Santri Rock'N Roll
"Tok..Tok..Tok..
"Silahkan masuk..
" Selamat siang Pak Idris" sapa pria berjas rapi itu setelah dipersilakan masuk.
"Siang Pak Robby, silakan duduk" jawab Pak Idris mempersilakan tamunya duduk.
"Terima kasih, ulah apa lagi yang dilakukan anak saya Pak?" Tanya Pak Robby setelah dirinya duduk. Raut wajahnya tampak memendam rasa kecewa.
Dia berfikir bahwa Ricky pasti membuat ulah lagi di sekolah. sudah terlalu sering dia dipanggil ke sekolah karena ulah anaknya itu.
"Saya sudah tidak tahu harus berbuat apalagi terhadap anak bapak, sebagai kepala sekolah saya sudah mencoba untuk bersikap adil terhadap semua anak didik saya"..sesaat terdiam.." tapi tindakan nak Ricky sudah tidak dapat kami tolerir lagi".
"Memangnya apalagi yang di lakukan anak saya??"
"Anak bapak memukuli kakak kelasnya, hanya karena masalah sepele"
"Masalah sepele seperti apa ya Pak, kalau boleh saya tahu?"
"Untuk lebih jelasnya bapak bisa tanyakan langsung pada anak bapak nanti" menghela nafas dalam-dalam.. "Saya dan para guru sudah mendiskusikan ini dan mengambil keputusan agar bapak bersedia memindahkan anak bapak dari sekolah ini..kami harap bapak menerima keputusan ini"
"Tapi Pak..apa tidak ada pertimbangan lain untuk anak saya?"
"Maaf Pak, keputusan ini sudah dirapatkan dengan guru-guru yang lain, dan mereka sudah setuju, lagipula ini bukan kesalahan pertama atau ke dua kalinya yang anak bapak lakukan, tapi anak bapak sudah terlalu sering membuat masalah di sekolah ini, saya harap bapak bisa mengerti"
"Baik Pak, saya mengerti, terima kasih..selamat siang" jawab Pak Robby sambil berdiri hendak keluar, raut wajahnya tampak sangat kecewa dengan keputusan dari pihak sekolah.
Meskipun berat tapi dia harus bisa menerima keputusan itu, bagaimanapun juga Ricky memang sudah terlalu sering berulah di sekolahnya.
Pak Idris hanya membalas dengan anggukan, dan saat Pak Robby hendak keluar, langkahnya terhenti dan menoleh ke belakang saat Pak Idris memanggilnya kembali.
"Jika bapak ingin bertemu dengan anak bapak, dia ada di ruang UKS bersama dengan Anton, anak yang dipukuli oleh Ricky, dan saya harap bapak bersedia meminta maaf padanya"
Pak Robby hanya mengangguk, kemudian pergi dari ruang kepala sekolah menuju UKS dengan wajah yang memerah menahan marah.
Sesampainya di depan pintu UKS, dia mendapati Ricky yang tengah duduk melamun. Melihat kedatangan ayahnya dia langsung menunduk, bukan karena takut, lebih tepatnya kesal..untuk menghadapi anak kelas 2 SMA saja pihak sekolah harus meminta bantuan orang tuanya, kenapa nggak menghukumnya saja, pikirnya.
Dia sudah siap menghadapi hukuman apapun dari gurunya daripada harus berhadapan dengan sang ayah, karena itu sudah menjadi hal yang biasa baginya.
"Apa kamu berharap ibumu yang akan datang untuk membelamu dan menutupi kesalahanmu?"
Pertanyaan yang datar tapi penuh kekecewaan itu membuat Ricky mendongakkan kepalanya, dia bisa merasakan aura kemarahan sang ayah yang terpendam dan siap untuk dilampiaskan padanya.
"Maaf.." hanya itu kata-kata yang terlontar dari bibirnya yang sedikit bengkak.
Saat dia tahu pihak sekolah akan menghubungi keluarganya dia berharap ibunya yang akan datang, karena mau bagaimanapun juga ibunya pasti akan selalu membelanya, tidak seperti ayahnya yang selalu menyalahkan dia, apapun alasannya.
"Maafmu tidak dapat merubah apapaun"
"Maksud Papa?" Ricky yang tidak mengerti maksud perkataan papanya terlihat bingung.
"Pihak sekolah sudah membuat keputusan untuk mengeluarkanmu, sekarang kemasi barang-barangmu" meskipun tidak menunjukkan kemarahannya, tapi raut wajahnya menunjukan kekecewaan yang besar.
"Tapi pa.."
"Dimana teman yang kamu pukuli?" Pertanyaan dari ayahnya memotong perkataan Ricky yang hendak memprotes keputusan pihak sekolahnya.
Baginya itu keputusan yang ga bisa dia terima begitu saja tanpa ada pertimbangan apapun, bagaimanapun juga Ricky termasuk anak yang pandai dan selalu menjadi andalan dalam team basket di sekolahnya.
Tapi dia pun sadar jika ayahnya saja tidak bisa berbuat apa -apa terkait keputusan dari pihak sekolah, apa yang bisa dia lakukan untuk merubahnya, tapi tetap saja, untuk mengeluarkannya dari sekolah masih dia anggap sebagai keputusan yang tergesa-gesa.
"Di kamar sebelah.." Ricky menjawab pertanyaan ayahnya dengan lirih, wajahnya tampak lesu menyadari kenyataan bahwa dia harus keluar dari sekolah yang sudah satu setengah tahun dia tinggali.
