Kata-kata siti seperti pukulan keras, membuat isi Kepala ku yang sehat menjadi migrain. Aku mengurut pelipis sebelah kananku, memantik korek dan menyalakan rokok. Ku hisap perlahan sampai dadaku terasa hangat, kemudian sengaja membiarkannya mengepul di sepanjang lorong gelap, mengotori udara malam yang terasa dingin dan menyakiti kulit.
Di temani pikiran yang kosong, aku berjalan tanpa tujuan, begitu juga bayi kribo yang mengikutiku entah sejak kapan. Wajahnya mengerikan seperti tanah kering yang tidak pernah terkena air. Rengat. dari kepala nya keluar darah menetes netes.
Dia berjalan sejajar disampingku. Saat aku berhenti dia juga berhenti. "Mama" panggilnya, Suaranya terdengar seperti terperangkap dalam naungan air yang sangat dalam. Perlahan aku menoleh dan melihat mata hitamnya balas menatap kosong padaku, kemudian wajahnya yang pucat itu semakin retak seolah-olah akan terpecah menjadi beberapa bagian. "Aku bukan mamamu." Jawabku acuh sambil memalingkan wajah dan memantik korek untuk menghidupkan sebatang rokok lagi .
Bayi itu tertawa. Namun nadanya penuh kebencian. Entah karena kesal padaku atau pada nasibnya sendiri. Dia melayang di depanku. Persis seperti angin. Semakin lama suara tawanya terdengar menggema, namun jika di perhatikan lebih dalam lagi suara tawanya terdengar seperti kepedihan yang tiada akhir.
Esok paginya aku kembali berpakaian rapih, hitam putih dan membawa beberapa amplop coklat. Kali ini aku mendatangi beberapa pabrik yang lebih jauh dari kosan.
" Zaman sekarang susah ya neng dapat kerja. Walaupun gitu, neng jangan menyerah ya! bagaimanapun, rezeki gak bakal datang kalau enggak di cari. " Seorang satpam bernama Rohman menasehatiku.
" Iya " jawabku sambil tersenyum. Akhirnya Aku menemukan sedikit harapan diantara setumpuk keputus asaan yang menerjang ku berkali-kali.
" Surat lamarannya titip aja disini, nanti begitu ada loker, nomor neng yang ada di amplop bakal segera di telepon. Neng udah nulis nomor nya kan? "
" Sudah pak " jawabanku penuh semangat. "Pokoknya, neng harus stay di depan handphone aja ya!" lanjut Rohman lagi.
Akupun mengangguk dan segera meletakkan amplop coklat ku dimeja satpam. " Aduuh udah lama gak nemu rokok" . Tiba-tiba rohman memelas sambil mengelus kerongkongannya . Kurasa dia sedang memberi kode padaku. Jadi, aku terpaksa mengepalkan uang dua puluh ribu di tangannya.
Rohman pun tersenyum sumringah. " Ahh gak usah.. heu heu..."
Ku harap dia beneran menolak, jadi aku hendak mengambil kembali uang itu. Tapi Rohman segera memasukannya kedalam kantong celana.
"Kalau begitu neng pulang aja dulu, sudah siang neng , panas. Kasian bapak mah" katanya lagi.
Kata kata rohman ada benar nya juga, jadi aku segera berbalik untuk pergi. Baru saja melangkah pergi, sudut mataku tiba tiba terpaku pada tumpukan amplop coklat di dalam drum. Akupun menghentikan langkah ku dan berjalan untuk menghampiri nya.
Ternyata benar, didalamnya ada tumpukan berkas lamaran yang siap di bakar . Seolah pabrik ini tidak pernah membuka lowongan sepanjang tahun. Akupun melotot tajam kearah Rohman tapi dia pura pura tidak tahu dan melengos pergi ' kembalikan uang ku' aku memekik dalam hati.
Walaupun terasa mustahil, aku masih saja menatap ponsel sepanjang waktu. Berharap ada telepon atau pesan masuk atas nama panggilan kerja. Namun hasilnya sama saja seperti detik pertama detik kedua ataupun detik ketiga. Sekalinya ada pesan, ternyata dari operator sim card atau iklan.
Di tengah penantian ini tiba tiba seseorang menerobos masuk dan mengganggu kesunyian yang aku nikmati.
