Ibu jangan cemas. Masih ada Allah yang akan mengentaskan kita dari masalah ini. Lala pamit membersihkan diri dulu ya Bu,” setelah menyalami tangan wanita paruh baya itu Lala menuju kamar mandi.
Adzan magrib pun mulai menggema di area rumah sakit. Lala segera menunaikan kewajibannya. Setelah selesai Lala mengadahkan tangan untuk berdoa.
Kini Lala menyusuri area kantin untuk mencari makanan yang pas di kantong. Lala harus bisa menghemat untuk berjaga – jaga saja.
Saat menunggu pesanan, Lala mendengar obrolan dua wanita yang membahas pekerjaan menjadi pengasuh dengan gaji 50 juta. Lala sangat tertarik dan mencoba bicara dengan kedua wanita itu. Lala berhasil mendapatkan alamat orang yang mencari pengasuh itu.
.
“Saya Lala Innara. Umur 23 tahun. Pekerjaan, baru saja dipecat dari restoran sebagai pramusaji.” Terang Lala di depan seorang wanita cantik yang seusia dengan ibunya.
“Cukup.” Oma Bella mengangkat tangannya. “ Sekarang kamu langsung bisa bekerja di sini sebagai seorang pengasuh dari dua bocah kembar. Mereka bernama Mila dan Milo. Jika sehari saja kamu bertahan bekerja mengurus mereka. Maka, uang 50 juta akan menjadi milikmu. Tapi, jika kamu menipu kami dan membawa kabur uang itu. Maka, kamu akan dituntut dan denda dua kali lipatnya.” Ancam oma Bella.
Lala mengerti dan langsung beranjak menuju kamar si kembar setelah mendapat arahan dari oma Bella.
Lala mengetuk sambil mengucap salam. Tak ada sahutan, Lala pun mendorong pintu. Baru saja Lala menampakkan diri dihadapan mereka berdua, Lala menjerit sekeras – kerasnya . Bagaimana tidak ? Seekor ular karet mendarat dibagian dada nya. Lala melompat sambil mengibaskan tangannya hingga ular karet itu jatuh. Milo sang pelaku tertawa cekikikan.
Oma Bella yang mendengar teriakan Lala pun sontak menutup kedua kupingnya, “Gagal lagi, gagal lagi.” Gumamnya sembari mendesah kasar.
Menit berikutnya tak terdengar lagi suara jeritan si Lala. Oma Bella sedikit lega berharap ada harapan baru dari pengasuh baru.
“Kamu pasti Milo kan? “ Lala mendapati Milo mengambil ular karet itu. Lala melihat gadis cantik yang sedang bermain boneka. “Dan kamu pasti Mila. Perkenalkan, aku Mbak Lala. Pengasuh kalian yang baru. Semoga kita menjadi partner yang baik.” Lala mengulurkan tangan untuk salim. Milo tahu artinya itu, ia pun menghentikan tawanya dan menjabat tangan Lala. Milo anak yang patuh sebenernya, tapi karena emosinya yang masih labil membuat diri nya susah dikendalikan. Milo mengamati penampilan Lala.
“Mbak Lala kok nggak takut sama ini,” Milo menunjukkan mainannya.
“ Cuman kaget saja.” Lala mengusap dadanya.
Mila menuruni kasur dan wus, wus, wus. “Aku ngompol,” ujarnya dengan santai tanpa malu. Mila pikir setelah tahu Mila ngompol, Lala bakal meninggalkannya seperti pengasuh sebelumnya.
“Nggak apa – apa, sini mbak bantu lepas dan ganti baju. Ayo, kita bersihkan di kamar mandi !” ajak Lala menuntun ke sebuah kamar yang Lala duga itulah kamar mandi. Lala dengan telaten membersihkan Mila tanpa mengeluh, justru Lala mengajak Mila bernyanyi. Bernyanyi adalah kesukaannya. Selesai mendandani Mila, Lala mengepel lantai bekas ompol Mila tanpa jijik.
Mila dan Milo tak menyerah untuk mengerjai Lala. Ada saja ulah mereka yang membuat Lala harus tahan banting. Mulai didandani ala badut lah, minta main kuda – kudaan lah dan yang paling parah mereka meminta Lala untuk menari ala Michael Jackson. Lala menarik nafasnya panjang sebelum memulai atraksi nya. Si kembar tertawa puas mengerjai Lala.
Arfan baru saja tiba. Ia melihat pengasuh baru itu sedang bermain dengan keponakannya. Oma Bella mendatangi Arfan dan menceritakan ketangguhan Lala si pengasuh baru.
“Aku capek. Nggak mau main lagi. Mbak Lala ngebosanin.” Tukas Mila. Milo pun mengiyakan saja.
“Eum, bagaimana kalau kita berkreasi?” tawar Lala dengan ide cemerlangnya.
“Berkreasi?” sahut mereka antusias.
“Iya. Siapa yang mau di ajak berkreasi?” Lala mengangkat jari telunjuknya ke atas.
“Saya !” sahut mereka kompak sekali.
Lala mengajak mereka ke dapur. Ada bik Darsih yang sedang membersihkan dapur. Lala meminta izin mengunakan dapur. Bik Darsih tak keberatan dan memberi mereka kelonggaran.
Lala mengajak si kembar membuat puding coklat yang lembut. Ternyata mereka menyukai puding buatannya.
Kegiatan Lala berakhir sudah setelah menidurkan mereka. Terlalu kenyang membuat mereka cepat tidur. Oma Bella sampai rela mendatangi Lala dan mengacungi dua jempol. “Kamu hebat, Lala !”
.
Saat Lala hendak pamit pulang, disambut langsung oleh Arfan.
“Selamat malam Tuan Arfan!” sapa Lala sopan.
“Ya, malam.” Sahut Arfan. Dan langsung mengutarakan keputusannya. “Kamu menjadi pengasuh si kembar adalah 24 jam terhitung dari sekarang. Itu artinya kamu harus tinggal di sini. Dan ini uang 50 juta yang aku janjikan.” Arfan mengeluarkan amplop coklat yang begitu tebal. “Ini, hitunglah!”
“Terima kasih, Tuan. Saya percaya dengan Tuan. Tapi saya mohon izin dulu untuk pergi membawa uang ini.”
“Kamu ingin kabur setelah mendapatkan uangku?” geram Arfan yang tak tahu pasti niat Lala.
“Tidak Tuan. Saya sangat takut dengan hukum Tuhan. Saya akan kembali besok pagi. Saya janji. Izin kan saya pulang sekarang. Ada seseorang yang membutuhkan uang ini.” Lala tak menceritakan langsung kejadian yang menimpanya.
Arfan memegang janji Lala. Jika saja Lala menipunya, Arfan tidak segan akan mengejarnya sampai ke ujung dunia sekalipun.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!