Penghuni Kamar Tengah
"ayo semangat ciw!" aku mulai berseru saking bersemangat memberinya sekarung pekerjaan untuk sri.
Namanya Sri mulyati, anak lurah dikampung halaman ku. Sebelumnya dia mengaku kepada orang-orang di kampung bahwa dia bekerja di kantoran. Tapi kebohongan nya malah ketahuan olehku. Ternyata dia hanya bekerja sebagai buruh pabrik biasa, bukan wanita karir seperti yang dia ceritakan. Karena itu, dia selalu menghindari ku.
Akan ku jelaskan lebih dulu, pabrik ini memproduksi sepatu. Aku bekerja di bagian produksi jahit. sistem kerjaannya pecahan.
setiap orang hanya mengerjakan satu proses hingga dua proses variasi jahit, begitu seterusnya sampai ke tahap akhir. Kemudian hasil akhir ini akan di periksa lagi atau di qc di bagian finishing sebelum dikirim ke departemen assembling. Setelah itu barang akan dikirim lagi ke tahap packing. Hasil inilah yang kemudian akan di distribusikan.
Pagi menuju siang ini Sri terlihat menggerutu kesal, sampai membuat pipinya kembung seperti ikan buntal. Melihat nya seperti ini membuat ku tidak bisa menahan tawa.
Brukkk
Tranggg.....
Sri melempar gunting ke lantai sehingga menimbulkan suara gaduh. Tak hanya aku, beberapa orang dari line sebelah pun dibuat menoleh dengan ekspresi jengkel.
Bukan sekali dua kali Sri berperilaku seperti ini. Setiap kali ada masalah diluar dia pasti membawanya ke pabrik dan melampiaskan nya kepada orang lain.
" Kambuh" Lilis berbisik sambil memberi isyarat dengan memiringkan jari telunjuk diatas kening. Dia duduk di line sebelah. Candaannya sontak membuat yang lain harus menahan tawa sampai terdengar bunyi ngik ngik.
Ketika Sri ke toilet, Lilis memperagakan adegan Sri barusan. membuat yang lainnya ikut mengolok ngolok Sri.
" Pipi udah kembung gitu, masih aja tidak mau merubah sikap. " ujar lilis mengkritik Sri. Wajah nya terlihat kemerahan setelah tertawa.
Akupun ikut bereaksi sambil tertawa cekikikan bersama mereka. Walaupun sekampung dan tetanggaan , bisa dikatakan kami tidak berteman. Bahkan nyaris tidak pernah bertegur sapa.
Nisa yang duduk dibelakangku menepuk bahu. Akupun sedikit menoleh
"Memangnya awalnya gimana tadi? makannya jangan mancing mancing emosi orang!" Nisa berkata dengan lembut, tapi aku merasa dia sedang menyalahkan ku.
" Siapa yang mancing? aku cuma ngasih proses nya dia. terus itu salah? lagian masa iya kerjaannya harus numpuk di tempat ku. Emang si Aciw nya aja yang pemarah, bawa bawa masalah luar ke pabrik. Baru tau ya? Apa pura pura gak tau? perasaan dia tuh sering deh lempar lempar gunting. "
Mendengar omonganku yang ngegas, Nisa langsung terdiam. Dia kembali pokus pada kerjaannya seolah tidak mendengar apapun.
Yang menjadi masalah, aku tidak tahu kalau Sri sudah berdiri dibelakang ku sambil mengerucut kan bibir. Sorot matanya terlihat kejam dari sudut manapun. Aku berusaha menghindari tatapannya. Rasanya aku ingin menyumpal mulutku sendiri dan bersembunyi.
"Kerja kerja kerja" teriak leader dari depan finishing. Suaranya yang nyaring bisa terdengar sampai ke ujung line.
Akupun kembali bekerja sambil menunduk untuk menyembunyikan wajahku. Begitupun dengan Sri, dia kembali duduk di depanku sambil memainkan handphone.
Setelah beberapa saat berkutat dengan benang dan kain, tiba tiba leader line menghampiri ku "Addey, kau di panggil ke ruang supervisor."
