NovelToon NovelToon

Santri Rock'N Roll

Bab 1

"Tok..Tok..Tok..

"Silahkan masuk..

" Selamat siang Pak Idris" sapa pria berjas rapi itu setelah dipersilakan masuk.

"Siang Pak Robby, silakan duduk" jawab Pak Idris mempersilakan tamunya duduk.

"Terima kasih, ulah apa lagi yang dilakukan anak saya Pak?" Tanya Pak Robby setelah dirinya duduk. Raut wajahnya tampak memendam rasa kecewa.

Dia berfikir bahwa Ricky pasti membuat ulah lagi di sekolah. sudah terlalu sering dia dipanggil ke sekolah karena ulah anaknya itu.

"Saya sudah tidak tahu harus berbuat apalagi terhadap anak bapak, sebagai kepala sekolah saya sudah mencoba untuk bersikap adil terhadap semua anak didik saya"..sesaat terdiam.." tapi tindakan nak Ricky sudah tidak dapat kami tolerir lagi".

"Memangnya apalagi yang di lakukan anak saya??"

"Anak bapak memukuli kakak kelasnya, hanya karena masalah sepele"

"Masalah sepele seperti apa ya Pak, kalau boleh saya tahu?"

"Untuk lebih jelasnya bapak bisa tanyakan langsung pada anak bapak nanti" menghela nafas dalam-dalam.. "Saya dan para guru sudah mendiskusikan ini dan mengambil keputusan agar bapak bersedia memindahkan anak bapak dari sekolah ini..kami harap bapak menerima keputusan ini"

"Tapi Pak..apa tidak ada pertimbangan lain untuk anak saya?"

"Maaf Pak, keputusan ini sudah dirapatkan dengan guru-guru yang lain, dan mereka sudah setuju, lagipula ini bukan kesalahan pertama atau ke dua kalinya yang anak bapak lakukan, tapi anak bapak sudah terlalu sering membuat masalah di sekolah ini, saya harap bapak bisa mengerti"

"Baik Pak, saya mengerti, terima kasih..selamat siang" jawab Pak Robby sambil berdiri hendak keluar, raut wajahnya tampak sangat kecewa dengan keputusan dari pihak sekolah.

Meskipun berat tapi dia harus bisa menerima keputusan itu, bagaimanapun juga Ricky memang sudah terlalu sering berulah di sekolahnya.

Pak Idris hanya membalas dengan anggukan, dan saat Pak Robby hendak keluar, langkahnya terhenti dan menoleh ke belakang saat Pak Idris memanggilnya kembali.

"Jika bapak ingin bertemu dengan anak bapak, dia ada di ruang UKS bersama dengan Anton, anak yang dipukuli oleh Ricky, dan saya harap bapak bersedia meminta maaf padanya"

Pak Robby hanya mengangguk, kemudian pergi dari ruang kepala sekolah menuju UKS dengan wajah yang memerah menahan marah.

Sesampainya di depan pintu UKS, dia mendapati Ricky yang tengah duduk melamun. Melihat kedatangan ayahnya dia langsung menunduk, bukan karena takut, lebih tepatnya kesal..untuk menghadapi anak kelas 2 SMA saja pihak sekolah harus meminta bantuan orang tuanya, kenapa nggak menghukumnya saja, pikirnya.

Dia sudah siap menghadapi hukuman apapun dari gurunya daripada harus berhadapan dengan sang ayah, karena itu sudah menjadi hal yang biasa baginya.

"Apa kamu berharap ibumu yang akan datang untuk membelamu dan menutupi kesalahanmu?"

Pertanyaan yang datar tapi penuh kekecewaan itu membuat Ricky mendongakkan kepalanya, dia bisa merasakan aura kemarahan sang ayah yang terpendam dan siap untuk dilampiaskan padanya.

"Maaf.." hanya itu kata-kata yang terlontar dari bibirnya yang sedikit bengkak.

Saat dia tahu pihak sekolah akan menghubungi keluarganya dia berharap ibunya yang akan datang, karena mau bagaimanapun juga ibunya pasti akan selalu membelanya, tidak seperti ayahnya yang selalu menyalahkan dia, apapun alasannya.