Terbayang wajah sahabat-sahabat karibnya, team basketnya, dan yang terpenting adalah Lisa.. pacar sekaligus kakak kelas tercantik di sekolah menurutnya, dan termasuk orang yang menyebabkan dirinya harus dikeluarkan dari sekolahnya.
Ya..Ricky memukuli Anton, teman sekelas Lisa sekaligus kakak kelasnya gara-gara dia melihat Anton menggoda Lisa, padahal Anton sudah tahu kalau Lisa adalah pacarnya.
"Kenapa kamu malah diam, cepat kemasi barang-barangmu!" Dan perintah ayahnya membuyarkan lamunannya, dia pun segera bangkit dari duduknya dan menuju ke kelasnya untuk mengambil tasnya.
Sementara itu Pak Robby menuju kamar sebelah dimana Anton berada, sesampainya di ruangan itu Pak Robby sedikit terkejut saat melihat kondisi Anton dimana pelipisnya robek, pipinya lebam dan hidung yang masih disumpal kapas menandakan kalau darahnya masih belum berhenti menetes, padahal kalau dilihat badan Anton lebih besar dari Ricky, harusnya dia sanggup melawan Ricky, tapi keadaannya justru sebaliknya.
"Siang om" sapa Anton ketika melihat Pak Robby berdiri memandanginya, diapun berusaha untuk duduk dan menyandarkan tubuhnya pada sandaran ranjang.
"Iya ..siang" Pak Robby yang tersadar dari lamunanya menyapa balik anton. "Kenapa kamu bisa sampai seperti itu, apa kamu diam saja saat anak saya memukuli kamu?" Tanya Pak Robby yang penasaran dengan kejadian yang sebenarnya.
"Waktu itu saya baru dari kamar mandi, dan tiba-tiba Ricky menyerang saya, saya yang tidak siap hanya mampu melindungi wajah saya om" jawab Anton sambil mencoba tersenyum.
Memang waktu itu Ricky menyerang Anton secara tiba-tiba dan Anton yang terkena pukulan di wajahnya hanya bisa menutupinya dengan kedua tangan, karena menyadari ada darah yang keluar dari hidungnya.
Sementara Ricky masih saja menyerangnya secara brutal, dan saat Anton mulai bisa menguasai keadaan dan mencoba menyerang balik, murid-murid yang lain tiba-tiba datang karena mendengar ada keributan dan mencoba melerai mereka, tapi sebelum mereka sempat dipisahkan Anton sempat mendaratkan pukulan ke bagian wajah Ricky yang tepat mengenai bagian bibir sampingnya.
"Oh..jadi begitu ceritanya, maafkan Ricky ya nak Anton, dia memang sudah kelewat batas..apakah orang tuamu belum ada yang menjemputmu.? Apa mereka belum tahu soal kejadian ini?" Tanya Pak Robby.
Belum sempat Anton menjawab, perhatian mereka teralihkan oleh langkah kaki yang terdengar terburu-buru.
Kedatangan seorang ibu dengan setengah berlari, membuat Pak Robby mengernyitkan dahi "Ya ampun sayang, kenapa kamu bisa sampai seperti ini nak, siapa yang melakukannya?"
"Bu Rani?" Tanya Pak Robby sedikit ragu, takut salah mengenali orang.
Mendengar ada yang memanggil namanya wanita itupun menoleh dan sedikit terkejut saat menyadari laki-laki yang menyapanya.
"Pak Robby..ah..saya minta maaf karena tidak menyadari keberadaan bapak, saya pikir tadi bapak adalah guru anak saya, saya mohon maaf pak" ucap Bu Rani.
"Ah..tidak apa-apa, saya memaklumi kekhawatiran ibu, dan saya juga minta maaf, karena perbuatan anak saya, Anton jadi seperti ini" ucap Pak Robby dengan raut wajah yang terlihat menyesal.
"Ibu kenal sama ayahnya Ricky?" Tanya Anton saat melihat keakraban mereka.
"Ah..iya, beliau adalah Pak Robby, atasan ibu di kantor" jawab Bu Rani sambil menoleh ke arah Pak Robby dan Anton secara bergantian.
Sudah sekitar 2 tahun ibunya Anton bekerja di kantornya pak Robby, semenjak ayah Anton meninggal karena kecelakaan, Bu Rani lah yang menjadi tulang punggung keluarga.
"Sebaiknya Anton di bawa ke rumah sakit saja Bu, biaya rumah sakit biar nanti saya tanggung, anggaplah sebagai permintaan maaf dari saya" ucap Pak Robby menawarkan bantuan.
"Tidak usah Pak, terima kasih..namanya juga anak muda, saya bisa memakluminya" tolak bu Rani dengan sopan.
Dia terlalu sungkan dengan Pak Robby, bagaimanapun juga atasannya itu sudah terlalu baik padanya. "Oh iya bagaimana keadaan anak Bapak?" Tanya bu Rani saat tidak melihat anak atasannya itu.
"Oh..anak saya baik-baik saja kok, Bu Rani nggak usah khawatir" jawab Pak Robby. "Mari Bu, biar saya antar ke rumah sakit" lanjutnya lagi.
"Syukurlah kalau begitu..tidak usah Pak, nanti juga sembuh..dan semoga hal seperti ini tidak terulang kembali ya pak" ucap Bu Rani dengan wajah yang terlihat sedih sambil memandangi anaknya.
"Tante tidak usah khawatir, karena mulai besok saya sudah tidak berada di sekolah ini lagi" Ricky yang tiba-tiba datang menyela pembicaraan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
jangkaremas
jejak/Facepalm/
2024-07-14
0
yamink oi
nyimak...
2022-02-24
0
bagus sanggar hurif
assalammualaikum
2022-02-18
1