Seingatku tak ada masalah apapun. Aku berusaha mengingat semuanya. Awalnya, perasaan ku masih tenang sampai tanganku meraih knop pintu. Aku melihat supervisor tampan sekaligus masih muda sedang menatapku jijik dari meja kerjanya. Barulah aku punya firasat bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi . Sebisa mungkin aku mengabaikan nya dan mengambil inisiatif untuk mengambil tempat duduk terlebih dulu. Namun, belum juga bokong ku menyentuh kursi laki laki itu lebih dulu mengatakan bahwa aku di pecat. Sehingga bokong ku menggantung di udara dan seketika mataku terbuka lebar.
"Kenapa pak? saya ada salah apa? " Tanyaku lemah.
Sudut bibirnya melengkung " kamu tidak masuk kualifikasi karyawan disini. Kami membutuhkan karyawan yang berkualitas dan berbakat. Lihatlah dirimu yang bermasalah, bukannya pokus kerjaan kamu malah banyak ngobrol, banyak absen. Sia sia perusahaan menggajimu. Memangnya ini perusahaan kakek mu" tukasnya.
Hahh apa itu logis. Aku kehilangan kata kata karena hatiku perih seperti teriris. Aku ingin berteriak dan protes, ' apa masalah ku? bukankah aku tidak akan mengobrol sendirian? lalu kenapa hanya aku yang dipecat? lalu dengan hasil kerjaanku, kapan ada masalah? perasaan nyaris tidak pernah ada perbaikan dan komplain sama sekali. Terakhir tentang absen, kapan aku ada ijin bekerja sekali saja. dari mana kau mengada ngada alasan ini. '
Andai aku bisa mengatakan itu dengan lantang. Tapi bibirku malah rapat membisu. "Oh" hanya itu saja yang pada akhirnya terucap.
Aku segera pergi dari ruangan terkutuk itu, membanting pintu, mengepalkan tangan dan mata berkaca-kaca.
Beginikah nasib memiliki wajah pas pasan? sedangkan mereka si paling cantik, selalu mendapatkan yang terbaik. Aku melirik Sri dengan perasaan iri sambil merapikan barang barang ku.
Anak anak dari line sebelah terlihat berbisik bisik menyebut namaku. Sekarang aku merasa seperti badut bahkan lebih konyol dari manusia silver. intinya lebih buruk dari Sri.
Bibirku tersenyum hambar menahan diri agar tidak menangis. Begitu sulit mendapat kerja. Sudah dapat kemudian hilang lagi.
Akhirnya air mataku jatuh. Aku berusaha merangkai kata kata untuk menguatkan diriku sendiri agar tidak terlalu menyedihkan.
' Semuanya akan baik baik aja, semuanya akan baik baik saja. Rezeki ku ada dimana mana'
Sesampainya di kosan sempit, empat kali lima meter persegi. Aku duduk selonjoran sambil membuka bungkusan seblak. Rasanya pedas nampol, sampai bibirku terasa panas dan bengkak.
Lima menit setelah makan aku langsung mulas. bayaran kontan atas makanan yang ku jejalkan . Cabe yang baru saja ku makan langsung menikam dinding lambung ku dengan kejam. Organ dalam ku seperti di pelintir pelintir di dalam sana.
Entah sudah berapa lama aku berjongkok diatas kloset.
"Aishh " aku menyalahkan telapak kakiku yang terasa kebas dan kesemutan. Akibatnya, aku berjalan terpincang-pincang betigu keluar.
Jeng jeng.
Ada sekitar enam orang sedang mengantri di depan pintu. Ya, kossan ini ada enam kamar tapi hanya menyediakan dua toilet. Satu persatu dari mereka menatapku dengan sinis. Di antrian terakhir, terlihat ekspresi yang paling buruk. Bola matanya menonjol keluar. Aku melihat garis garis kecil berwarna merah diantara sklera matanya. Aku segera menatap langit langit bangunan yang sudah tua dan melewatinya begitu saja. Berpura-pura tidak melihat.