"Maafmu tidak dapat merubah apapaun"

"Maksud Papa?" Ricky yang tidak mengerti maksud perkataan papanya terlihat bingung.

"Pihak sekolah sudah membuat keputusan untuk mengeluarkanmu, sekarang kemasi barang-barangmu" meskipun tidak menunjukkan kemarahannya, tapi raut wajahnya menunjukan kekecewaan yang besar.

"Tapi pa.."

"Dimana teman yang kamu pukuli?" Pertanyaan dari ayahnya memotong perkataan Ricky yang hendak memprotes keputusan pihak sekolahnya.

Baginya itu keputusan yang ga bisa dia terima begitu saja tanpa ada pertimbangan apapun, bagaimanapun juga Ricky termasuk anak yang pandai dan selalu menjadi andalan dalam team basket di sekolahnya.

Tapi dia pun sadar jika ayahnya saja tidak bisa berbuat apa -apa terkait keputusan dari pihak sekolah, apa yang bisa dia lakukan untuk merubahnya, tapi tetap saja, untuk mengeluarkannya dari sekolah masih dia anggap sebagai keputusan yang tergesa-gesa.

"Di kamar sebelah.." Ricky menjawab pertanyaan ayahnya dengan lirih, wajahnya tampak lesu menyadari kenyataan bahwa dia harus keluar dari sekolah yang sudah satu setengah tahun dia tinggali.

Terbayang wajah sahabat-sahabat karibnya, team basketnya, dan yang terpenting adalah Lisa.. pacar sekaligus kakak kelas tercantik di sekolah menurutnya, dan termasuk orang yang menyebabkan dirinya harus dikeluarkan dari sekolahnya.

Ya..Ricky memukuli Anton, teman sekelas Lisa sekaligus kakak kelasnya gara-gara dia melihat Anton menggoda Lisa, padahal Anton sudah tahu kalau Lisa adalah pacarnya.

"Kenapa kamu malah diam, cepat kemasi barang-barangmu!" Dan perintah ayahnya membuyarkan lamunannya, dia pun segera bangkit dari duduknya dan menuju ke kelasnya untuk mengambil tasnya.

Sementara itu Pak Robby menuju kamar sebelah dimana Anton berada, sesampainya di ruangan itu Pak Robby sedikit terkejut saat melihat kondisi Anton dimana pelipisnya robek, pipinya lebam dan hidung yang masih disumpal kapas menandakan kalau darahnya masih belum berhenti menetes, padahal kalau dilihat badan Anton lebih besar dari Ricky, harusnya dia sanggup melawan Ricky, tapi keadaannya justru sebaliknya.

"Siang om" sapa Anton ketika melihat Pak Robby berdiri memandanginya, diapun berusaha untuk duduk dan menyandarkan tubuhnya pada sandaran ranjang.

"Iya ..siang" Pak Robby yang tersadar dari lamunanya menyapa balik anton. "Kenapa kamu bisa sampai seperti itu, apa kamu diam saja saat anak saya memukuli kamu?" Tanya Pak Robby yang penasaran dengan kejadian yang sebenarnya.

"Waktu itu saya baru dari kamar mandi, dan tiba-tiba Ricky menyerang saya, saya yang tidak siap hanya mampu melindungi wajah saya om" jawab Anton sambil mencoba tersenyum.

Memang waktu itu Ricky menyerang Anton secara tiba-tiba dan Anton yang terkena pukulan di wajahnya hanya bisa menutupinya dengan kedua tangan, karena menyadari ada darah yang keluar dari hidungnya.

Sementara Ricky masih saja menyerangnya secara brutal, dan saat Anton mulai bisa menguasai keadaan dan mencoba menyerang balik, murid-murid yang lain tiba-tiba datang karena mendengar ada keributan dan mencoba melerai mereka, tapi sebelum mereka sempat dipisahkan Anton sempat mendaratkan pukulan ke bagian wajah Ricky yang tepat mengenai bagian bibir sampingnya.