"Gena, ngapain kamu kesini" . Suaraku terdengar serak dan dingin. Mungkin karena batuk.
Aku menyesal telah mengenalnya, dia begitu tidak tahu sopan santun. Terlebih lagi aku menyesal karena tidak mengunci pintu dan mematikan lampu dari tadi.
" Nginep ." Gena menjawab dengan singkat dan lepas. Kemudian dia berbaring di tempat tidurku. Bersamaan dengan itu, aku mulai mencium aroma alcohol pekat yang menggantung di udara. Aku ingin memukulnya. Tapi tanganku menggantung , Entah apa yang membuat orang ini korslet. Padahal dia masih muda juga memiliki fitur wajah sempurna. Mungkin aku tidak menyukainya karena ada rasa iri yang menyelinap di mataku. Dia cantik. Akhirnya aku menggaruk kepalaku agar tidak menyianyiakan tanganku yang sudah menggantung di udara.
" Kali ini aku membiarkanmu karena males debat, males ribut. Menghabiskan energiku saja" tukasku
Malam cepat larut dan perasaan ku semakin gelisah. Sesekali aku mengintip lagi ke layar ponsel. Namun, hasilnya masih sama. Bahkan mungkin seekor cicak sedang menertawakan kemalangan ini di langit langit kamar.
Aku mencoba untuk tidur, tapi sepertinya malam ini tidak akan mudah. Dua bocah dengan kepala botak terus menerus mondar mandir di sekitar kamarku. Aku kembali membuka mataku dengan kesal. Mereka berjalan menembus dinding dan mengeluarkan bunyi tidak jelas. Kadang mereka terdengar seperti lonceng, kadang terdengar cekikikan aneh sesaat kemudian terdengar seperti benda yang jatuh dari jauh. Semakin lama membiarkannya, aku malah semakin emosi.
Mataku terasa bengkak karena masih belum tidur. " Heh tuyul, pergi sana jauh jauh. Enggak ada kerjaan banget sih malah ganggu orang disini. Tuh di pinggir jalan ada bangunan rumah yang besar, nah disana tempat yang cocok buat maling. " Telunjukku mengarah ke sembarang arah. Maksudnya untuk menunjukkan dimana rumahnya pak Rusdi, orang yang terlihat paling kaya di sini karena rumahnya yang terlihat paling besar.
Mereka tau aku bukan emaknya. Karena itu, mereka meledekku dengan suara cekikikan yang kekanakan namun masih mengerikan. Mereka juga melotot ke arahku dengan jahil sehingga matanya yang hitam terlihat menonjol , tak sampai situ, tuyul itu juga menjulurkan lidahnya yang berwarna hitam. Kemudian dia melempari kepalaku dengan uang receh seribu rupiah sebanyak empat biji. " Dasar bocil bangsat! apa masalah mu? apa masalah ku? bwllll " Teriakku kesal, sampai kata-kataku belibet dan aku semelotot itu juga pada mereka.
Tiba tiba Gena terbangun dengan mata merah . Dia menatap ku dengan bingung kemudian mencengkram kedua bahuku "Apa? " dia kebingungan melihat ku melotot.
" Diam kau! Menjijikkan" Aku menghardik nya dengan kejam sambil menepis cengkramannya sehingga dia kembali tidur. Gena kembali meringkuk dan memejamkan mata. Suara nafasnya terdengar menderu. Dalam sekejap dia sudah kembali pulas. Aku baru mengenalnya sebulan yang lalu, tapi sepertinya dia sudah berpikir dia sudah begitu dekat denganku sehingga berani beraninya menginap.
Awalnya ku pikir dia gadis normal. Kalau tau begini, aku pastinya akan bersikap galak sejak awal. Aku tidak akan menghampirinya walaupun dia nangis nangis darah karena ketakutan.
Kedua tuyul itu kembali cekikikan sehingga mendapatkan perhatian ku lagi. Kali ini aku terpaksa mengabaikannya dengan pasrah.
***
Semakin hari uangku semakin menipis. Sudah akhir bulan, namun aku tak kunjung mendapat panggilan kerja. Hidupku semakin kacau dengan kehadiran Gena. Dia selalu menggangguku. Pura pura membantu ku menghabiskan makanan yang ingin aku makan sendiri.
Tuk tuk tuk.