Keesokan harinya, aku kembali keluar dari kosan sempit ku dengan membawa beberapa dokumen yang dibungkus dalam amplop coklat.
"Aku tidak boleh menyerah walaupun hidup ini agak berat dan memaksa. Tapi aku akan sukses mulai hari ini. Sukses " aku mengucapkan kata sukses berulang-ulang untuk membangkitkan semangat ku.
Suara pengamen kecil yang tengah mencari nafkah di dalam angkot membuat ku tidak memikirkan hal lain. Anak itu begitu percaya diri saat menyanyikan lagu wali versi dirinya.
" Banyak harta, ngapain ngapain? kalo gak berkah, pikirin pikirin. Oh punya harta tak mungkin tak mungkin dibawa matiiii.... Hidup indah bila mencari berkah.. Teteh, aa barangkali ada recehnya seribu duaribu tidak akan rugi, tidak akan membuat miskin . " anak kecil itu menyodorkan plastik di depan wajahku. Akupun segera memalingkan wajah sampai anak itu melewati ku depan tatapan kesal.
Akhirnya angkot berhenti di sebuah kompleks pabrik yang ada di daerah Katapang.
Akupun turun dan mulai berjalan mendatangi satu pabrik ke pabrik lainnya.
Tak terasa matahari sudah menjulang tinggi dan semua karyawan sudah beraktivitas, menyisakan aku dan pedagang pedagang kecil yang berkeliaran. Peluhku sudah bergumul di dahi, hidung, punggung juga di ketiak. Sepertinya usahaku masih nihil, lebih parahnya beberapa satpam malah berinisiatif mengusirku karena menghalangi gerbang.
Sebelum moodku benar-benar hancur Aku segera kembali pulang dengan satu cup seblak lagi tapi tidak sepedas kemarin. Bisa dilihat dari warna kuah nya yang pucat.
Belum juga sampai ke pintu, seorang berambut panjang menarik tangan ku. " Kamu dari mana ? aku denger kamu di pecat, kenapa tidak mengabariku?"
Eh. Namanya adalah Gena, tinggal di kamar sebelah ku. Suaranya terdengar berat seperti anak laki laki. Hanya saja rambut dan kulit nya terlihat terawat seperti gadis.
" Bukan urusanmu" tukasku dengan sarkas. " Tapi aku lapar" rengeknya. "Itu bukan urusanku." Tukas ku lagi dengan kejam.
Kemudian Gena melumat bibirnya sendiri sambil melototi kantong plastik ditangan ku.
" Gena berengsek! " bisa bisanya dia merebut makanan ku yang hanya sedikit. Aku berteriak memakinya sambil mengusap perutku yang terasa hangat. Sekarang aku sudah sangat kelaparan, tapi sisa uangku tinggal sedikit. Aku tidak boleh boros jadi aku meneguk air lebih banyak agar mengganjal perut ku yang keroncongan.
Malam harinya, pintu diketuk dari luar dengan tidak sabaran. " Iya, sebentar." Teriakku sambil bangkit dari kasur. Setelah knop pintu di buka aku melihat perempuan bertubuh gemuk berdiri tegap disana. Dia memakai duster pink bermotif bunga kemboja. Ketiaknya robek dan rambutnya di Cepol.
" Maaf mengganggu neng , saya cuma mau bilang kalau tanggal satu nanti harga kosan saya naikkan lima puluh ribu ya, untuk mengganti biaya tambahan karena kenaikan listrik. Sengaja di beritahu dari sekarang biar nanti gak kaget."
" Oh. Iyama bu" jawabku dengan pelan .
" Maaf ya sudah mengganggu. Selamat malam." Siti pun segera kembali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
todoroki shoto
pusing dengan tatanan ketikan. kapital juga. tapi jalan ceritanya bagus👍👍
2024-06-29
2
Wisell Rahayu
mampir thor semga ceritanya bagus gk berhenti ditengh jalan smngt thooor
2024-06-29
1