"Oh..jadi begitu ceritanya, maafkan Ricky ya nak Anton, dia memang sudah kelewat batas..apakah orang tuamu belum ada yang menjemputmu.? Apa mereka belum tahu soal kejadian ini?" Tanya Pak Robby.

Belum sempat Anton menjawab, perhatian mereka teralihkan oleh langkah kaki yang terdengar terburu-buru.

Kedatangan seorang ibu dengan setengah berlari, membuat Pak Robby mengernyitkan dahi "Ya ampun sayang, kenapa kamu bisa sampai seperti ini nak, siapa yang melakukannya?"

"Bu Rani?" Tanya Pak Robby sedikit ragu, takut salah mengenali orang.

Mendengar ada yang memanggil namanya wanita itupun menoleh dan sedikit terkejut saat menyadari laki-laki yang menyapanya.

"Pak Robby..ah..saya minta maaf karena tidak menyadari keberadaan bapak, saya pikir tadi bapak adalah guru anak saya, saya mohon maaf pak" ucap Bu Rani.

"Ah..tidak apa-apa, saya memaklumi kekhawatiran ibu, dan saya juga minta maaf, karena perbuatan anak saya, Anton jadi seperti ini" ucap Pak Robby dengan raut wajah yang terlihat menyesal.

"Ibu kenal sama ayahnya Ricky?" Tanya Anton saat melihat keakraban mereka.

"Ah..iya, beliau adalah Pak Robby, atasan ibu di kantor" jawab Bu Rani sambil menoleh ke arah Pak Robby dan Anton secara bergantian.

Sudah sekitar 2 tahun ibunya Anton bekerja di kantornya pak Robby, semenjak ayah Anton meninggal karena kecelakaan, Bu Rani lah yang menjadi tulang punggung keluarga.

"Sebaiknya Anton di bawa ke rumah sakit saja Bu, biaya rumah sakit biar nanti saya tanggung, anggaplah sebagai permintaan maaf dari saya" ucap Pak Robby menawarkan bantuan.

"Tidak usah Pak, terima kasih..namanya juga anak muda, saya bisa memakluminya" tolak bu Rani dengan sopan.

Dia terlalu sungkan dengan Pak Robby, bagaimanapun juga atasannya itu sudah terlalu baik padanya. "Oh iya bagaimana keadaan anak Bapak?" Tanya bu Rani saat tidak melihat anak atasannya itu.

"Oh..anak saya baik-baik saja kok, Bu Rani nggak usah khawatir" jawab Pak Robby. "Mari Bu, biar saya antar ke rumah sakit" lanjutnya lagi.

"Syukurlah kalau begitu..tidak usah Pak, nanti juga sembuh..dan semoga hal seperti ini tidak terulang kembali ya pak" ucap Bu Rani dengan wajah yang terlihat sedih sambil memandangi anaknya.

"Tante tidak usah khawatir, karena mulai besok saya sudah tidak berada di sekolah ini lagi" Ricky yang tiba-tiba datang menyela pembicaraan mereka.

Bab 2

Di dalam mobil saat dalam perjalanan ke rumah sakit, Bu Rani yang mengetahui bahwa Ricky dikeluarkan dari sekolah membuat dia merasa tidak enak terhadap atasannya, karena bagaimanapun juga Anton juga terlibat dalam perkelahian itu, namun hanya Ricky yang menerima hukumannya.

"Maaf Pak, saya tidak tahu kalau nak Ricky sampai harus dikeluarkan dari sekolah" ucap Bu Rani, mencoba mencairkan suasana.

Sementara Anton hanya diam saja memikirkan nasib ibunya nanti, dia takut kalau ibunya akan mendapat masalah di kantornya, karena dia juga yang menyebabkan anak dari atasannya itu dikeluarkan dari sekolah.

"Tidak apa-apa Bu, jangan terlalu dipikirkan, memang Ricky yang sudah keterlaluan, harusnya saya yang meminta maaf karena sudah membuat anak ibu sampai terluka seperti itu..saya sudah gagal menjadi ayah yang baik" jawab Pak Robby.