Baru jam enam pagi. Seseorang sudah mengetuk pintu dari luar dan membangunkan tidurku. Akupun bergegas membukanya. Ternyata Siti. Dia datang kemari untuk menagih sewa kossan. Kutahu itu. Mulanya dia tersenyum karena berpikir akan menerima uang dariku .
Sebenarnya aku belum berani jujur bahwa aku belum mempunyai cukup uang untuk membayar sewa bulan ini. Aku juga tidak mungkin memohon ."Aku akan berkemas. " Jawabku singkat. Ada perasaan menyesal setelahnya ' Kenapa sih aku tidak jujur aja, siapa tahu boleh nunggak' pikirku.
Siti mengerutkan dahi. "Kenapa? Apa addey keberatan kalau harga sewa di naikkan? Begini Dey, untuk bulan sekarang saya harus membayar harga listrik yang melambung tinggi. Jadi saya banyak nombok. Nah, kalau nanti harga listrik sudah kembali normal, saya pasti akan mengembalikan harga awal lagi. Bagaimana?" Siti berusaha menjelaskan situasinya sendiri.
"Sekarang aku tidak punya cukup uang bu dan belum lama ini aku di pecat dari pabrik." Akhirnya setelah bersusah payah menahan diri, aku berhasil terus terang.
Namun ekspresi Siti tidak seperti yang kuharapkan. amatanya terbelalak dan senyumnya berubah masam. "Yasudah kalau begitu, segera kemasi semuanya!"
Kupikir dia akan mentolerir keadaanku, Menahanku. Ternyata tidak. Pada akhirnya dia masih tetap kejam. Membuatku semakin putus asa. Bagaimana ini, aku tidak ada tempat sekarang.
Aku berjalan menyusuri trotoar, mengikuti langkah tak bertujuan sambil menggendong keril dan menyered sebuah koper yang berisi barang barangku.
Sudah tengah hari dan aku kelaparan. Aku duduk di meja sebuah warung, memesan gorengan dan lemper sambil mendengarkan beberapa percakapan antara ibu warung dengan pelanggan yang terlihat seperti temannya. Aku tidak terlalu menyimak, karena otakku terasa kusut saat ini. Sedikit yang ku cerna bahwa di sekitaran sini ada sebuah kossan yang menurunkan harga menjadi seratus ribu karena kossan itu pernah digunakan seseorang untuk bunuh diri. Disana berhantu.
Mendengar soal harga, perhatian ku langsung teralihkan. Tidak masalah lagi soal hantu daripada tidur di jalanan terus di jahatin manusia. Terlebih lagi uangku hanya tersisa tiga ratus ribu dan setelah keluar dari warung ini sudah pasti akan berkurang sepuluh ribu.
Mataku berkeliling untuk melihat sekitar, kemudian berhenti di tempat steam mobil. Disana ada seseorang yang ku kenal. Ya, dia Sri bersama sang supervisor. Mereka seperti pasangan pada umumnya, pantas saja waktu itu aku langsung di pecat. Ternyata oh ternyata. Sepertinya Sri mengatakan hal hal buruk tentang ku pada pacarnya. Awas saja, akan kubilang ke orang orang dikampung kalau dia sebenarnya tidak kerja di kantor tapi bekerja di pabrik 'menyebalkan'
Tak lama kemudian Sri melihat kearah ku, dia pun terlihat bersemangat saat menghampiriku" Mau pulang kampung ya. Hati hati dijalan ya. Kehidupan kota emang mengerikan, tak jarang para pelancong yang memaksa tinggal disini malah hidup menggembel. Ups" dia menutup mulutnya seolah dia tidak sengaja mengucapkan kata kata itu. " Iya, saking mengerikan nya sampe harus pura pura menjadi wanita karir. "
aku membalasnya dengan sindiran.
" kalau kau menceritakan nya, akan ku ceritakan juga bagaimana kamu menggembel disini sambil menyeret koper. Bayangkan bagaimana ekspresi bibi nanti. " Kemudian Sri kembali menghampiri pacarnya, mengalungkan tangan di leher supervisor memamerkan kemesraan diatas penderitaan ku.
" Ya sudahlah dey baday pasti berlalu. Terima saja dulu kenyataan ini" Aku bergumam sendiri sambil mengelus dada.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
todoroki shoto
masih perlu perbaikan ketikan
tapi seru, semangat
2024-06-29
1