"Bu Rani tidak usah berfikir yang tidak-tidak, karena ini memang kesalahan anak saya, dan tidak ada hubungannya dengan pekerjaan Bu Rani di kantor" lanjutnya lagi.

Dia menyadari Bu Rani mungkin akan sungkan untuk berangkat kerja lagi setelah kejadian ini, jadi dia mencoba untuk meyakinkan Bu Rani bahwa kejadian ini tidak akan mempengaruhi apapun kedepannya nanti.

"Terima kasih pak atas kebaikan Bapak" ucap Bu Rani sambil tersenyum. "Tante minta maaf ya Rick, gara-gara anak tante kamu harus pindah sekolah" lanjutnya lagi kepada Ricky yang dari tadi tampak diam saja memikirkan sesuatu.

Ricky memang ikut mengantarkan mereka ke rumah sakit karena dia tidak membawa kendaraan sediri, motornya disita setelah dia ketahuan sering bolos sekolah, jadi mau tidak mau dia harus diantar jemput sama supir Papanya.

Pak Robby yang melihat anaknya diam saja segera menoleh ke arah Ricky

"Apa sekarang kamu jadi tuli hmm?"

Mendapat pertanyaan seperti itu dari ayahnya, Ricky reflek menoleh ke ayahnya, lalu menoleh ke belakang.

"Saya capek" hanya itu kalimat yang keluar dari mulutnya yang langsung mendapat pelototan dari sang ayah.

"Ricky! Papa tidak pernah mengajarkan kamu bersikap tidak sopan seperti itu kepada orang yang lebih tua" omelnya panjang lebar.

Pak Robby menyadari bahwa untuk menghadapi anaknya itu, tidak bisa dengan cara yang lunak.

"Sudahlah Pak, namanya juga anak muda, masih labil" Bu Rani yang tidak tega melihat Ricky dimarahi ayahnya terus-menerus jadi tidak tega.

Apalagi tadi waktu di ruang UKS, dia sempat ditampar oleh ayahnya saat dia tiba-tiba datang dan memotong pembicaraannya dengan Pak Robby, karena berkata tidak sopan terhadapnya.

"Anak seperti Ricky memang pantas mendapatkannya, Mamanya memang terlalu sering memanjakan dia" jawab Pak Robby.

"Papa sudah tidak bisa lagi mendidikmu, jadi papa akan kirim kamu ke pesantren" ucapnya lagi yang langsung mendapat penolakan dari Ricky.

"Ga pa..aku gak mau ke pesantren" tolak Ricky dengan cepat.

Dia tahu keputusan Papanya sulit untuk dirubah, tapi jika untuk ke pesantren, dia tidak akan pernah mau.

"Papa tidak membutuhkan persetujuan kamu, disini papa yang memutuskan, dan lusa Papa akan segera mengirim kamu ke pesantren"

Dan obrolan mereka pun terhenti saat mobil mereka sampai di rumah sakit, mereka semua keluar, kecuali Ricky yang memang lebih memilih menunggu di dalam mobil, memikirkan nasibnya kelak yang akan dikirim sang papa ke pesantren.

 

***

 

Dalam perjalanan pulang, Ricky lebih memilih diam, sementara Papanya fokus mengemudikan mobilnya.

Mereka memang langsung pulang setelah mengantar Bu Rani dan Anton ke rumahnya, karena kebetulan arah mereka pun sama.

Sesampainya di rumah, Ricky langsung menuju kamarnya, ketika ibunya bertanya, dia hanya menoleh sekilas lalu masuk ke kamar tanpa menjawab pertanyaan ibunya.

"Biarkan saja Ma" cegah Pak Robby saat sang istri hendak menyusul Ricky ke kamar.

"Tumben jam segini Papa sudah pulang, ada apa Pa?" Tanya Bu Sofi saat menyadari raut wajah suaminya yang terlihat murung.

"Anak kesayanganmu berulah lagi di sekolah" jawab Pak Robby sambil mengusap wajah dengan kedua tangannya.

Pak Robby akhirnya menceritakan semua kejadian di sekolah Ricky, serta memberi tahu bahwa Ricky telah dikeluarkan dari sekolahnya.

Mendengar itu Bu Sofi langsung lemas, dan tanpa dia sadari, air matanya keluar tanpa sanggup dia bendung.

"Lusa Papa akan mengirimnya ke pesantren" ucap Pak Robby sambil menatap Bu Sofi yang tampak sudah mulai bisa menerima keadaan.

"Apa nggak terlalu terburu-buru Pa?" Tanya Bu Sofi, mereka memang sudah lama ingin menitipkan Ricky ke pesantren, bahkan rencana itu mereka persiapkan ketika ricky lulus sekolah dasar.

Tapi mereka sepertinya masih terlalu enggan untuk berpisah dengan anak semata wayangnya, terlebih Bu Sofi yang sangat menyayangi putranya itu.

"Hanya itu satu-satunya cara untuk merubah perilaku Ricky Ma" jawab Pak Robby. "Semoga dengan belajar di pesantren, Ricky bisa menjadi anak yang lebih baik" lanjutnya lagi penuh harap, meskipun harapan itu kecil, mengingat sifat Ricky yang susah diatur.

"Terus bagaimana dengan Ricky Pa, apa dia akan setuju untuk belajar di pesantren? Tanya bu Sofi lagi.

"Itu karena mama sering memanjakan dia..pokoknya setuju atau tidak, dia tetap akan Papa kirim ke sana, keputusan Papa sudah bulat!" Jawab apak Robby dengan tegas.

"Nanti biar mama yang bicara pelan-pelan dengan Ricky ya Pa, mudah-mudahan dia mau mengerti" bujuk Bu Sofi, berharap supaya anaknya bisa mengerti.

"Terserah Mama saja, sekarang Papa mau istirahat" jawab Pak Robby sambil berdiri dan menuju ke kamarnya.

Sementara itu Bu Sofi menuju ke kamar Ricky, mengetahui pintu kamarnya tidak dikunci, diapun langsung masuk dan melihat sang anak sedang menyandarkan tubuhnya pada sandaran tempat tidur sedang melamun.

Pandangannya kosong menatap jendela kamar yang menampakkan pemandangan luar, Bu Sofi pun mendekat dan duduk di tepi ranjang.

"Aku nggak mau ke pesantren Ma" ucapnya pada sang mama, berharap agar mamanya mau membujuk sang papa untuk mengubah keputusannya. "Aku mau sekolah di sini" rengeknya lagi.

"Percayalah sayang, ini yang terbaik buat kamu" ucap Bu Sofi sambil membelai puncak kepala anaknya dengan lembut. "Di pesantren nanti kamu juga masih bisa sekolah seperti biasa" lanjutnya lagi sambil tersenyum mencoba menghibur anaknya.

"Tapi di sana nanti tidak bisa dekat dengan Mama" rengeknya, mencoba merayu sang mama, karena Ricky tahu mamanya paling mudah untuk ditaklukkan hatinya.

"Nanti Mama akan sering-sering ke sana buat jenguk kamu" ucap Bu Sofi, sambil tersenyum, dia tahu bahwa Ricky sedang mencoba untuk merayunya.

**

Ketika tiba saatnya makan malam, suasana menjadi hening tidak seperti biasanya.

"Setelah selesai makan, kamu kemasi barang-barang yang akan kamu bawa, besok Papa akan antar kamu ke pesantren!" Perintah Pak Robby, setelah menyelesaikan makannya.

***

Hai para readers yang budiman..baik hati..dan tidak sombong..

ini karya pertama aku lho..jadi kalo masih banyak penulisan yang salah,mohon bimbingannya ya..dan semoga kalian suka..

oiya..mohon bantuan dan dukungannya ya..terima kasih**.

Bab 3

Handphone pak Robby berbunyi, ketika dia tengah sarapan bersama keluarganya.

"Saya sudah sampai Pak" terdengar suara laki-laki dari balik ponsel miliknya.

"Baik, sekarang istirahatlah, nanti siang kami sampai" jawab Pak Robby sambil mematikan ponselnya.

"Telepon dari siapa Pa?" Tanya Bu Sofi penasaran, karena tidak biasanya sepagi ini suaminya menerima telephone.

"Dari Pak Edi, supir Papa..katanya dia sudah sampai" jawab Pak Robby datar.

"Sampai mana Pa? Memangnya Papa mau ke mana?" Tanya Bu Sofi yang penasaran, pasalnya semalam suaminya tidak bilang kalau mau pergi, kecuali untuk mengantar putranya ke pesantren.

"Jawa" jawab Pak Robby sambil meneruskan sarapannya.

"Jawa?" Tanya Bu Sofi dan Ricky hampir bersamaan, Bu Sofi terkejut, dia tidak tahu kalau Ricky mau di bawa ke pesantren yang ada di daerah jawa, dia pikir Ricky hanya akan dipesantrenkan di daerah jakarta.

Sementara Ricky yang dari tadi hanya diam saja terlihat sangat syok, mengetahui sang papa mau membawanya ke pesantren yang ada di jawa, karena baginya jawa terlalu jauh.

"Apa nggak terlalu jauh Pa? Kenapa harus ke jawa? Bukannya di sini juga banyak pesantren yang bagus? Tanya Bu Sofi panjang lebar, dia khawatir, bagaimana Ricky bisa hidup mandiri tanpa orang tuanya nanti, sedangkan di rumah saja Ricky tidak bisa mengurus dirinya sendiri.

"Iya Pa, kenapa harus ke jawa, Ricky maunya di sini aja Pa" tolak Ricky.

Belum sempat menjawab pertanyaan mereka, Susi yang tiba-tiba datang mengalihkan perhatian mereka.

"Pak Andi sudah datang Pak" ucap bi Susi yang mendapat anggukan dari tuannya.

"Suruh dia masuk" perintah Pak Robby pada pembantunya.

Bi Susi hanya mengangguk dan segera keluar untuk memanggil tamunya masuk.

Tidak lama kemudian bi Susi pun kembali bersama Pak Andi, orang kepercayaan Pak Robby.

"Saya baru mau menghubungimu..apa sudah beres semuanya? Tanya Pak Robby kepada Andi, asistennya di kantor, dia memang meminta Andi untuk mengurusi semuanya, termasuk perlengkapan untuk Ricky di pesantren nanti.

"Sudah Pak, pesawatnya berangkat 2 jam lagi" jawab Pak Andi sopan. "Dan ini keperluan untuk Mas Ricky nanti di pesantren" sambungnya lagi sambil menyerahkan sebuah koper berisi sarung, peci dan baju koko.

"Baik terima kasih" jawab Pak Robby seraya menawarkan sarapan pada Pak Andi, karena dia tahu asistennya pasti belum sarapan, mengingat subuh tadi dia meminta Pak Andi untuk berbelanja keperluan Ricky.

"Terima kasih Pak, saya sudah sarapan tadi" tolaknya halus dan sekaligus pamit undur diri, meskipun sebenarnya dia belum sarapan, tapi terlalu sungkan untuknya jika harus sarapan bersama atasannya itu.

"Kamu tidak akan bisa berkembang jika kamu tetap berada di sini" ucap Pak Robby kepada Ricky. "Sekarang cepat berkemas, karena sebentar lagi kita harus berangkat" sambungnya lagi.

Ricky yang hendak protes segera ditahan oleh ibunya dengan menggenggam bahunya.

"Kamu pasti bisa Nak" ucap Bu Sofi menguatkan hati anaknya, ada kesedihan yang terpancar di wajahnya, tapi Bu Sofi tetap mencoba tegar dengan selalu tersenyum, Ricky pun beranjak ke kamarnya untuk berkemas tanpa membantah.

**

"Jaga dirimu baik-baik sayang, jaga sikapmu di sana ya Nak" pesan Bu Sofi sambil memeluk anaknya.

Bu Sofi memang hanya mengantar anaknya sampai di bandara, karena sang suami memintanya untuk tetap di rumah.

"Iya Ma..Mama juga jaga kesehatan ya?" jawab Ricky, matanya tampak berkaca-kaca, meskipun air matanya tidak sampai terjatuh.

Di dalam pesawat Ricky hanya melamun melihat ke luar jendela, pikirannya kosong, memikirkan sekolah dan sahabat-sahabatnya

Dia tidak sempat untuk berpamitan kepada mereka, lalu bagaimana dengan Lisa..apakah sekarang dia juga sedang memikirkan dirinya, pikirnya.

Ricky pasti akan merindukan semuanya, terutama pada Lisa, tapi apakah mereka bisa betemu lagi nanti, sementara Ricky tidak bisa berhubungan dengan mereka lagi, karena ponselnya disita oleh sang papa, dan sekarang dia tidak memiliki benda persegi canggih itu lagi.

"Jangan cengeng!"

Mendengar kalimat itu, Ricky pun menoleh dan menjumpai sang papa tengah menyodorkan sesuatu kepadanya, Ricky pun melihat benda yang diberikan papanya.

"Kamu bisa hubungi kami jika sewaktu-waktu kamu rindu" ucap Pak Robby sambil menyodorkan benda itu kepada anaknya.

"Ricky tidak butuh Pa" tolak Ricky setelah tahu sang papa memberikan ponsel baru untuknya, dia pun kembali mengalihkan pandangannya ke luar jendela dan menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi.

"Simpan saja, mungkin nanti kamu membutuhkannya" ucap Pak Robby, sambil menaruh ponsel itu pada pangkuan Ricky.

Ricky pun hanya meliriknya sekilas kemudian kembali memandang ke luar jendela lagi, melihat hal itu Pak Robby tahu jika Ricky masih marah dan kecewa terhadapnya, tapi hanya itu cara terbaik untuk anaknya.

Sesaat setelah pesawat landing, mereka berjalan ke luar, dimana Pak Edi sudah menunggu mereka di sana.

Setelah menyapa tuannya dan membantu memasukkan barang-barang ke dalam mobil, Pak Edi melajukan mobilnya meninggalkan bandara.

"Kita mau ke mana dulu Pak? Ke sekolah barunya Mas Ricky apa ke pesantren?" Tanya pak Edi setelah melajukan mobilnya cukup jauh.

"Ke sekolah aja dulu, kebetulan ada berkas yang harus saya serahkan" jawab Pak Robby seraya mengeluarkan beberapa lembar kertas dari tasnya yang memang sudah dipersiapkannya dari kemarin.

"Baik Pak" jawab Pak Edi, kemudian membelokkan kemudinya ke kanan untuk menuju ke sekolah barunya Ricky.

Pak Edi memang berasal dari daerah itu, makanya dia bisa tahu sekolah favorit di daerah itu dan pesantren yang letaknya tidak jauh dari sekolah.

"Kalo mas Ricky butuh sesuatu, nanti Mas Ricky bisa datang ke rumah saya, di rumah ada istri dan juga anak saya" ucap Pak Edi panjang lebar, menyadari anak tuannya yang tampak murung. "Anak saya seumuran dengan Mas Ricky, jadi Mas Ricky bisa berteman dengannya, kalau Mas Ricky mau" sambungnya lagi, yang langsung mendapat ucapan terima kasih dari Ricky.

"Anak bapak namanya siapa?" Tanya Pak Robby yang mulai tertarik dengan obrolan supirnya.

"Intan pak.." jawab Pak Edi sopan. "Kebetulan dia juga sekolah di tempat yang sama dengan Mas Ricky" sambungnya lagi.

Dan obrolan mereka pun terhenti saat mobil mereka mulai parkir di parkiran sekolah.

Mereka langsung menjadi perhatian para siswa yang memang jarang ada mobil mewah masuk ke area parkir sekolah.

Apalagi saat ini sedang jam istirahat, jadi banyak siswa yang memperhatikan dan tampak saling berbisik pada teman di sebelahnya.

Pak Robby pun keluar dari mobil yang diikuti Ricky dari belakang, sementara suasana menjadi semakin heboh, saat melihat Ricky yang memang memiliki wajah tampan, terutama bagi kaum hawa.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!